Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GEMPA yang mengguncang Kabupaten Nabire tiga bulan silam ternyata masih membuat Bupati Anselmus Petrus Youw kelabakan. Sampai kini ia belum mendapatkan dana bantuan dari pemerintah pusat. Padahal, sang Bupati sudah melobi Gubernur Papua dan juga Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. "Jika dibiarkan terus, situasi Nabire terganggu," ujarnya pekan lalu.
Yang bikin Youw kian kebakaran jenggot, macetnya dana diduga gara-gara kasus korupsi Rp 9 miliar dana APBD yang dituduhkan pada dirinya. Tuduhan ini dilayangkan antara lain oleh Helly Weror, seorang calon bupati yang kalah, tak lama setelah Youw terpilih menjadi bupati untuk kedua kalinya. Sebelumnya, ia juga digugat lewat Pengadilan Tata Usaha Negara dalam perkara pemalsuan surat. Sebenarnya, "Saya sudah minta polisi, kejaksaan, dan Gubernur Papua untuk bicara dengan baik-baik kepada para penuntut itu," kata Youw.
Semua persoalan itu bermula dari proses pemilihan Bupati Nabire periode 2004-2009. Bupati Youw berusaha menduduki jabatan itu untuk kedua kalinya, bersaing dengan Helly Weror, Ruben P.S. Marey, dan Marthen Al Wanaha. Setelah Helly dan kawan-kawan kalah, mereka menggugat Youw lewat PTUN. Soalnya, Youw pernah terlibat dalam kasus korupsi sebesar Rp 23 juta saat menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Paniai pada 1988-1989. Ia pun telah diganjar hukuman 8 bulan penjara pada 1990. Padahal, dalam salah satu syarat untuk jadi bupati disebutkan bahwa sang kandidat harus tidak pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan. Anehnya, Youw bisa mendapat surat keterangan tidak pernah dipidana dari Pengadilan Negeri Nabire.
Di Pengadilan Tinggi Jayapura, pada 1991, vonis Bupati diperberat menjadi satu tahun penjara. Permohonan kasasi Youw ditolak Mahkamah Agung (MA) dua tahun kemudian. Namun, putusan MA itu tak pernah dijalankan oleh kejaksaan setempat. Youw lalu memohon grasi (pengampunan) kepada presiden atas putusan MA itu pada 1994.
Belum lagi grasi turun dari presiden, Youw melakukan upaya hukum yang lain: mengajukan peninjauan kembali (PK). Selama mengajukan PK, Youw mencalonkan diri menjadi bupati dan terpilih untuk pertama kalinya. Saat itu, keterlibatannya dalam kasus korupsi memang tidak dipersoalkan.
Barulah setelah ikut lagi dalam pemilihan bupati periode berikutnya, masalah tersebut menjadi ganjalan karena jelas diatur dalam persyaratan. Belakangan, MA memang mengabulkan permohonan PK yang diajukan Youw. Artinya, Youw dinyatakan tak bersalah. Cuma, masalahnya, surat keterangan dari Ketua Pengadilan Negeri Nabire, Willem Saija, keluar dua bulan sebelum putusan MA secara resmi diterima pengadilan. Surat itulah yang kemudian digugat oleh para kandidat yang kalah dalam pemilihan.
Gugatan tersebut sudah diputus oleh PTUN Maret lalu. Majelis hakim menyatakan bahwa perkara tersebut tak masuk dalam wilayah administrasi negara, tapi harus diselesaikan secara pidana. Ketua Pengadilan Negeri Nabire dianggap mengeluarkan surat keterangan palsu. Sedangkan A.P. Youw dianggap menggunakan surat keterangan palsu untuk pencalonan bupati.
Putusan PTUN itulah yang dijadikan dasar Helly Weror dan kawan-kawan melapor ke Mabes Polri. Selanjutnya, perkara pemalsuan surat itu ditangani Polda Papua. Kepada polisi juga, Helly, yang selama ini dikenal sebagai Kepala Badan Perencanaan Daerah Nabire, melaporkan keterlibatan sang Bupati dalam kasus korupsi senilai Rp 9 miliar. Ini membuat Youw berang, lalu memecatnya Maret lalu. "Dia melawan saya sebagai atasannya," ujarnya.
Telanjur basah, Helly tak berhenti beraksi. Ia juga melaporkan adanya dugaan korupsi yang dilakukan "orang kuat" di Nabire itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut pengacaranya, Hartono Tanuwidjaja, ia telah mendapat surat perlindungan hukum dari KPK sebagai saksi pelapor.
Sejauh ini Youw membantah tuduhan tersebut. "Saya akan menggugat dia karena telah mencemarkan nama baik," tuturnya. Tampaknya, pertarungan masih akan panjang.
Ahmad Taufik, Cunding Levi (Papua)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo