DI Purwokerto, Jawa Tengah, ternyata ada juga arisan call.
Bandarnya, Untung Sutantyo alias Tan Tjoe Lam dan trinya Linda
Windiarti, dibebaskan dari tuntutan hukum oleh Pengadilan Negeri
Purwokerto. Merasa berada di atas angin, pasangan bandar ini
ingin membalas. Keduanya sedang mempersiapkan tuntutan perdata
terhadap beberapa toko emas di sana -- yang sebelumnya
memperkarakan suami-istri itu secara pidana.
Arisan call di Purwokerto muncul sejak pertengahan 1978 --
antara lain dibandari Sutantyo (35 tahun) dan Linda (32),
istrinya. Kelompok arisan ini mewajibkan tiap anggotanya
menyetor Rp 100 ribu untuk 26 kali penarikan yang semestinya
akan selesai Agustus 1980. Namun Agustus 1979 penarikan ke-13,
arisan tersebut macet.
Terjadi kekisruhan. Anggota arisan menyerbu toko emas milik sang
bandar. Dan menyerobot isinya. Bahkan seisi rumah Sutantyo juga
mereka sikat ada lemari-es, televisi dan lain-lain yang sempat
mereka angkut. Untung polisi cepat bertindak mengamankan.
September 1979 suami-istri bandar tersebut ditahan di kantor
polisi.
Di kantor polisi Untung Sutantyo dan istrinya membeberkan
perihal arisan call-nya. Ternyata ada 9 kelompok arisan yang
dibandarinya dan terdiri dari sekitar 300 peserta. Setorannya
macam-macam: mulai Rp 100 ribu sampai setengah juta rupiah. Ada
pula yang berbentuk 100 gram emas 24 karat. Peserta terdiri dari
berbagai lapisan masyarakat: pedagang emas, istri pejabat daerah
bahkan pejabat daerahnya sendiri juga turut ambil bagian.
Dari polisi, jaksa meneruskan perkara ke pengadilan dengan
tuduhan penggelapan dan penipuan. Untung Sutantyo dituntut
hukuman 10 bulan penjara, sedangkan istrinya 8 bulan. Setelah 7
kali sidang Hakim Sukendro Asmoro berpendapat fakta yang
dikemukakan jaksa ada benarnya. Tapi kemacetan arisan, katanya,
bukan merupakan kejahatan penggelapan atau penipuan. Kedua
terdakwa bebas dari tuntutan hukum.
Pembebasan kedua bandar arisan tersebut tentu saja menggusarkan
para peserta yang dirugikan. Pemilik Toko Emas Janoko, salah
seorang yang merasa dirugikan, mengambil upaya hukum lain: ia
menuntut perdata dengan mengajukan ganti rugi Rp 20 juta lebih.
Tapi Sutantyo, setelah bebas dari tuntutan pidana, malah ganti
menuntutnya. "Kami akan menuntut semua anggota arisan yang belum
membayar," kata istrinya.
Nyonya Emma
Sebab menurut kedua bandar tadi, sebenarnya sejak permulaan
sudah banyak anggota yang lalai memenuhi keajibannya. Demi
kelancaran, katanya, tak jarang bandar sendiri harus
mengeluarkan uangnya untuk menutupi. Tapi "apa yang kami
peroleh?" keluh Linda, "malah kami yang diserbu."
Akan halnya arisan call di Jakarta yang geger tempo hari agaknya
juga digarap polisi secara kriminal. Sejak puluhan orang
menyerbu rumah sang bandar, Nyonya Emma Turino Djunaedi pihak
Laksusda (Kopkamtibda) turun tangan. Perkara diteruskan ke
polisi. Nyonya Emma sampai ditahan dua bulan. Menurut Agha
Maryun, perwira penerangan Kepolisian Jakarta, perkara arisan
Nyonya Emma sudah diteruskan ke kejaksaan.
Tapi para penuntutnya, yang tak sabar lagl, mulai menggugat
Nyonya Emma secara perdata. Menurut Dan Suleiman, penasihat
hukum Emma, kliennya tengah menghadapi 15 buah gugatan dengan
nilai tuntutan sekitar Rp 434 juta. Salah satu di antaranya,
diajukan Nyonya K. Hutabarat yang menuntut pembayaran hampir Rp
78,5 juta. telah putus di pengadilan tingkat pertama. Oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 30 Juli lalu, bekas bandar
arisan call tersebut divonis harus membayar setengah dari
tuntutan Nyonya Hutabarat. Nyonya Emma naik banding.
Tanggal 7 April lalu salah sebuah gugatan juga mengalahkan istri
Turino. Sebuah villanya di Cipanas dinyatakan disita sebagai
jaminan. Untuk ini pun, menurut Dan, mereka menyatakan naik
banding. Gugatan lain menyusul. Begitu pula sikap kejaksaan pun
tentang perkara pidananya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini