Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Advokasi Peduli Pemilu menemukan empat pelanggaran berat yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Pelanggaran berat itu berkaitan dengan keterlibatan Anwar dalam putusan batas usia minimum 40 tahun syarat calon presiden dan calon wakil presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Atas dasar itu TAPP meminta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menghukum hakim terlapor dan menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak hormat," kata anggota Tim Advokasi, Gugum Ridho Putra dalam keterangan tertulis, pada Senin, 23 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keempat pelanggaran berat yang dilakukan Anwar, yakni terbukti melakukan perbuatan tercela, terbukti melanggar sumpah atau janji jabatan, terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi, dan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi. Atas pelanggaran itu, Tim Advokasi melaporkan Anwar ke MK untuk diperiksa MKMK.
Selain Gugum, Dharma Rozali Azhar, Irfan Maulana Muharam, Iqbal Sumarlan Putra, dan Dega Kautsar Pradana. Mereka adalah anggota Tim Advokasi yang merumuskan poin dugaan pelanggaran Usman dalam memutuskan hasil uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu.
Menurut Gugum, laporan terhadap Anwar itu berlangsung setelah muncul kontroversi pada putusan yang mengabulkan syarat capres-cawapres. "TAPP melakukan penelusuran dan menelaah keganjilan yang diungkapkan dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat," ujarnya.
Tim Advokasi mengatakan terdapat dugaan kuat terjadi pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi atau Sapta Karsa Hutama yang melibatkan Anwar, ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pertama, Anwar berbohong tidak menghadiri RPH perkara Nomor 29/PUU-XXI, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 supaya menghindari konflik kepentingan.
Kepada Arief, Anwar mengatakan tidak hadir dalam RPH karena kesehatan terganggu bukan karena menghindari conflict of interest. Menurut Gugum, satu dari dua pernyataan itu mengandung kebohongan yang melanggar kode etik perilaku hakim. "Khususnya pinsip imtegritas yang mewajibkan Hakim Konstitusi bersikap jujur," ujarnya.
Keterlibatan Anwar memeriksa dan memutus perkara Nomor 90 dan Nomor 91, tutur Gugum, berkaitan dengan kepentingan politik Gibran Rakabuming Raka supaya maju dalam Pilpres 2024. Anwar tidak mundur dari perkara yang diadili dan memiliki hubungan dalam obyek persidangan.
"Anwar melanggar Pasal 17 ayat 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman," ucap dia. "Termasuk diduga melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim khususnya prinsip ketakberpihakan."
Pilihan Editor: Fakta-fakta Soal Hakim MK Anwar Usman, Paman Gibran yang Dilaporkan ke KPK Dugaan Nepotisme