Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Reynhard Sinaga, pria asal Indonesia, dikenal sebagai pelaku kejahatan seksual terbesar sepanjang sejarah Inggris. Saat ini, ia tengah menjalani hukuman penjara seumur hidup di negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, baru-baru ini, muncul permintaan dari kedua orang tua Reynhard kepada pemerintah Indonesia agar putra mereka dapat dipulangkan ke tanah air. Permohonan tersebut disampaikan langsung kepada Ahmad Usmarwi, perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas), pada Selasa, 4 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pernyataannya, Ahmad mengungkapkan bahwa kedua orang tua Reynhard mengaku mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan anak mereka. Bahkan, mereka mengklaim tidak pernah memperoleh informasi terkini mengenai kondisi Reynhard selama masa penahanannya di Inggris. Menanggapi permintaan tersebut, pemerintah Indonesia mulai membuka komunikasi dengan pemerintah Inggris untuk membahas kemungkinan pemulangan Reynhard ke Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa diskusi mengenai hal ini masih berada pada tahap awal. Adapun mekanisme pemulangan akan diputuskan kemudian, dengan mempertimbangkan opsi seperti transfer narapidana atau pertukaran tahanan antara kedua negara.
Yusril menegaskan bahwa meskipun proses ini bukanlah hal yang mudah, Indonesia memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan proporsional kepada warganya, termasuk yang sedang menjalani hukuman di luar negeri.
“Penempatan Reynhard itu di lembaga pemasyarakatan kita juga tidak mudah. Itu orang harus dimasukkan ke dalam maximum security. Dan yang ada untuk itu hanya di Nusakambangan,” kata Yusril kepada wartawan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, pada Kamis, 6 Februari 2025.
LP Nusakambangan dikenal sebagai penjara dengan tingkat keamanan tertinggi di Indonesia. Lapas ini terletak di pulau terpencil yang berada di sebelah selatan dari Cilacap, Jawa Tengah. Sejarah Lapas Nusakambangan dimulai sejak zaman kolonial Belanda pada abad ke-19.
Pada 1908, pemerintah Hindia Belanda mendirikan penjara di Pulau Nusakambangan sebagai tempat pembuangan narapidana yang dianggap sangat berbahaya. Lokasi yang terisolasi serta sulitnya akses menjadikan Nusakambangan sebagai lokasi ideal untuk menahan narapidana kelas berat. Selain itu, penggunaan pulau terpencil ini pun bertujuan untuk mencegah terjadinya pelarian para narapidana.
Fakta Dibalik LP Nusakambangan
Selain itu, perhatian juga tertuju pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau LP Nusakambangan, yang sering menjadi simbol keadilan di Indonesia, terutama dalam menangani pelaku kejahatan berat. Nusakambangan yang dikenal sebagai Alcatraz di Indonesia ini kerap menjadi lokasi eksekusi terpidana mati, khususnya bagi mereka yang terlibat dalam kejahatan seperti terorisme dan narkotika. Eksekusi dilakukan di area yang terisolasi dengan pengamanan ketat, menjadikannya salah satu tempat paling terkenal untuk pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.
Akses ke LP Nusakambangan sangat terbatas. Untuk mencapai lokasi, pengunjung harus melintasi Selat Segara Anakan menggunakan kapal khusus. Selain itu, izin kunjungan hanya diberikan kepada pihak berwenang atau keluarga narapidana setelah melalui prosedur yang ketat. Penjara ini juga dilengkapi dengan teknologi pengawasan modern, seperti kamera pengintai dan penjagaan yang ketat, untuk memastikan tidak ada narapidana yang melarikan diri.
Nusakambangan memiliki sejarah panjang, termasuk keberadaan Lapas Gliger yang kini hanya menyisakan reruntuhan didalamnya. Tempat ini dulu digunakan untuk eksekusi mati sejumlah narapidana terkenal, seperti Rio Martil, yang dikenal karena aksinya menghabisi empat nyawa dengan martil.
Selain itu, banyak bangunan di Nusakambangan merupakan peninggalan kolonial Belanda dengan arsitektur khas yang kokoh dan tahan lama. Meskipun beberapa bagian telah direnovasi, unsur-unsur asli dari masa kolonial masih dapat ditemukan, memperkuat citra Nusakambangan sebagai penjara bersejarah dengan tingkat keamanan yang sulit ditembus.
Naomy Ayu Nugrahaeni, Adil Al Hasan dan Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.