Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Datang ajal menjelang kencan

Seorang dokter yang janda ditemukan digorok di tempat tidur. ada cek senilai Rp 200 juta untuk seseorang. mungkin si pelaku dekat dengan korban.

29 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PINTU kamar Dokter Riama Yuwoga tertutup. Pada Sabtu pagi pekan lalu, sekitar pukul 06.30, mobil Kijang merah tua miliknya tidak ada di garasi rumahnya di Jalan Kapuk Raya, Penjaringan, Jakarta Utara. "Pak Bodong melihat Nyonya pergi?" tanya Rastiah, pembantu Dokter Riama, kepada satpam yang menjaga di kawasan ruko (rumah toko) itu. Bodong membenarkan Riama pergi. "Tadi malam, Nyonya pergi sekitar pukul satu malam," kata Bodong. Rastiah, pembantu yang telah mengabdi empat tahun itu, bengong. Tak biasa dokter yang telah menjanda delapan bulan itu pergi di tengah malam tanpa pamit. Selama ini, jika Riama pergi, pasti ia dibangunkan. Ia pula yang membuka dan mengunci pintu garasi. Rastiah penasaran. Ia ke lantai dua untuk melongok kamar majikannya. Pintu kamarnya masih terkunci. Dari kaca nako ia mencoba melihat ke dalam. Kamar itu remang-remang, hanya tampak sebuah selimut warna merah menutupi sesuatu di atas tempat tidur. Rastiah ragu. Lalu ia memanggil kakaknya, Sunarti, yang juga pembantu di situ. "Itu Nyonya atau bantal guling, ya?" tanya Rastiah. Sunarti menjawab, "Kayaknya bantal dan guling ditutupi selimut." Rasa penasaran keduanya sampai di sini saja. Mereka lalu bekerja di dapur. Rastiah bahkan sempat menggoreng telur untuk sarapan pagi majikannya itu. Ketika pukul 08.00 kamar pintu dokter itu belum dibuka, Rastiah merasa cemas. Biasanya, pada jam tersebut majikannya pergi ke tempat kerjanya di puskesmas Tamansari, Jakarta Barat. Sebab itu, ia kembali mencoba membuka pintu kamar majikannya. Masih terkunci. Ia mengintip lebih teliti lagi. Hati Rastiah tiba-tiba tersentak. Ia melihat ceceran darah di lantai dekat tempat tidur. Buru-buru pembantu ini turun ke lantai bawah dan berlari keluar rumah minta bantuan. "Tolong. Lihat di kamar. Kamarnya terkunci, ada darah," katanya kepada Heri, tukang parkir yang biasa mangkal di depan ruko itu. Heri mencoba menenangkan, dan tak mau gegabah memasuki rumah itu. Ia cukup menyarankan agar Rastiah mengontak keluarga Dokter Riama atau bekas suaminya, yang tinggal di Jalan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Selain itu, ketua rukun tetangga dan sekretaris desa setempat diberi tahu. Polisi juga segera dikontak. Begitu polisi memasuki kamarnya, wanita berusia 42 tahun itu ditemukan tewas. Tubuhnya tertutup selimut merah, seperti orang tertidur. Yang menggiriskan, leher korban nyaris putus digorok senjata tajam. Tak ada pisau atau golok yang tertinggal. Sidik jari si penjagal tak ditemukan. Tak ada tanda korban disebadani sebelum dibunuh. Ini menurut visum. Tapi lemari di kamar itu terobrak-abrik. Si pembunuh agaknya mencari sesuatu yang penting. Televisi 24 inci dan seperangkat komputer tak diusik. Juga tak ada obat yang hilang, tapi tas korban diacak-acak. Dokter Riama adalah alumni Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya, Jakarta, tahun 1980. Ia dibunuh antara pukul 23.00 dan 01.00. Ceceran darah hanya berada di kamarnya. Tak ada pintu atau jendela yang dirusak. Dari data ini diperkirakan yang membukakan pintu si pembunuh adalah korban sendiri. Artinya, korban sudah kenal si pembunuh. Bahkan, tampaknya, korban seperti sedang menunggu seseorang untuk berkencan. Ini terlihat dari cara dandanannya. Saat meninggal, korban masih memakai rias lengkap. Wajahnya berbedak, bibirnya memakai lipstik, dan rambutnya tertata rapi dan disemprot pewangi rambut. Baju yang dikenakan pun bukan daster atau baju tidur, tapi blus lengan pendek warna hijau berkombinasi span merah tua. Siapa pembunuhnya? Polisi semula mengarahkan matanya ke bekas suami korban, Alex J.S. Mereka cerai atas permintaan Riama. Kabarnya, Alex (waktu itu) penganggur. Selain itu, sebelum pisah, sejak empat tahun lalu Riama menjalin hubungan dengan seorang manajer bank. Dan sejak pisah itulah, Riama pindah ke Jalan Kapuk Raya. Kedua anak mereka ikut Alex. Atas dasar itu, polisi memeriksa bekas suami korban. Tapi, "Alex mempunyai alibi kuat. Saat kejadian, ia sedang tidur. Ini dikuatkan oleh keterangan anaknya, Hendri," kata Mayor Bachrul Alam, Kapolsek Penjaringan. Tapi, siapa pun pelakunya, Bachrul yakin, pasti orang dekat. "Kan nggak setiap orang bisa masuk ke tempat tidur pribadi," katanya. Sehari setelah pembantaian itu, mobil Kijang milik korban ditemukan di Kalideres, Cengkareng, Jakarta Barat, dalam keadaan tak utuh. Dua lampu depan dan koil mobil itu sudah lenyap. Di dalam mobil itu ditemukan kunci rumah milik korban. Selain itu, di rumah korban ditemukan buku cek Akita Bank milik Riama. Pada salah satu slip cek tersebut tertulis uang Rp 200 juta yang telah diserahkan ke Bd (tapi dicairkan sendiri di bank oleh korban) pada 12 Desember 1993. Mengapa uang tersebut untuk Bd? Siapakah Bd itu, apakah ia rekan korban dalam bisnis, dan bergerak di bidang apa, hal inilah yang masih dilacak polisi. Hingga Jumat pekan lalu, belum jelas motif pembunuhan ini. Polisi telah memeriksa semua kartu ucapan selamat, bunga, atau tanda lainnya yang menunjukkan siapa orang yang sering berhubungan dengan Riama. "Dan kami sudah punya catatan beberapa orang yang dicurigai," kata Bachrul kepada Rihad Wiranto dan Ricardo Indra dari TEMPO.Widi Yarmanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum