Setahun silam Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat, yang dipimpin Jasinta Daniel, menghukum Presiden Direktur PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR), Ramli Araby, delapan tahun penjara dan denda Rp 10 miliar. Ramli, menurut hakim, bersalah melakukan tindak pidana perbankan. Terdakwa dinyatakan bersalah karena menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, tanpa izin dari pimpinan Bank Indonesia. Artinya, Ramli dipersalahkan melanggar Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.
Dua pekan lalu Mahkamah Agung mengukuhkan putusan tersebut dengan menolak kasasi yang diajukan Ramli. Artinya, Ramli tetap mendekam dalam penjara menjalani akibat perbuatannya. Ramli mulai ditahan Polisi Resor Sukabumi pada Agustus 2002 setelah tak bisa mengembalikan dana milik 6.500 investor senilai Rp 413,127 miliar sejak April. Bisnis perkebunan yang dikelolanya tak mampu lagi memberikan keuntungan kepada para penanam modalnya. Bahkan modal dasarnya juga tak bisa dikembalikan. Itu karena bisnis yang dijalankan tak masuk akal.
Bisnis semacam itu masih saja tetap diminati, sampai terulang seperti yang terjadi pada PT Kebun. Tak sedikit juga yang menikmati keuntungan. Misalnya, yang terjadi pada Retno Ruswita. Ia bisa mendapat kembali modal dan profit saat ikut QSAR. Namun, saat menjadi investor PT Kebun, ia kehilangan dana Rp 100 juta. Berdasarkan catatan Departemen Pertanian, ada 49 perusahaan profit sharing yang bergerak di bidang agrobisnis yang mulai kesulitan likuiditas dan terancam kolaps.
Djaslim Suin beruntung dakwaan jaksa mengarahkan ke penggelapan, yang ancaman hukumannya lebih ringan, empat tahun penjara. "Seharusnya jaksa membidik dengan tuduhan bank gelap, yang ancaman hukumannya 15 tahun penjara," kata Kosasih, salah seorang investor PT Kebun. Setidaknya Pengadilan Negeri Cibadak sudah membuktikan bahwa pelaku seperti pimpinan PT QSAR bisa dihukum delapan tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
AT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini