SUHU perkelahian antara murid-murid sekolah -- untunglah belum
sampai ke kalangan mahasiswa -- hingga dua pekan kemarin masih
terasa hangat. Perkelahian-perkelahian itu jelas merupakan
tindakan kriminil, walaupun unsur-unsurnya hanya kalangan dalam.
Adakah gejala itu, merupakan pertanda beralihnya sistim
'gang-gang" dari luar ke bangku sekolah ? Bila kenakalan, bahan
kejahatan, sementara anak-anak sekolah itu hanya diselesaikan
tidak secara sungguh-sungguh, maka pertanyaan begini akan terus
mengganggu. Lagipula, siapa yang harus bertanggungjawab atas
kenakalan anak-anak sekolah yang telah menjengkelkan Gubernur
DKI itu ?
Slamet Djabarudi, menurunkan sekali lagi laporan perihal
tersebut. Ini merupakan kelanjutan laporannya minggu lalu
tentang topik yang sama.
Mulanya hanya soal senggolan antara siswa STM I Budi Utomo
dengan siswa STM III Jatinegara. Tidak terjadi apa-apa setelah
tahu duduk perkaranya: itu cuma senggolan yang tidak disengaia.
Tapi tidak lama kemudian terdengar ucapan kasar dari siswa STM
I. Ini dikira ditujukan ke alamat siswa STM III, sedangkan
sebenarnya ditujukan kepada kawannya sendiri sesama siswa STM I.
Namun hal ini tidak cukup meyakinkan siswa STM III. Terjadi
keributan antar kelompok siswa yang sama-sama sedang menjalankan
praktek di Pusat Latihan Kejuruan Teknik, Pulogadung,
pertengahan bulan lalu.
Peristiwanya tidak berhenti di situ saja. Esok harinya siswa
kelas I dan II STM I yang akan menjalankan praktek dihalangi
kakak-kakaknya kelas III dan malah diarahkan untuk menyerang STM
III. Pada tahap ini sudah ada alat-alat pemukul dan senjata
tajam. Bahkan ada yang membawa alat mirip senjata api. Tentu
saja timbul korban luka di antara kedua belah fihak. Sayangnya,
guru-guru mereka yang ada di tempat kejadian nampak putus asa.
Mereka tidak bisa menghentikan perkelahian dengan cepat.
Selain kawan-kawan sesama satu sekolah, masing-masing fihak
mengajak rekannya dari sekolah filialnya. Misalnya STM I
bergabung dengan filialnya STM Matraman dan STM III dengan
rekannya STM Tanjung Priok. Anak-anak dari Budi Utomo sudah
bergerak ke arah Pulogadung sambil mampir di Matraman.
Untung penciuman polisi cukup tajam dan cepat bertindak.
Rombongan yang masih berada dalam biskota bisa tercegah karena
Komandan Komwil 71 Jakarta Pusat, Letnan Kolonel Polisi Sungadi
ikut masuk ke bis kota. Sekedar nasihat dan peringatan diberikan
oleh perwira menengah tersebut. Sekaligus ia memerintah
anak-buahnya mengambil berbagai tindakan pencegahan. Kini mereka
berkumpul kembali praktek bersama di Pulogadung. Meskipun masih
sering diliputi kekhawatiran kalau terulang kerusuhan lagi. Ibu
seorang siswa STM III selalu saja cemas bila anaknya sedikit
terlambat sampai di rumah.
Keributan yang melibatkan siswa-siswa Sekolah Teknik bukan cuma
itu. ST Jatinegara juga pernah bentrokan dengan SMP 44. Lalu
keributan yang menimbulkan kerusakan gedung sekolah juga dialami
SMA XXIV akhir bulan yang lalu ketika diserang 40 siswa STM
Yanmor (TEMPO 20 Maret). Menurut bahan yang terkumpul di
kepolisian, aneka ragam keributan itu bersumber pada soal
ejek-mengejek, kebut-kebutan dan tiadanya keseragaman larangan
berambut gondrong antara satu sekolah dengan sekolah yang lain.
Merosotkah wibawa guru? Seorang guru STM memberi jawaban: bila
guru mengajar lalu diejek, diteriaki dan dipukuli muridnya. nah
itu baru boleh dibilang wibawa merosot. Dan memang ada seorang
guru SMP Bhinneka Tunggal Ika, M. Sanusi, dikeroyok tiga
siswanya lantaran dianggap sebagai biang. Ketiga siswa yang
mengamuk tersebut tidak naik kelas.
Urusan Atasan
Masalah hukuman agaknya ada hubungannya dengan bermacam
keributan antar sekolah yang hampir tiap minggu terjadi di
Jakarta Selama ini mereka yang terlibat keroyokan itu hanya
didengar keterangannya di kepolisian, kemudian dilepas lagi. Ada
yang disertai syarat bahwa orangtua mereka harus menjamin
anak-anaknya tidak mengulangi bikin ribut. Bahkan ada yang
pemeriksaannya saja belum selesai, sudah dilepas. Misalnya 21
siswa STM Yanmor yang perkaranya sedang diperiksa Seksi Binapta
(Pembinaan Anak Pemuda dan Wanita) Komdak Metro Jaya karena
menyerang SMA XXIV. Mereka sudah dibebaskan. Mengapa begitu?
Sebab pimpinan Komdak memerintahkan Seksi Binapta untuk berbuat
begitu.
Seorang perwira menengah mengatakan bahwa kebijaksanaan itu
tentu sudah dipertimbangkan untung ruginya. Tapi kalau
penyelesaian keributan yang berunsur tindak pidana itu hanya
dengan begitu saja, apakah anak-anak akan jera? Seorang Komandan
Komwil secara spontan menyahut, "itu urusan atasan". Ia tak
peduli apakah ia akan dibikin repot dengan banyak perkelahian
antar sekolah. "Sebab bila tidak melepaskan anak-anak itu,
berarti melawan perintah atasan -- salah lagi", ujarnya. Bila
nanti dalam jangka panjang sering terjadi keributan karena anak
tidak jera -- akibat kebijaksanaan pimpinan Komdak -- nah.
"atasan di Komdak-lah yang bertanggungjawab, ujar sang Komandan
Komwil.
Iklim Yang Serasi
Tanggungjawab bukan cuma di pundak polisi saja. Tapi pada guru
dan terutama orangtua. Kepala Staf Kopkamtib Laksamana Sudomo,
selesai Sidang Paripurna Kabinet dua minggu lalu mengatakan
bahwa penanganan soal keributan antar pelajar diserahkan kepada
polisi. Tapi dalam soal penanggulangan kenakalan remaja tersebut
Sudomo menyatakan bahwa orangtua juga harus membantu.
Apa yang dilakukan polisi dalam tindakan pencegahan adalah
mengirimkan petugas Binmas (Pembinaan Masyarakat) ke
sekolah-sekolah tatkala diadkan upacara bendera. Pada kesempatan
itulah polisi menyisipkan "pesan-pesannya". Langkah yang
demikian sudah dirintis oleh Komandan Komwil 71 Jakarta Pusat,
Letnan Kolonel Sungadi. "Daerah saya yang sering dijadikan ajang
perkelahian", katanya. Menurut Sungadi, hanya sedikit sekolah di
Jakarta Pusat yang terlibat meskipun banyak perkelahian terjadi
di daerah itu.
Tapi tindakan yang diambil yang berwajib, baik alat negara
maupun Kantor Wilayah Departemen P dan K, menurut seorang guru
STM tidak mengenai sasaran. Tindakan itu ibarat seperti
mengobati berbagai bagian tubuh orang yang kedinginan, tapi
tidak sembuh. Sebab penyebabnya adalah lingkungan, bukan anggota
badan. Maka untuk memperbaiki keadaan ini seharusnya diciptakan
iklim yang serasi, katanya. Apa dan bagaimana, entahlah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini