BERBEDA dengan Nur Usman, Nyonya Dewi, bekas bendaharawati perusahaan penerbangan Singapura (SIA) cabang Medan, gagal melepaskan diri dari tahanan, walau ia berkali-kali pula menunda sidang dengan alasan sakit. Tapi, sebaliknya ia hanya divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Hasan Gasim Shahab, dengan hukuman 2 tahun 9 bulan penjara untuk tuduhan penggelapan uang perusahaannya Rp 5,4 milyar. Sebab, "yang terbukti di sidang hanya Rp 4 milyar," begitu salah satu alasan Shahab, selesai membacakan vonisnya, Rabu pekan lalu. Nyonya Dewi alias Lim Lie Jin, 31, sekitar Maret 1983 menggegerkan Medan karena menghilang setelah menggelapkan uang perusahaannya milyaran rupiah. Polisi benar-benar kehilangan jejak. Sampai-sampai SIA mengumumkan akan memberi hadiah Rp 100 juta kepada siapa saja yang bisa menangkapnya. Dua tahun kemudian, Mei 1985, ia baru tertangkap petugas Laksusda Jaya di Jakarta. Rupanya, selama buron, ia sempat terbang ke Singapura, Surabaya, Bali, dan kemudian menetap di sebuah rumah kontrakan di Pondok Indah, Jakarta. Setelah ia tertangkap, polisi juga menahan suaminya, Chiu Hok Djin alias Kajin, pengusaha biro perjalanan PT Satsaco, Medan, karena diduga terlibat dalam kejahatan penggelapan itu. Mereka berdua dihadapkan ke pengadilan. Tapi, seperti juga kasus Nur Usman, perkara Dewi tertunda-tunda akibat terdakwa berkali-kali mengajukan alasan sakit. Pada sidang 2 Desember, misalnya, ia berjanji akan hadir pada sidang berikutnya. Tapi, lima hari kemudian, ternyata ia ingkar: malah terbaring di Klinik Sarah, operasi amandel. Barulah, 11 Desember, ia muncul kembali di sidang untuk mendengarkan tuntutan jaksa. Tapi, baru satu jam sidang berlangsung, ia kelihatan pucat dan tiba-tiba meringis memegangi dadanya. Ia sempat diinfus di poliklinik pengadilan, sebelum diberi izin oleh hakim untuk diopname di rumah sakit selama tujuh hari. Majelis Shahab ternyata tidak menggubris ulah itu: sidang tetap berjalan, walau Dewi tidak hadir. Sebab, masa penahanan Dewi akan habis tepat pada hari Natal lalu. Karena itu pula, Shahab menetapkan, masa penahanan tidak termasuk lzin opname yang diberikannya. Berkat cara itu, ketika vonis dibacakan, Dewi dan Kajin - yang masing-masing dituntut 4 dan 3 tahun penjara - bisa hadir di sidang dengan status tahanan. Dewi, yang dilahirkan di Lubukpakam, hari itu kelihatan segar. Tubuhnya yang mungil kembali berisi dan pipinya lebih merah dari biasanya. Vonis hari itu, menurut komentar banyak orang, memang ringan - setidaknya dari tuntutan jaksa. Sedangkan suaminya juga cuma diganjar 2 tahun 3 bulan penjara. Menurut Majelis Hakim, Dewi dan Kajin memang terbukti menggelapkan uang SIA. Caranya, selaku kasir, Dewi sejak 1981 memalsukan bukti penerimaan setoran agen-agen. Pada lembar pertama bukti setoran cargo dan tiket untuk penerbangan SQ itu untuk para agen - Dewi menuliskan jumlah uang yang sebenarnya diterimanya. Tapi, pada lembar kedua dan ketiga, ia mencantumkan angka yang lebih kecil. Selisihnya ditransfer Dewi ke rekening suaminya. Semua itu, menurut Majelis, bisa dilakukan karena didalangi oleh Manajer SIA Medan, ketika itu, Wilson Tan. Di sidang, Dewi memang membantah menikmati sendiri uang sebanyak itu. Katanya, ia hanya memakan sekitar Rp 1 milyar. Dengan uang itu ia memodali sebuah restoran di Singapura dan perusahaan ekspor udang di Medan. "Sisanya, sekitar Rp 3 milyar, diminta Wilson Tan dan William Coa serta Lee Chou Chuan," kata Dewi. Dua nama yang terakhir adalah oran SIA Singapura yang bertugas memeriksa pembukuan. "Ketiga orang itu sudah didepak dari SIA," kata seorang pimpinan SIA Medan. Faktor kerja sama dan peluang dari atasannya itu pula, menurut Shahab, yang dipertimbangkan Majelis untuk menghukum ringan Dewi. Selain itu, Majelis juga memutuskan, sebagian harta Dewi yang disita seperti dua buah rumah di Medan, sebuah di Hong Kong, dan sebuah flat di Singapura dikembalikan kepada orang yang telah membelinya dari terhukum. Hanya sebagian kecil, berupa uang tunai Rp 5 juta, sebuah orgel, video kaset, mobil, dan pesawat televisi warna yang dikembalikan ke SIA. "Putusan majelis itu jangan dikomentari dan tidak bisa dinilai. Bila tidak puas, silakan banding," ujar Shahab. Ternyata, Dewi, yang hari itu ceria memasuki sidang, seperti sudah tahu vonis hakim sebelum dibacakan. "Hakim akan menghukum saya sekitar tiga tahun, sementara suami saya dua tahun," kata Dewi, sambil senyum kepada TEMPO. Tebakannya tidak meleset jauh. Ia menerima baik vonis itu. "Sebab, di penjara itu lama-kelamaan enak juga - semuanya gratis," kaa Dewi sambil tertawa. Sementara itu, suaminya, Kajin, menyatakan naik banding. K.I. Laporan Monaris Simangunson (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini