Usaha penyelundupan 650 ekor penyu digagalkan. Indonesia sempat diprotes pemerintah Hong Kong karena tak sanggup melindungi satwanya. PETUGAS Bea Cukai Tanjungpriok, yang berdinas Rabu malam pekan Ialu, tiba-tiba curiga ketika meneliti sebuah dokumen ekspor karena tampak ada bekas yang baru dihapus pakai tipp-ex. Ketika itu, kontainer yang dokumennya lagi diteliti itu sedang dinaikkan ke atas kapal berbendera Korea Selatan, Sun Glory. Segera saja, petugas memerintahkan kontainer yang dalam dokumen disebut berisi barang kerajinan itu dibuka. Ternyata, penciuman petugas tadi cukup tajam. Dari 17 peti yang terdapat di dalam peti kemas, ternyata, hanya dua peti yang isinya sesuai dengan dokumen. Sedangkan 15 peti lainnya berisi barang terlarang, yaitu kerajinan yang terbuat dari penyu sisik, penyu hijau, dan penyu belimbing berukuran raksasa -- berdiameter sekitar 50 cm. Hasil temuan itu lalu diberitahukan kepada pihak kejaksaan. "Kami dilapori bahwa ada dua kontainer yang membawa muatan penyu. Tapi yang satu kontainer hari itu masih belum bisa ditemukan," kata Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus, Soesandi. Pelacakan pada malam itu juga diambil alih sebuah satuan tugas yang dipimpin Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Suharto. Petugas kejaksaan segera disebar. Malam itu juga, di sebuah gudang di Jakarta Timur, petugas menemukan satu kontainer lagi yang berisi 14 peti, dua belas peti di antaranya berisi penyu yang sudah diawetkan, yang diduga juga akan dikirim ke Korea Selatan. Total dari dua buah kontainer itu, petugas menemukan 650 ekor penyu yang sudah diawetkan. Anggota tim lainnya, paginya, bergerak menuju kantor pengusaha Korea itu di Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat. Hari itu juga seorang warga negara Korea Selatan, Shin Myung Shik, 52 tahun, yang diduga otak penyelundup, dibekuk kejaksaan. Pada Kamis dini hari pekan lalu pengusaha asing itu ditahan di tahanan Kejaksaan Agung. Pihak kejaksaan, menurut Soesandi, saat ini masih memfokuskan penyidikannya pada tersangka tunggal Shin Myung Shik. "Jadi, bagaimana jaringannya dan cerita yang lebih mendalam mengenai penyelundupan penyu itu belum banyak yang bisa terungkap," katanya. Penyelundupan binatang langka yang dilindungi, termasuk penyu, ke luar negeri ternyata sudah berlangsung cukup lama. Beberapa waktu lalu pemerintah Hong Kong memprotes dan menuding pemerintah Indonesia tak mampu melindungi satwa langka. Sebab beberapa jenis hewan asal Indonesia, yang seharusnya tak boleh diekspor, seperti kukang dan penyu, beredar di Hong Kong. "Biasanya binatang langka itu di Hong Kong dipakai sebagai bahan makanan atau untuk obat," kata Konsul Kejaksaan di Konjen RI Hong Kong, Chaerul Iman. Menurut Chaerul, ledakan binatang langka dari Indonesia yang beredar di Hong Kong terjadi pada 1970-an, pada waktu ekspor kayu gelondongan masih diperbolehkan. Namun, kata staf Kejaksaan Konjen RI di Hong Kong itu, sekarang sudah jarang terjadi. Kasus terakhir terjadi Januari lalu, ketika Bea Cukai Hong Kong membongkar penyelundupan 50 penyu langka di sebuah kapal dari Indonesia yang sedang transit di pelabuhan Hong Kong. Kapal tersebut saat itu hendak melanjutkan perjalanan ke Korea Selatan. Berdasarkan itu, pemerintah Hong Kong, lewat Konjen RI di Hong Kong, memprotes pemerintah Indonesia. Karenanya, pihak Bea Cukai pun mulai memasang kuda-kuda. Hasilnya, Rabu malam itu pihak Bea Cukai menggagalkan usaha memboyong 650 penyu berukuran raksasa keluar dari Indonesia. "Ini bukti bahwa kita telah mampu melindungi satwa langka," ujar Soesandi tegas. GT, Ardian Taufik dan Andy Reza
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini