Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Habis Berkelahi, Diapakan Ya ?

Perkelahian pelajar di jakarta cuma berkisar soal senggol-menyenggol, ejek-mengejek. oleh polisi, mereka yang terlibat pengeroyokan tak diperiksa tuntas. (krim)

27 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUHU perkelahian antara murid-murid sekolah -- untunglah belum sampai ke kalangan mahasiswa -- hingga dua pekan kemarin masih terasa hangat. Perkelahian-perkelahian itu jelas merupakan tindakan kriminil, walaupun unsur-unsurnya hanya kalangan dalam. Adakah gejala itu, merupakan pertanda beralihnya sistim 'gang-gang" dari luar ke bangku sekolah ? Bila kenakalan, bahan kejahatan, sementara anak-anak sekolah itu hanya diselesaikan tidak secara sungguh-sungguh, maka pertanyaan begini akan terus mengganggu. Lagipula, siapa yang harus bertanggungjawab atas kenakalan anak-anak sekolah yang telah menjengkelkan Gubernur DKI itu ? Slamet Djabarudi, menurunkan sekali lagi laporan perihal tersebut. Ini merupakan kelanjutan laporannya minggu lalu tentang topik yang sama. Mulanya hanya soal senggolan antara siswa STM I Budi Utomo dengan siswa STM III Jatinegara. Tidak terjadi apa-apa setelah tahu duduk perkaranya: itu cuma senggolan yang tidak disengaia. Tapi tidak lama kemudian terdengar ucapan kasar dari siswa STM I. Ini dikira ditujukan ke alamat siswa STM III, sedangkan sebenarnya ditujukan kepada kawannya sendiri sesama siswa STM I. Namun hal ini tidak cukup meyakinkan siswa STM III. Terjadi keributan antar kelompok siswa yang sama-sama sedang menjalankan praktek di Pusat Latihan Kejuruan Teknik, Pulogadung, pertengahan bulan lalu. Peristiwanya tidak berhenti di situ saja. Esok harinya siswa kelas I dan II STM I yang akan menjalankan praktek dihalangi kakak-kakaknya kelas III dan malah diarahkan untuk menyerang STM III. Pada tahap ini sudah ada alat-alat pemukul dan senjata tajam. Bahkan ada yang membawa alat mirip senjata api. Tentu saja timbul korban luka di antara kedua belah fihak. Sayangnya, guru-guru mereka yang ada di tempat kejadian nampak putus asa. Mereka tidak bisa menghentikan perkelahian dengan cepat. Selain kawan-kawan sesama satu sekolah, masing-masing fihak mengajak rekannya dari sekolah filialnya. Misalnya STM I bergabung dengan filialnya STM Matraman dan STM III dengan rekannya STM Tanjung Priok. Anak-anak dari Budi Utomo sudah bergerak ke arah Pulogadung sambil mampir di Matraman. Untung penciuman polisi cukup tajam dan cepat bertindak. Rombongan yang masih berada dalam biskota bisa tercegah karena Komandan Komwil 71 Jakarta Pusat, Letnan Kolonel Polisi Sungadi ikut masuk ke bis kota. Sekedar nasihat dan peringatan diberikan oleh perwira menengah tersebut. Sekaligus ia memerintah anak-buahnya mengambil berbagai tindakan pencegahan. Kini mereka berkumpul kembali praktek bersama di Pulogadung. Meskipun masih sering diliputi kekhawatiran kalau terulang kerusuhan lagi. Ibu seorang siswa STM III selalu saja cemas bila anaknya sedikit terlambat sampai di rumah. Keributan yang melibatkan siswa-siswa Sekolah Teknik bukan cuma itu. ST Jatinegara juga pernah bentrokan dengan SMP 44. Lalu keributan yang menimbulkan kerusakan gedung sekolah juga dialami SMA XXIV akhir bulan yang lalu ketika diserang 40 siswa STM Yanmor (TEMPO 20 Maret). Menurut bahan yang terkumpul di kepolisian, aneka ragam keributan itu bersumber pada soal ejek-mengejek, kebut-kebutan dan tiadanya keseragaman larangan berambut gondrong antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Merosotkah wibawa guru? Seorang guru STM memberi jawaban: bila guru mengajar lalu diejek, diteriaki dan dipukuli muridnya. nah itu baru boleh dibilang wibawa merosot. Dan memang ada seorang guru SMP Bhinneka Tunggal Ika, M. Sanusi, dikeroyok tiga siswanya lantaran dianggap sebagai biang. Ketiga siswa yang mengamuk tersebut tidak naik kelas. Urusan Atasan Masalah hukuman agaknya ada hubungannya dengan bermacam keributan antar sekolah yang hampir tiap minggu terjadi di Jakarta Selama ini mereka yang terlibat keroyokan itu hanya didengar keterangannya di kepolisian, kemudian dilepas lagi. Ada yang disertai syarat bahwa orangtua mereka harus menjamin anak-anaknya tidak mengulangi bikin ribut. Bahkan ada yang pemeriksaannya saja belum selesai, sudah dilepas. Misalnya 21 siswa STM Yanmor yang perkaranya sedang diperiksa Seksi Binapta (Pembinaan Anak Pemuda dan Wanita) Komdak Metro Jaya karena menyerang SMA XXIV. Mereka sudah dibebaskan. Mengapa begitu? Sebab pimpinan Komdak memerintahkan Seksi Binapta untuk berbuat begitu. Seorang perwira menengah mengatakan bahwa kebijaksanaan itu tentu sudah dipertimbangkan untung ruginya. Tapi kalau penyelesaian keributan yang berunsur tindak pidana itu hanya dengan begitu saja, apakah anak-anak akan jera? Seorang Komandan Komwil secara spontan menyahut, "itu urusan atasan". Ia tak peduli apakah ia akan dibikin repot dengan banyak perkelahian antar sekolah. "Sebab bila tidak melepaskan anak-anak itu, berarti melawan perintah atasan -- salah lagi", ujarnya. Bila nanti dalam jangka panjang sering terjadi keributan karena anak tidak jera -- akibat kebijaksanaan pimpinan Komdak -- nah. "atasan di Komdak-lah yang bertanggungjawab, ujar sang Komandan Komwil. Iklim Yang Serasi Tanggungjawab bukan cuma di pundak polisi saja. Tapi pada guru dan terutama orangtua. Kepala Staf Kopkamtib Laksamana Sudomo, selesai Sidang Paripurna Kabinet dua minggu lalu mengatakan bahwa penanganan soal keributan antar pelajar diserahkan kepada polisi. Tapi dalam soal penanggulangan kenakalan remaja tersebut Sudomo menyatakan bahwa orangtua juga harus membantu. Apa yang dilakukan polisi dalam tindakan pencegahan adalah mengirimkan petugas Binmas (Pembinaan Masyarakat) ke sekolah-sekolah tatkala diadkan upacara bendera. Pada kesempatan itulah polisi menyisipkan "pesan-pesannya". Langkah yang demikian sudah dirintis oleh Komandan Komwil 71 Jakarta Pusat, Letnan Kolonel Sungadi. "Daerah saya yang sering dijadikan ajang perkelahian", katanya. Menurut Sungadi, hanya sedikit sekolah di Jakarta Pusat yang terlibat meskipun banyak perkelahian terjadi di daerah itu. Tapi tindakan yang diambil yang berwajib, baik alat negara maupun Kantor Wilayah Departemen P dan K, menurut seorang guru STM tidak mengenai sasaran. Tindakan itu ibarat seperti mengobati berbagai bagian tubuh orang yang kedinginan, tapi tidak sembuh. Sebab penyebabnya adalah lingkungan, bukan anggota badan. Maka untuk memperbaiki keadaan ini seharusnya diciptakan iklim yang serasi, katanya. Apa dan bagaimana, entahlah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus