Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sosok Habil Marati tengah menjadi sorotan. Dia menjadi tersangka karena diduga menjadi penyandang dana bagi mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal (purn) Kivlan Zein dalam merencanakan pembunuhan 4 tokoh nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: PPP Persilakan Polisi Proses Hukum Habil Marati
Habil diduga memberikan uang sejumlah SGD 15.000 kepada Kivlan untuk pembelian senjata api. "Tersangka HM berperan memberikan uang. Uang yang diterima tersangka KZ (Kivlan Zen) berasal dari HM, maksud dan tujuannya adalah untuk pembelian senjata api," kata Wadir Krimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi di kantor Kemenko Polhukam, kemarin.
Sosok Habil Marati terekam cukup panjang dalam berbagai peristiwa di tanah air. Jejak-kiprahnya tercetak di lingkungan bisnis, politik, hingga dunia sepak bola.(ki-ka) Dewi Ahyani, Sukri Fadholi, Abraham Lunggana, Usammah Hisyam, Anwar Sanusi, Habil Marati, Rudiman dan Alifuddin menggagas Majelis Penyelamat Partai Persatuan Pembangunan (MP-PPP) di Grand Sahid Hotel, Jakarta, 11 Mei 2017. TEMPO/Ahmad Faiz
Penelusuran Tempo, pria usia 57 tahun asal Sulawesi Tenggara itu merupakan politikus yang kerap berseberangan sikap dengan kebijakan partainya. Habil pernah hampir dipecat dan tidak diakui sebagai anggota Fraksi PPP pada tahun 2000. Namun, dengan sejumlah aset yang dimilikinya, karir politik Habil justru kian moncer. Di PPP, dia menjadi Bendahara Umum. Tapi di Senayan, dia berhenti sampai 2004 dan, pada Pemilu 2019, dia kembali gagal meraih kursi.
Lalu dari mana asal aset Habil?
Kepada sebuah media, dia pernah bercerita tentang kehidupannya yang sulit semasa kuliah, sampai pernah mengamen di Malioboro, Yogyakarta. Dia mengaku juga pernah menjadi kuli panggul di Stasiun Jatinegara hingga jadi tukang cuci piring di restoran ayam goreng Suharti.
Setelah lulus, dia meniti karir dengan bekerja di sebuah perusahaan HPH di Kalimantan. Sepanjang dekade 1990-an, Habil mengaku pernah mempelajari reaktor kimia di Leipzig di Jerman, Austria, serta Houston dan Atlanta di AS.
Pengalaman itulah yang mendorongnya berbisnis di sektor kimia. Ia memiliki pabrik di Indramayu lewat PT Batavindo Krida Nusa. Habil juga memimpin sejumlah perusahaan lain, seperti PT Galaxy Pasific Evalindo, PT Makassar Perrosal Global, PT Satomer Asri Fiberindo, PT Industry Kakao Utama, dan PT Agra Post Lava.
Sukses berbisnis, Habil terjun ke dunia politik. Saat menjadi anggota Komisi Keuangan dan Perbankan, namanya pernah disebut ikut kecipratan dana dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia sebesar Rp 250 juta. Dia pernah diperiksa KPK, tapi masih sebatas saksi.
Di luar politik, Habil Marati aktif di organisasi olahraga. Dia pernah menjabat Manajer Timnas Indonesia hingga dipecat PSSI pada 4 Desember 2012. Sebelumnya, dia pernah mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSSI. Dua bulan setelah dipecat PSSI, Habil membeli saham Persibo Bojonegoro senilai Rp 10 miliar pada 6 Februari 2013.
Setelah dipecat PSSI, nama Habil Marati nyaris tak pernah muncul dalam pemberitaan sampai dia terjerat kasus ini. Dugaan keterlibatan Habil Marati terungkap dalam penelusuran Majalah Tempo ihwal aktor-aktor yang ada di balik kerusuhan 22 Mei lalu. Dalam terbitan majalah itu edisi 10 Juni, Habil disebut pernah memberikan uang sebesar Rp 60 juta kepada Iwan Kurniawan.
"Pak Habil hanya bilang, 'Demi bangsa dan negara. Semangat!'," ujar Iwan, dikutip dari Majalah Tempo. Menurut dia, pertemuan dengan Habil tak menyinggung soal rencana eksekusi pejabat.
Kuasa hukum Habil, Sugito Atmo Prawiro, mengatakan uang yang diberikan kepada Iwan merupakan sumbangan Habil untuk menggelar diskusi bertema Pancasila dan antikomunisme.
"Tak ada relevansi aktivitas Pak Habil dengan isu penembakan sejumlah pejabat," kata Sugito. Menurut dia, Habil membantah jika disebut sebagai donatur pembelian senjata.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, partainya sudah mencoba menghubungi Habil melalui nomor telepon yang mereka miliki, tetapi belum tersambung. Namun kata dia, pada prinsipnya PPP menyerahkan proses hukum kepada aparat. "Siapa saja termasuk kader PPP yang diduga melakukan suatu perbuatan pidana ya silahkan diselidik dan disidik, dilakukan proses hukum," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juni 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini