Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pendamping korban dugaan kekerasan seksual oleh pria penyandang disabilitas di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengungkapkan ancaman-ancaman yang diberikan oleh pelaku berinisial IWAS alias Agus terhadap korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ade Lativa Fitri, pendamping korban MA, mengatakan bahwa Agus, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian, mengancam MA agar mau menuruti keinginannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di awal perkenalan mereka, Agus sempat menggali informasi pribadi korban MA. Hal ini diduga dia lakukan ketika sang korban berada dalam kondisi menangis ketakutan usai melihat sepasang laki-laki dan perempuan yang melakukan adegan dewasa di Taman Udayana, Mataram, NTB.
Setelahnya, Adel berujar, pelaku mengatakan kepada korban bahwa mereka terikat. “Pelaku itu bilang, ‘sekarang kamu sudah terikat sama saya, kamu sudah nggak bisa kemana-mana karena saya sudah tahu masalah-masalah kamu tentang hidup kamu’,” tutur Adel melalui sambungan telepon, pada Rabu, 4 Desember 2024.
Adel mengatakan, korban sebetulnya tidak memahami maksud Agus. Namun, korban masih dalam posisi ketakutan bahwa Agus sudah mengetahui masalah-masalahnya. Menurut Adel, Agus kemudian menawarkan korban untuk mandi suci supaya ‘dosa-dosa masa lalunya hilang’.
“Korban nggak langsung mengiyakan, korban itu menolak, korban bilang, ‘bertaubat itu urusan pribadi, saya bisa sendiri’,” ujarnya.
Penolakan itu disebut memicu ancaman lain dari tersangka. Agus diduga mengancam akan membeberkan masa lalu atau aib korban ke orang tuanya. “Masalahnya, kondisi psikologis korban saat itu adalah dia ketakutan karena melihat adegan tadi, ditambah dengan, kok orang ini bisa tahu masalah-masalahnya, padahal baru ketemu, sehingga kemudian korban juga berpikir ada kemungkinan juga si pelaku bisa tahu orang tuanya ada di mana,” kata Adel. Menurut Adel, tersangka juga sempat mengancam dengan menyatakan ‘nanti hidupmu akan hancur’ kepada korban.
Korban, Adel menjelaskan, merasa tidak ada pilihan lain selain mengikuti kemauan tersangka. Mereka pun pergi ke sebuah homestay. Di dalam kamar, korban sempat menangis dengan suara setengah berteriak.
Namun, pelaku diduga mengancam korban lagi. “Selain menggunakan ancaman yang sama soal orang tua, soal hidup hancur, pelaku juga bilang, ‘kalau kamu menangis, teriak, orang di luar itu bakal dengar. Kalau orang datang, mereka akan nikahin kita’,” ucap Adel. Korban MA, kata Adel, merasa terdesak dan terpaksa mengikuti kemauan Agus.
Adapun kasus ini menuai pro dan kontra, serta memicu perdebatan di media sosial. Pasalnya, seorang pria penyandang disabilitas fisik diduga melakukan kekerasan seksual terhadap MA, mahasiswa perempuan di Mataram, NTB.
Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) menetapkan pria difabel itu sebagai tersangka dan sudah menyerahkan berkas perkara pelecehan seksual fisik tersebut kepada Kejaksaan Tinggi NTB.
Saat ini, tersangka Agus menjalani proses hukum sebagai tahanan rumah. Kebijakan ini diambil oleh penyidik Polda NTB dengan mempertimbangkan kondisi tersangka yang merupakan penyandang disabilitas, dan juga fasilitas di Polda NTB yang belum memadai untuk menangani tersangka dengan disabilitas.