Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Di Sana Siapa Yang Terasing

Pemukiman kembali suku-suku terasing di palolo dan di desa wataku menemui kesulitan dengan adanya perumahan yang dihuni oleh bukan masyarakat suku terasing.

26 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMANCING anggota-anggota suku terasing agar bermukim dengan tetap, agaknya belum sepenuhnya berhasil di Sulawesi Tengah. Tak sedikit di antaranya yang lari ke hutan lagi. Malahan beberapa rumah yang disediakan bagi mereka di daerah-daerah pemukiman, ditempati oleh orang-orang yang tak terasing lagi. Desember 1979 berbondong-bondonglah 300 KK (kepala keluarga) Suku Merui turun dari pegunungan. Mereka menempati proyek pemukiman kembali (resettlement) Tongoa Kamarora, Palolo, di Kecamatan Blro Maru, Kabupaten Donggala. Di sini sejak 1978 didirikan 500 buah rumah untuk 500 KK masing-masing berukuran 5 x 7 meter untuk orang-orang suku terasing itu. Beratap seng, berdinding papan, tiap rumah dibangun dengan biaya Rp 247.000 sebagai proyek Dinas Kehutanan Prov. Sul-Teng. Tapi ketika 96 KK siap diturunkan kembali -- sebagai tahap berikutnya untuk menggenapkan jumlah 500 KK tadi -- ternyata rumah-rumah di proyek pemukiman itu sudah penuh terisi. Waktu diteliti penghuni yang berjumlah 200 KK itu bukan suku terasing. Tak diketahui siapa mereka sebenarnya. Kepala Bidang Perencanaan Dinas Kehutanan Sul-Teng? Ir. F. Paseru, bahkan tidak tahu ada penghuni liar itu. Tapi akibatnya, anggota-anggota suku terasing yang tadinya sudah bersiap-siap turun, buru-buru kembali lagi ke tengah hutan. Kejadian hampir sama terdapat pula di proyek pemukiman di Desa Wataku, Kecamatan Banawa, Donggala. Proyek ini mulai disiapkan pada 1976 untuk 280 KK suku terasing di atas tanah 370 hektar. Tapi karena sampai proyek itu selesai seluruhnya hanya ada 74 KK suku terasing yang mau dimukimkan, maka sisanya dihuni oleh mereka yang ternyata tak terasing lagi -- antara lain purnawirawan ABRI. "Pokoknya rumah-rumah itu terisi dan tanah tergarap," kata Drs. S. Sarungu, kepala Direktorat Pembangunan Desa Sul-Teng. Lebih-lebih lagi, tambahnya, agar anggota suku terasing itu belajar cara-cara bertani kepada mereka yang lebih berpengalaman. Tapi masalah lain sewaktu-waktu masih dapat muncul dari para anggota suku terasing yang kini telah menetap. Di Tongoa Kamarora, misalnya, bantuan beras (70 kg), gula (1 liter) dan ikan asin (2 kg) untuk tiap KK selama 9 bulan, kini tinggal 4 bulan lagi. Padahal tanah pertanian yang dijanjikan seluas 1 3/4 hektar belum selesai dibagikan. Lebih-lebih lagi, bantuan beras yang pada bulan-bulan pertama 70 kg tiap KK. Bulan-bulan berikutnya menjadi 70 liter dan sejak 2 bulan terakhir menjadi 50 liter. Tentang hal itu diakui Alex Sibala, pemilik CV Bukit Kulawi Jaya yang memborong proyek pemukiman itu dan sekaligus bertanggung jawab terhadap penyediaan pangan penghuninya. Dia berjanji akan mengganti kekurangan jatah beras tadi. Tapi apa pun yang dijanjikan Alex, belum lama ini 80 KK suku terasing di Tongoa kembali lagi ke hutan. Diduga karena mereka tidak puas terhadap fasilitas yang ada di proyek pemukiman kembali itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus