Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TANPA banyak publikasi, pekan lalu Komisi Konstitusi telah merampungkan draf UUD 1945 hasil amendemen yang sudah dirapikan. Ada perubahan yang sepele yang menyangkut pemakaian kata. Sebagai contoh, "tiap-tiap warga negara" (pada pasal 27) diubah menjadi "setiap warga negara." Namun ada juga perubahan yang amat penting berupa penghapusan sejumlah pasal.
Pencoretan itulah yang mengundang pro-kontra. Sejumlah pasal yang menyangkut hak asasi manusia, antara lain pasal 28-E, pasal 28-H (ayat 2 dan 3), dan pasal 28-I (ayat 1, 4, dan 5), tiba-tiba lenyap (lihat Pasal-Pasal yang Disetip). Ini cukup mengejutkan bagi tiga anggota Komisi Konstitusi, Muhammad Asrun, Fajrul Falaakh, dan Jawahir Thonthowi, yang sebelumnya berupaya mempertahankannya. "Perubahan terjadi Jumat dua pekan lalu, saat kami tidak hadir dalam rapat," ujar Asrun, yang juga doktor hukum tata negara dari Universitas Indonesia.
Dia menggambarkan penghapusan itu sebagai kemenangan "kelompok konservatif" atas "kelompok progresif" di Komisi Konstitusi. "Saya dan beberapa anggota Komisi Konstitusi lainnya akan mengajukan nota keberatan dan menyatakan tidak bertanggung jawab atas pencoretan pasal-pasal hak asasi," kata Asrun.
Ketua tim perumus di Komisi Konstitusi, Bun Yamin Ramto, tak memperpanjang polemik. "Pendapat saya sih sama dengan dulu-dulu, pasal-pasal hak asasi manusia sudah diatur dalam undang-undang tersendiri, tidak perlu diatur lagi," ujarnya.
Pendapatnya didukung Albert Hasibuan, Wakil Ketua Komisi Konstitusi. Menurut Albert, penghapusan juga karena adanya kesamaan dengan pasal-pasal lainnya alias duplikasi. Diakuinya, semula ada sejumlah anggota Komisi Konstitusi yang menginginkan agar semua pasal mengenai hak asasi manusia dihapuskan dan dibuang dari UUD 1945. Setelah adu argumentasi, kata Albert, akhirnya kelompok yang dianggap konservatif ini memahami bahwa sebagian pasal hak asasi manusia tetap masuk.
Kendati begitu, kalangan lembaga swadaya masyarakat tetap berkeberatan terhadap penghapusan sejumlah pasal, antara lain pasal 28-H (ayat 2). Bagi Huzna dari Koalisi Perempuan Indonesia, pasal ini amat penting. Di situ ada jaminan bagi kelompok marginal, misalnya perempuan, untuk mendapatkan perlakuan khusus demi mencapai persamaan dan keadilan. "Aturan tersebut tidak bisa dipaksa untuk disamakan dengan pasal 27 ayat 1," katanya. Pasal 27 (ayat 1) mengatur persamaan di dalam hukum dan pemerintahan.
Sebagai Ketua Komisi Konstitusi, Sri Soemantri enggan berkomentar. Ia hanya mengungkapkan bahwa pengkajian komprehensif terhadap UUD 1945 merupakan amanat MPR.
Tiada gading yang tak retak. Hasil Komisi Konstitusi masih mungkin diperbaiki karena toh nanti mesti mendapatkan pengesahan dari MPR.
Ahmad Taufik, Ecep S. Yasa, Sunariah (Tempo News Room)
Pasal-Pasal yang Disetip
Pasal 28-D
Pasal 28-E
Pasal 28-H
Pasal 28-I
Sumber: Draf Hasil Komisi Konstitusi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo