Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana menilai pembongkaran Gerbang atau Gate 13 Stadion Kanjuruhan, Malang, merupakan impunitas kepada pelaku pembunuhan. YLBHI menilai pembongkaran itu sebagai bentuk penghilangan barang bukti ditengah pengusutan tragedi Kanjuruhan yang sampai saat ini belum tuntas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Memang ada kesengajaan agar kasus kanjuruhan ini tidak dituntaskan. Ini sama saja memberikan impunitas kepada para pelaku pembunuhan dalam kasus Tragedi Kanjuruhan” ujar Arif dalam konferensi pers Selasa kemarin, 23 Juli 2024.
Kronologi singkat Tragedi Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa tewasnya 135 orang suporter Arema FC pasca laga lanjutan BRI Liga 1 kontra Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022. Peristiwa itu dipicu aksi suporter Arema FC yang berupaya masuk ke dalam lapangan usai kekalahan tim kesayangannya. Polisi merespon aksi itu dengan menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Panik, para penonton berdesakkan keluar stadion sehingga saling himpit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Polda Jawa Timur pun menetapkan enam orang sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Satuan Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, Komandan Kompi (Danki) Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarmawan dan Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno.
Dari jumlah itu, hanya lima tersangka yang diseret ke pengadilan. Akhmad Hadian Lukita bahkan dibebaskan dari tahanan setelah masa tahanannya habis. Lima tersangka itu pun hanya mendapatkan vonis ringan. Vonis terberat didapatkan Bambang Sidik Achmadi berupa hukuman penjara 2 tahun 6 bulan. Itu pun setelah jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung setelah Bambang dan Hasdarmawan divonis bebas pada pengadilan tingkat pertama.
Sempat sepakat Gerbang 13 tak akan dirombak
Renovasi Stadion Kanjuruhan sendiri dimulai pemerintah pada Oktober 2023. Awalnya, renovasi ini mendapatkan protes dari para keluarga korban. Mereka meminta agar stadion tersebut tak dirombak karena pengusutan tragedi ini belum selesai.
Keinginan keluarga korban untuk tetap menjaga Tempat Kejadian Perkara (TKP) Tragedi Kanjuruan tersebut sebelumnya sudah disepakati pada tanggal 28 Mei 2024. PT Waskita Karya selaku kontraktor sempat meminta Polres Malang memfasilitasi audiensi rencana renovasi Gerbang 13 Stadion Kanjuruhan. Audiensi yang dihadiri oleh Project Manager, Vino Teguh Pramudya, itu menyepakati Gerbang 13 tidak akan dibongkar.
Pembongkaran Gerbang 13 Stadion Kajuruhan ini belakangan baru diketahui keluarga korban pada 21 Juli 2024. Devi Athok, salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan pertamakali mengetahui bahwa gerbang tersebut telah dibongkar oleh pihak PT Waskita Karya melalui pesan grup yang dikirimkan oleh salah satu keluarga korban. Setibanya di lokasi, Devi Athok melihat bahwa gerbang itu sudah rata dengan tanah dan hanya tersisa tangga dan besi saja.
Menurut Arif penghilangan barang bukti Tragedi Kanjuruhan merupakan kejahatan berganda. Arief menyesali perobohan atau penghilangan barang bukti tragedi Kanjuruhan.“Mereka (pemerintah) sebagai pemegang mandat tanggung jawab penyelesaian kasus pelanggaran HAM tapi kemudian justru melakukan kejahatan saya kira ini tidak bisa diterima dengan alasan apapun” tutur Arif.
YLBHI, menurut Arif, berharap pemerintah dapat mendorong penyelesaian kasus tersebut. Namun sayangnya perobohan Gerbang 13 Stadion Kanjuruhan justru menjadi upaya pemerintah melanggengkan impunitas kepada pelaku pembunuhan. Alih-alih berpihak pada korban, pemerintah justru menjadi pihak yang mempraktikan kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM). “Karena ini akan semakin menjauhkan sekali lagi hak korban atas kebenaran, hak korban atas keadilan” ujar Arif.
MAULANI MULIANINGSIH