Berkali-kali Nurdin Halid lolos dari lubang jarum hukum. Rentetan kasus berbau pidana yang menyeret nama tokoh koperasi asal Makassar ini tak mampu membawanya ke meja hijau.
Tengok saja dua kasus dugaan korupsi yang kini menguap. Pertama, dugaan penggelapan dana Bulog senilai Rp 169,7 miliar, saat dia menjabat Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia (KDI) pada 2001. Setelah memeriksa 44 saksi plus tiga saksi ahli, dilengkapi hasil audit tim Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 34 rekening di 10 bank, kejaksaan memang menyimpulkan adanya korupsi dalam lembaga itu. Tapi kasus ini belum jelas kapan dilimpahkan ke pengadilan.
Nurdin sendiri membantah tudingan korupsi. Dia mengaku hanya pengurus KDI, dan tidak terlibat urusan teknis. "Seharusnya direksi yang bertanggung jawab, bukan pengurus," katanya kala itu. Direksi yang dimaksud adalah Direktur Utama KDI, Fauzan Mansur, yang kini telah membisu di liang lahat.
Kasus kedua, muncul setahun lalu, menyangkut penyelewengan dugaan korupsi Rp 91 miliar. Kejaksaan Manado menetapkan Nurdin sebagai tersangka penggelapan petani cengkeh yang ditanamkan di Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) sebagai dana penyertaan modal. Kasus ini pun melambai begitu saja.
Setelah kini ditahan, bukan mustahil dua kasus lamanya itu akan ikut berbicara. Namun keperkasaan Nurdin di depan hukum tak bisa diremehkan. Pada 1997 dia sempat diadili, bukan sekadar ditahan, untuk kasus penggelapan dana simpanan wajib khusus petani sebesar Rp 115 miliar. Namun Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Jacob Rachim Saleh, memutuskan menghentikan penyidikan. Dan dua tahun kemudian, pada era Jaksa Agung Andi Ghalib, kejaksaan mengukuhkan "vonis bebas" buat Nurdin.
SNL (Berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini