Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Perkara 4 Pucuk Surat Dari Penjara

Sukarno dalam tahanan membuat 4 surat untuk jagung belanda disertai surat pengunduran diri dari partindo. ia siap bekerjasama dengan belanda. komentar pihak belanda, ia tak berubah menjadi teman belanda.

26 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1933 adalah tahun sulit bagi Sukarno. Sekeluar dari penjara ia menghadapi pertengkaran sengit antara Partindo lawan PNI-Baru. Sejak PNI-Baru masih bernama "Golongan Merdeka" (Sudjadi), nama inipun dipilih untuk menegaskan bahwa mereka adalah golongan yang merdeka dari Partindo (Sartono). Permusuhan dua kubu non-kooperasi itu menjadi sengit ketika Sartono membubarkan PNI. Lebih-lebih lagi ketika Syahrir dan Hatta sudah pulang ke tanah air. Kedua partai radikal ini berebut klaim: siapa lebih memahami perjuangan. siapa lebih pintar menganalisa situasi penjajahan, dan siapa pula yang lebih dekat dengan rakyat. Apa boleh buat! Keluar dari penjara Sukarno tak segera memilih salah satu partai. Malah ia bersumpah 'selama hayat dikandung badan' akan berjuang mempersatukannya. Usahanya ternyata gagal total. Sekali peristiwa, ketika ia ingin menghadiri rapat PNI Baru di Bandung, ia ditolak mentah-mentah dengan alasan bukan anggota partai. Kejadian ini membuat Sukarno masgul dan sakit hati. Tibalah saatnya untuk memutuskan masuk Partindo. 'Kini saya masuk Partai Indonesia. Supaya orang melihat di mana Bung Karno duduk'. Rupanya pertengkarannya dengan Hatta-Syahrir tentang 'persatuan' dan 'non-kooperasi' menjadi pasal dasar yang menyebabkan mereka tak bisa ketemu. Meskipun diajak, Syahrir benar-benar tak mau ketemu muka dengan Sukarno, demikian juga Maskun. Ditangkap De Jonge Sejak masuk Partindo Sukarno sibuk mengadakan rapat-rapat massal. Ia berkeliling, antara lain ke Kebumen, Ambarawa, Semarang dan Batang. Dari 17 rapat hanya 4 dapat dilangsungkan sampai selesai. Selebihnya distop polisi. Gubernur Jenderal De Jonge (1931-1936) memang ganas. Belanda satu ini berkata: 'Belanda memerlukan 300 tahun yang berikut di Indonesia agar bangsa ini bisa sampai pada tahap siap untuk berdiri sendiri'. Ditambahkannya pula: 'Kita telah memerintah negeri ini selama 300 tahun dengan cambuk dan pentung, dan kita masih akan menggunakannya 300 tahun mendatang.' De Jonge yang gugup dengan peristiwa pemberontakan kapal Zeven Provincien (Februari 1933) makin kalap. Dan ketika Sukarno merencanakan aksi simultan di Ja-Tim, ia pun ditangkap tanggal 1 Agustus 1933. Dalam tahanan keluarlan keempat pucuk surat yang 'tak seorangpun ingin percaya' itu. Adapun keempat surat tersebut semuanya ditujukan kepada Jaksa Agung Belanda. Di salah satu surat tersebut diselipkan surat untuk pengurus Partindo. Yang berisi pengunduran diri dari partai tersebut karena tak bisa lagi menyetujui prinsip perjuangan partai tersebut. Di masa depan Sukarno akan bekerja sama dengan pemerintah penjajah. Surat yang sarat rintihan duka lara tersebut antara lain berbunyi (dalam bahasa Belanda): "Saya memanjatkan permohonan ini ke hadapan paduka dan pemerintah agar berkenan kiranya membebaskan diri saya. Saya berjanji akan meninggalkan gelanggang politik .... Saya mohon dengan sangat .... agar diri saya dilindungi dari tuntutan hukum ... Saya berterimakasih, dan jika sudah bebas nanti saya akan nenunjukkan rasa terimakasih itu dalam tindakan saya. Sekarang ini saya telah berubah sikap .... Kasihanilah saya yang menanggung sengsara ini .... Syarat-syarat yang mesti saya penuhi demi pembebasan diri saya .... saya bersedia menerima tuntutan macam apa pun .... " Tak ada yang sangsi bahwa surat tersebut benar asli. Tentu saja meskipun surat itu misalnya bernilai sastra tinggi, tak akan turut dimuat dalam kumpulan karangan Sukarno. Namun surat minta undur dari Partindo telah beredar luas. Dan gegerlah dunia pergerakan. Jiwa renta Ada yang mengatakan langkah Sukarno itu karena pertimbangan keluarga. Ada yang mengatakan bahwa ia mengikuti nasihat para sahabatnya dari kubu kooperator, dengan alasan bahwa ia akan lebih berguna di barisan kooperator daripada non-kooperator. Ada pula yang mengatakan bahwa tindakan tersebut hanyalah satu taktik untuk mencegah agar teman-teman seperjuangannya tidak mendapatkan perlakuan yang lebih ganas dari De Jonge. Tapi kebanyakan (baik lawan maupun kawan) menganggap bahwa Sukarno terbukti lemah wataknya. Khususnya saat ia menghadapi ancaman fisik. Di tahanan ia mengalami depresi mental yang tak tertanggungkan. Tapi beberapa hati kemulian ketika suasana masih geger, Sukarno diinterogasi. Dicatat komentar dari pihak Belanda hari berikutnya 'tak ada alasan untuk mempercayai pertobatan Sukarno'. Penulis biografi Sukarno, Dr. Bernard Dahm menulis: Sukarno tak pernah berubah menjadi teman Belanda. Ia bertobat hanya dari pemujaannya terhadap prinsip belaka. Tahun 1941 (setelah hampir 8 tahun di pengasingan) Dr. G.F. Pijper, penasihat pemerintah di Volksraad mengunjungi Sukarno di Bengkulu, meminta agar ia mau menulis artikel yang pro Belanda demi pembebasannya. Sukarno menolak permintaan itu dengan geram. Bagaimanapun, keempat surat dari penjara itu tetap tersembunyi sebagai teka-teki. Tak bisa diungkap apa gerangan maksud sebenarnya. Sukarno sampai akhir hayatnya memang banyak menyimpan teka-teki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus