Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dugaan Peretasan Akun WNA Denmark, Anggota DPR: Belum Ada Bukti Polisi Jadi Alat Pembungkaman

Dalam pernyataan di media sosial, WNA itu mengaku menjadi korban peretasan dan doxing setelah menyuarakan isu korupsi di Indonesia.

7 April 2025 | 13.36 WIB

Ilustrasi proses peretasan di era teknologi digital. (Shutterstock)
Perbesar
Ilustrasi proses peretasan di era teknologi digital. (Shutterstock)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas, menanggapi dugaan peretasan akun seorang warga negara Denmark oleh kepolisian, setelah warga negara asing (WNA) itu mengkritik pemerintahan Indonesia. Hasbiallah menyatakan tidak ada bukti polisi digunakan sebagai alat untuk membungkam kritik terhadap pemerintah adalah sesuatu yang berlebihan.

"Kekhawatiran Polri menjadi alat pembungkaman terlalu berlebihan," kata dia kepada Tempo lewat aplikasi perpesanan pada Minggu malam, 6 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hingga saat ini, kata anggota DPR itu, belum ada bukti yang menunjukkan tim Cyber Polri secara institusional melakukan doxing sebagai upaya meredam kebebasan berpendapat. Hasbi justru mengklaim bahwa keberadaan polisi siber berperan penting dalam mencegah penyebaran ujaran kebencian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Memang ada dugaan oknum tertentu yg menyimpang, tapi itu masih wajar, tidak ada yang sempurna seratus persen," ujar dia.

Hasbi mengatakan polisi akan berjalan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang tertera di Undang-Undang Polri. Menurut dia, anak buah Listyo Sigit Prabowo itu tidak akan ada yang berkerja melenceng dari semangat reformasi. 

"Dalam berbagai peristiwa politik dan suksesi pemerintahan selama era reformasi ini, saya berpendapat Polri telah teruji sebagai institusi negara yang hanya loyal kepada negara dan konstitusi, tidak berpihak dan menjadi alat kekuasaan," tuturnya. 

Sebelumnya dugaan peretasan oleh aparat ini menimpa Sverre Dahl Nielsen, seorang eks WNI yang kini berkewarganegaraan Denmark. Dalam pernyataan tertulis yang diunggah di media sosial, ia mengaku menjadi korban doxing setelah menyuarakan isu korupsi di Indonesia.

Sverre menyebut bahwa upaya peretasan dan doxing yang dialaminya dilakukan oleh kepolisian Indonesia. Atas insiden tersebut, ia melaporkannya ke kepolisian Denmark. Tak lama setelah itu, Sverre memutuskan untuk menarik diri dari aktivitas di media sosial demi alasan keamanan.

Menurut Sverre, pihak kepolisian Indonesia telah menyampaikan permintaan maaf secara resmi, bahkan seorang perwakilan datang langsung ke rumahnya untuk menyampaikan permintaan maaf tersebut. Setelah mempertimbangkan berbagai hal, Sverre akhirnya memutuskan untuk memaafkan tindakan tersebut.

Sverre menjelaskan bahwa alasannya memaafkan adalah karena kasus ini berpotensi melibatkan Interpol, yang bisa berdampak pada hubungan diplomatik antara Indonesia dan Denmark. Ia juga khawatir, masyarakat Indonesia yang tinggal di Denmark bisa ikut terdampak akibat persoalan ini.

Keputusan itu diambil Sverre atas saran dari orang tuanya. Selain itu, pihak kepolisian Indonesia disebut telah memberhentikan oknum yang terlibat dalam peretasan tersebut. Tindakan itu pun diklaim sebagai inisiatif pribadi oknum, bukan bagian dari kebijakan institusi.

Tempo sudah menghubungi Kepala Biro Penerangan Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko untuk mengonfirmasi apakah benar Polisi yang melakukan hal tersebut. Namun, hingga berita ini ditulis, Trunoyudo belum memberikan tanggapan.

Pilihan Editor: PFI dan AJI Semarang Kecam Pemukulan yang Dilakukan Ajudan Kapolri terhadap Jurnalis

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus