Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dukun Kaget Dari Kebun Mangga

Seorang pedagang kelontong di pasar Kebayoran Lama tiba-tiba mendapatkan ilham bisa menyembuhkan orang. Pasiennya meninggal waktu diobati. (krim)

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESAWAT telepon di ruang piket kepolisian Kosek 704-01, Kebayoran Lama di Jakarta Selatan berdering Ketua RW (Rukun Warga) 03, Kelurahan Cipulir, melaporkan kejadian yang mengundang tanda tanya Syamsu Basri, warganya yang mengobati Mutiar dengan pengobatan cara dukun, belum juga selesai dengan pekerjaannya. Padahal ia bekerja sejak pagi hari--2 Desember lalu. Malahan si pasien nampak gawat ia mengerang dan wajahnya berdarah. Empat petugas polisi segera datang ke rumah Syamsu di Jalan Kebun Mangga. Rumah tembok dalam gang yang cukup besar itu sudah dikerumuni para tetangga. Ayah si pasien, Sufi, dan istrinya yang bernama Yasni yang menggendong bayi, pun ada di sana. Polisi menjumpai Mutiar terbaring di lantai. Kepalanya berbantal Al Qur'an dan di atas perutnya juga ada sebuah Al Qur'an. Wajah Mutiar, 23 tahun, pedagang kelontong di Pasar Kebayoran Lama itu penuh torehan. Rambutnya di bagian depan tampak seperti bekas dipotong. Darah mengalir dari kedua telinganya. Komandan Kosek 704-01, Kapten Pol. Adang Darajatun, segera diberitahu. Perwira muda lulusan Akabri sepuluh tahun lalu itu segera datang. Di tempat kejadian Adang menjumpai Syamsu, 35 tahun, yang berbadan sedang, sedikit tegap dan berkulit kuning itu, tengah berada di atas loteng tempat menjemur pakaian. Ia memegangi keris sembari mulutnya komatkamit. Ia berteriak lantang ketika polisi menyuruhnya turun: "Jangan ganggu dia (maksudnya Mutiar). Pukul 7 nanti dia bangun. Mula-mula polisi menuruti kemauannya. Tapi sampai lewat pukul 19.00 korban tak juga bangun. Polisi sekali lagi memerintahkan Syamsu turun. Syamsu akhirnyamenurut tanpa perlawanan. Ia lalu dibawa ke kantor polisi. Bagi para tetangga Syamsu, peristiwa hari itu terasa ganjil. Syamsu, sehari-harinya berdagang barang kelontong (gelas, panci, kompor dan lain-lain) di Pasar Kebayoran Lama, boleh dibilang sebagai "dukun kaget". Ditemui di Kosek 704-01, ia mengaku belum pernah berguru ilmu perdukunan kepada siapa pun. "Saya sejak kecil tidak pernah tertarik ilmu begituan," katanya sembari tak henti-hentinya mengisap rokok. Syamsu lahir di Bukittinggi. Berdagang kelontong sejak lima tahun lalu. Sehari, katanya, ia bisa membawa pulang keuntungan sekitar Rp 5.000 - Rp 10.000 -- cukup untuk menghidupi istri dan delapan anaknya. Rumahnya yang cukup bagus itu dibangun pula dari hasil berniaga. Sejak empat bulan lalu, ia mengaku, mengerjakan sembahyang lima waktu tadinya tak pernah teratur. Pada malam Kamis, 19 November lalu, ia bermimpi bertemu dengan seorang berjubah putih yang memperkenalkan diri bernama Syech Maulana Malik Ibrahim. "Roh"nya konon ada dalam keris milik Syamsu. Yaitu keris kecil, sepanjang kurang lebih 20 cm, pemberian seorang kiai asal Cirebon bernama Nasuki. Ia ketemu kiai itu waktu pergi ke Palembang sekitar tiga tahun lalu. "Kuburan saya ada di Masjid Agung Cirebon," kata orang berjubah itu. Ia meminta agar Syamsu merawat keris yang dipunyainya, dengan menyediakan: selembar kain putih, satu kotak cerutu, kembang tujuh rupa, kemenyan minyak wangi, beras, jeruk nipis dan sebuah Al Qur'an. Besok malamnya, malam Jumat Kliwon, keris itu harap ditaruh di dekat benda-benda itu. Setelah keris dirawat, kata orang berjubah, Syamsu akan bisa mengobati segala macam penyakit. Syaratnya. dia tidak boleh minta bayaran. Syamsu pun lalu menyiapkan semua benda-benda yang disebut dalam mimpinya. Memang betul, katanya, setelah melaksanakan pesan dalam mimpi dia merasa punya "ilmu". Ia, yang tak pernah belajar mengaji, merasa bisa menerjemahkan ayat-ayat Al Qur'an. Bila mendengar orang adzan, katanya, "mulut saya kontan menerjemahkah artinya." Syamsu ingin membuktikan ilmunya. Kebetulan seorang adiknya, Syamsi, dijangkiti penyakit: mabuk asmara pada seorang pelacur yang sudah punya anak tiga. Keinginannya itu ditentang semua keluarganya--termasuk Syamsu. Setelah sembahyang dhuhur, Syamsu langsung menghampiri adiknya, lalu menepuk kepala serta kupingnya. Dan Syamsu lalu berkata bahwa hubungan Syamsi dengan pacarnya akan putus hari itu juga. Seperti tersadar dari suatu pengaruh, Syamsi menyangkal pernah jatuh cinta pada WTS beranak tiga itu. Makin Buruk Beberapa hari kemudian, 2 Desember lalu, di pagi buta Mutiar datang ke rumahnya, dalam keadaan ketakutan dan merasa badannya panas. Mutiar mengaku pernah berguru agar punya ilmu kebal. Sebab di pasar ia sering bertemu dengan jagoan yang suka memungut pajak tak resmi dengan paksa. Oleh gurunya, ia disuruh minum darah anjing dan babi. Mutiar, saudara sepupu Syamsu, kini sadar dan ingin melepaskan ilmunya itu. Karena Mutiar merasa panas, Syamsu mempersilakannya masuk ke dalam ember besar dengan kaki terlipat. Sebuah Al Qur'an ditaruh di kepala dan yang sebuah lagi di dada. Lalu Syamsu mengguyurnya dengan air. Setelah diguyur berulang-ulang, sampai sekitar pukul 14.00, keadaan Mutiar agak membaik. Tapi ia lalu kumat lagi. sadannya kejang dan tangannya menggigil. Ia minta agar rambut dipotong. Karena, katanya, "penyakit"nya ada di sana. Syamsu, menurut pengakuannya, lalu mencari gunting dan memotong rambut. Tapi Mutiar malah minta rambutnya diseset. Kejang-kejang korban ternyata berkelanjutan. Seperti ada yang menyuruh, katanya, Syamsu mengambil kerisnya, lalu menempelkannya di tangan, wajah dan dada Mutiar. Keris itu bergetar keras. serarti "penyakitnya ada di situ," ujar Syamsu kemudian. Sembari memainkan keris, Syamsu tak henti-hentinya menyebut kebesaran nama Tuhan. Tapi keadaan Mutiar makin buruk. Maka Syamsu memanggil tetangganya yang bisa membaca Al Qur'an. Seorang tetangganya lalu mengaji. Motif Lain Selama proses pengobatan itu, ayah korban ikut menyaksikan. Begitu juga istri korban yang menggendong bayinya. Menurut keterangan beberapa saksi, Syamsu tak hanya menempelkan kerisnya di atas tubuh Mutiar. Ia juga menorehkan ujung kerisnya, yang nampak kotor karena tak terawat, ke wajah dan kepala bagian bawah si korban. Syamsu, begitu ceritanya, juga memukuli kepala Mutiar, hingga telinga si korban mengeluarkan darah. Dan yang keterlaluan Syamsu juga menginjak-injak dada kor korban. Sampai pukul 16.00, keadaan korban tak juga membaik. Syamsu segera naik ke loteng. Dan meneruskan ikhtiarnya di sana. Tapi, melihat keadaan suaminya sudah sedemikian rupa, sang istri tak tahan. Ia lapor pada Ketua RW di situ -- yang lalu meneruskannya ke polisi. "Saya sangat menyesal. Mungkin Mutiar ditakdirkan meninggal waktu saya obati," ujar Syamsu. Tapi, katanya lagi, sebenarnya Mutiar tidak bakal mati kalau saja di petanghari itu--setelah keadaan Mutiar makin gawat -- semua yang melihatnya tenang-tenang saja. Tapi, katanya, ternyata "ada yang bilang inna lillahi . . . berarti ada yang ikhlas kalau dia meninggal, akibatnya dia meninggal." Kapten Adang Darajatun, nampak tak habis pikir menyaksikan kasus seperti itu. Sejak ia menjabat Dan Kosek, setahun lalu, baru pertama kali itu ia menghadapi kasus yang aneh. Peristiwa yang menimpa Mutiar, katanya, "mungkin karena Syamsu ingin mencoba ilmunya itu." Tapi ia tak menutup kemungkinan ada motif lain di balik itu. Yang jelas hubungan Mutiar dan Syamsu nampaknya cukup akrab. Di samping masih punya hubungan famili, mereka pun sama-sama berdagang di Pasar Kebayoran Lama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus