Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Eddy Sindoro Mangkir Panggilan KPK di Kasus Dugaan Pencucian Uang Nurhadi

Pemeriksaan Eddy Sindoro semula dijadwalkan berlangsung pada hari Selasa di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 13 Agustus 2024.

14 Agustus 2024 | 11.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Terdakwa mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro mendengarkan keterangan saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 14 Januari 2019. Jaksa penuntut umum KPK menghadirkan lima saksi salah satunya terpidana Panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution terkait korupsi kasus suap memberikan hadiah atau janji dalam pengajuan peninjauan kembali pada PN Jakarta Pusat. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro mangkir dari pemeriksaan sebagai saksi dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi di KPK, Selasa.

"Saksi tak hadir tanpa keterangan," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemeriksaan Eddy semula dijadwalkan berlangsung pada hari Selasa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, namun dia tidak memberikan keterangan apa pun soal ketidakhadirannya kepada penyidik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Eddy Sindoro, namun belum ada kepastian mengenai jadwal baru.

Pada April 2021, KPK menginformasikan membuka penyidikan baru atas dugaan pemberian suap, penerimaan gratifikasi serta pencucian uang Eddy Sindoro alias ES.

"Saat ini KPK telah menaikkan status penyidikan tindak pidana korupsi berupa dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan perkara dari ES dan kawan-kawan. Selain itu, telah dilakukan penyidikan dalam dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat itu.

Namun, detail perkara serta tersangka dalam penyidikan tersebut tidak dijelaskan.

"Penerapan TPPU ini karena ada dugaan terjadi perubahan bentuk dan penyamaran dari dugaan hasil tindak pidana korupsi kepada pembelian aset-aset bernilai ekonomis seperti properti maupun aset lainnya," tutur Ali.

Ali mengatakan, bila kegiatan penyidikan telah cukup, KPK akan menginformasikan pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka. "Kami memastikan setiap perkembangan mengenai kegiatan penyidikan perkara ini akan selalu sampaikan kepada masyarakat," ujarnya.

Pada 6 Maret 2019, Eddy Sindoro telah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan penjara. Hakim menyatakan Eddy terbukti menyuap mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS (senilai total Rp877 juta).

Perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto dan Doddy Aryanto Supeno.

Tujuan pemberian uang itu adalah agar Edy Nasution mengurus dua perkara. Dalam perkara pertama, yaitu PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan PT Kwang Yang Motor Co.Ltd (KYMCO) pada 2013-2015, Edy Nasution diminta menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT MTP. Untuk perkara ini, panitera itu mendapat imbalan Rp150 juta.

Pada perkara kedua, Edy Nasution terbukti menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Edy mendapat imbalan 50 ribu dolar AS.

Dalam persidangan terungkap bahwa Eddy Sindoro pernah bertemu dengan Nurhadi. Dalam pertemuan itu, Eddy menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan. Nurhadi kemudian menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas PK.

Dalam perkara suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016 itu, KPK telah memproses Nurhadi dan Rezky Herbiyono dari pihak swasta atau menantu Nurhadi. Keduanya terbukti  menerima suap dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

Nurhadi dan Rezky dijatuhi pidana penjara 6 tahun. Mereka juga dijatuhi pidana denda Rp500 juta dengan ketentuan, apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Berdasarkan putusan kasasi MA pada 24 Desember 2021, keduanya dinyatakan terbukti menerima suap sejumlah Rp35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp13,787 miliar.

Pilihan Editor: Top 3 Hukum: Kasus Korupsi yang Diduga Menjerat Airlangga Hartarto di Kejagung, Armor Toreador Ditangkap Kasus KDRT Cut Intan Nabila

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus