LAYAR babak kedua kisah korupsi di Bea Cukai telah digulung. Setelah kasus pertama yang menghukum Kamarijoen Kepala Bagian Keuangan Ditjen Bea Cukai, dengan 10 tahun penjara -- putusan MA -- Senin pekan ini giliran Kusmayadi diganjar hakim 6 tahun penjara dan denda Rp 15 juta. "Terdakwa terang bersalah melakukan kejahatan, turut serta melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut, berturut-turut," kata Ny. Syaefulina, ketua majelis hakim, dalam keputusan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Atas putusan itu Kusmayadi menyatakan naik banding. Kusmayadi, 57 tahun, diseret ke pengadilan akibat buntut kasus korupsi Rp 3,1 milyar di Ditjen Bea Cukai, yang telah menghukum Kamarijoen itu. Sewaktu dalam jabatan Sekditjen (1979-1983), bekas anggota AL berpangkat kapten itu dianggap tak melakukan pengontrolan pengeluaran keuangan dengan baik dari tahun 1979 hingga 1981. Dengan mudahnya, Kusmayadi selalu menyetujui berbagai pengeluaran yang disodorkan Kamarijoen, bawahannya. Baik dalam bentuk cek, giro bilyet, deposito, transfer rekening, maupun hasil penjualan blanko PPUD. Akibatnya, dana Rp 1 milyar lebih mengalir ke tangan Kamarijoen dan dua anak buahnya -- Almarhumah Rasidah dan Lody Rumambie. Namun, tim pembela, yang diketuai Gani Djemat, tetap bersikukuh bahwa kliennya tak tahu-menahu penyelewengan itu. "Disetujuinya pengeluaran itu dengan maksud agar disetorkan ke negara. Tapi setelah dananya cair, ternyata malah disalahgunakan Kamarijoen," ujar Hasan Basyari, salah seorang anggota tim pembela. Di persidangan sebelumnya, Kusmayadi juga mengaku lalai -- karena kesibukan kerja -- atas disetujuinya giro bilyet bernilai sekitar Rp 145 juta. Namun, dalih lalai -- juga pengakuan tak terima imbalan apa pun -- bukan berarti bisa lepas dari hukuman. "Bagaimanapun juga, penyelewengan itu tak lepas dari tanggung jawab Kusmayadi, sesuai dengan wewenang dan job description-nya," kata Ny. Syaefulina. Perkara korupsi yang melibat Kusmayadi terhitung menarik perhatian masyarakat. Karena temperamennya, Kusmayadi bukan saja pernah menggebrak meja hakim. Juga Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Lukman Kartaprawira, nyaris kena kepalan tangannya. Proses penahanan Kusmayadi pun tak kalah menariknya. Kusmayadi, yang pada sidang-sidang sebelumnya tidak ditahan, langsung diperintahkan masuk Rutan Salemba, dalam sidang akhir Juli lalu. Banyak orang menganggap diberlakukannya penahanan tersebut tidak wajar. Soalnya, Kusmayadi dalam sidang-sidang pertama itu masih aktif sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan. Tak heran bila terbit berbagai dugaan. Ada yang mengatakan, penahanan terpaksa dikenakan lantaran "bingkisan" berupa uang Rp 50 juta dari Kusmayadi tak disampaikan pembelanya ke alamat hakim. Berita bingkisan itu langsung ditangkis pembelanya. "Itu cuma cerita burung yang tak bisa diketahui lagi asal-muasalnya," ujar Hasan Basyari. "Kalau memang cerita bingkisan itu ada, tentu Pak Kus sudah mencak-mencak. Kenyataannya, tak ada apa-apa, kuasa membela juga tak dicabut," tuturnya. Hakim Ny. Syaefulina tampak kaget mendengarnya. "Saya tidak pernah tahu-menahu soal uang itu," katanya. "Ini perkara korupsi dengan ancaman hukuman seumur hidup. Siapa pun bisa ditahan," ujarnya menambahkan. Tapi, semenjak Kusmayadi ditahan, pendirian majelis hakim kian kukuh. Surat permohonan penangguhan penahanan sedikit pun tak diindahkan. Padahal, empat pejabat tinggi pemerintah -- Dirjen Pajak Salamun A.T., Dirjen Bea Cukai Hardjono Wakil Sekkab A. Hamid S. Attamin, serta Irjenbang Tahir -- bersedia menjamin penangguhan tersebut. H.S., A. Ulfi, Agus W. (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini