ORANGTUA mana yang tak panik jika anak gadisnya lenyap tak tentu rimbanya. Itu pulalah yang dialami orangtua Fauziah -- bukan nama sebenarnya. Anak bungsunya, yang baru duduk di kelas I sebuah SMP di Jambi, lenyap hampir seminggu. Baru pada hari keenam, gadis kecil itu dengan tertatih dan pakaian kumal muncul kembali di rumahnya. Apa yang terjadi? Gadis berusia 13 tahun itu dalam waktu enam hari telah diperkosa 22 pemuda secara bergantian. Bak "piala bergilir" ia dipindah dari rumah ke rumah dan diperkosa oleh lelaki yang berlainan. Kasus yang menimpanya agaknya jauh lebih mengerikan dibanding kasus Sum Kuning di Yogya, 1970, dan kasus gadis sebaya Fauziah di pantai Padang akhir bulan lalu (TEMPO, 2 Desember 1989). Suatu petang, Oktober lalu, Fauziah seperti biasa berjalan kaki melintas kawasan Telanai Pura, Jambi, sepulang sekolah. Dalam perjalanan itu, muncul Isomuddin, 22 tahun, menggodanya. Gadis itu tersenyum karena tak menyangka apa-apa. Tiba-tiba, Iso memaksa gadis itu ikut ke tempat tinggalnya, sebuah rumah petak di belakang Universitas Jambi. Fauziah tak berkutik karena Iso, mahasiswa IAIN (Institut Agama Islam Negeri), mengancam akan memukul Fauziah. Di bawah ancaman, gadis itu terpaksa membiarkan dirinya diciumi dan digerayangi. Masih tak cukup, seragam sekolah gadis itu dilucuti Iso dan anak perawan bau kencur itu diperkosanya berkali-kali malam itu. Keesokannya, gadis berkulit hitam manis itu dikurung Iso di kamarnya. Biadabnya, ia malah "menawarkan" Fauziah pada temannya, Yunus, 22 tahun. Yunus, lulusan Sekolah Guru Olahraga dan pegulat itu, bagai dapat durian runtuh. Anak itu dipindahkannya ke kamarnya. Di situ, pegulat berbadan gempal itu meniduri Fauziah semalam suntuk. Esoknya, Yunus mengoper Fauziah ke tetangganya yang lain. Giliran Afrizal, 18 tahun, pelajar SMA Negeri 5 Jambi, menodai Fauziah. Kejamnya, Afrizal mengajak sekaligus delapan temannya untuk mencicipi "hidangan" gratis itu. Penderitaan Fauziah belum berakhir. Setelah itu ia masih digilir di rumah lain. Sekali lagi ke rumah Yunus. Baru pada hari keenam, Fauziah dibebaskan. Seorang di antara pemerkosa mengantar anak malang itu hingga ke pinggir jalan besar. Begitu gadis itu sampai di rumahnya, ayah si gadis yang asal Kebumen, Jawa Tengah, segera melapor ke polisi. Polisi, berkat seorang saksi, segera menangkap pemuda yang mengantarkan Fauziah ke tepi jalan. Dari pemuda itulah polisi mengungkap seluruh kasus itu. Sampai pekan lalu, Kepolisian Resort Kota (Polresta) Jambi telah menangkap 13 dari 22 tersangka. Rabu pekan lalu, berkas perkara perkosaan itu dilimpahkan polisi ke Kejaksaan Negeri Jambi. Dari 22 tersangka itu -- 9 pelaku masih buron -- tiga orang mahasiswa IAIN Jambi, beberapa orang murid SMA Negeri 5 Jambi, 3 anak putus sekolah dan seorang lagi lulusan Sekolah Guru Olahraga tadi. Para pelaku itu, menurut Kapolresta Jambi Juridis Darwys, umumnya belum pernah terlibat perkara kriminal. "Kebanyakan dari mereka mengaku melakukan perbuatannya karena ingin mencoba persetubuhan," ujar Juridis. Yang disesali Juridis adalah ketegaan para pelajar dan mahasiswa itu memperkosa anak di bawah umur. "Kok, sasarannya gadis kecil, akibatnya jadi sadistis," kata Juridis. Sebab itu, polisi memberkas tersangka, dengan ancaman hukuman 9 sampai 12 tahun penjara. Apa pun bunyi vonis hakim nanti, agaknya, tak cukup untuk mengobati kepahitan yang dialami Fauziah. Sampai pekan ini, anak itu mengurung dirinya di rumah. "Mimpi buruk" gadis itu agaknya takkan hilang seumur hidupnya. Laporan Bersihar Lubis (Jambi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini