Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bantuan Hukum: Setelah 6 Tahun

Gagasan bantuan hukum dibicarakan lagi setelah 6 tahun. Tercantum di undang-undang. Masalah tenaga pemberi bantuan hukum masih jauh dari cukup. Pemerintah diminta membantu memberi bimbingan. (hk)

27 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH 6 tahun tercantum di sebuah undang-undang, kini gagasan bantuan hukum dibicarakan kembali atas inisiatif sebuah organ pemerintah. Seminar tentang masalah ini tercatat sebagai kegiatan seminar ke-5 dari Kegiatan-kegiatan maraton Badan Pembinaan Hukum Nasional. Badan yang dulu bernama Lembaga Pembinaan Hukum Nasional itu disegarkan kembali oleh Menteri Kehakiman yang baru, Mochtar Kusumaatmadja. Walaupun seminar ini sudah beberapa bulan usai, tapi dua pekan lalu Teuku M. Radhie SH dari BPHN memberikan inventarisasi pokok masalah yang diseminarkan oleh BPHN itu (bersama-sama Persatuan Advokat Indonesia, Ikatan Notaris Indonesia, Sub Konsorsium Ilmu Hukum Departemen P & K, SH dari kalangan pengadilan, kejaksaan, kepolisian dan lembaga-lembaga non departemen). Bantuan hukum, menurut Radhie, yang dalam seminar menjabat Ketua Panitia Pengarah, dinilai seminar sebagai "unsur pelengkap". Tapi ia tidak boleh tidak harus ada dalam usaha penegakan hukum. Dengan begitu maka institusi bantuan hukum duduk di samping unsur-unsur penegak hukum yang telah disediakan dan jadi tanggungjawab pemerintah, yaitu hakim, jaksa dan polisi. Keadilan haruslah dicari bersama-sama oleh unsur kesemua unsur-unsur tersebut. Kelas Dua Tapi bagaimana mencari tenaga pemberi bantuan hukum? Tenaga yang ada masih jauh dari mencukupi, kwantitatif, kwalitatif. Disadari, pembinaan unsur tersebut tak mungkin diadakan dalam waktu singkat tanpa bantuan bahkan "bimbingan", dari Departemen Kehakiman. Kewajiban menyediakan bantuan hukum yang memadai adalah keharusan yang tak terelakkan. Ingat saja ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (No.14 tahun 1970). Ini bersamaan pula dengan persiapan naskah RUU Hukum Acara Pidana dan pembentukan panitia persiapan RUU Bantuan Hukum oleh Departemen Kehakiman. Bagaimana pula dengan tenaga bantuan yang disebut "pokrol"? Rupanya seminar tak lupa akan lembaga yang sudah tua umurnya ini di masyarakat Indonesia, apalagi di kota-kota kecil ini. Karena itu dirasa perlu untuk mengetatkan syarat-syarat kerja atau izin bagi pokrol. Dalam hal-hal yang prinsipil, syarat yang harus dipenuhi oleh penasehat hukum kelas dua ini harus bersamaan dengan pemberi bantuan hukum lainnya. Si Magang Untuk berpraktek di muka pengadilan, setelah memenuhi persyaratan di atas, seseorang harus pula mengikuti ujian untuk masuk menjadi anggota Balai Pengacara. Balai ini semacam perhimpunan pemberi bantuan hukum. Pengaturnya dilakukan oleh Menteri Kehakiman -- untuk pengembangan kehidupan para pemberi bantuan hukum ini (pengacara, advokat, konsultan) secara "terarah". Diusulkan agar Balai mempunyai status resmi atau setengah resmi yang bekerja sama erat dengan pengadilan. Keanggotaan pada Balai bukan atas kernauan sendiri seperti jamaknya dalam suatu perkumpulan. Tapi terbawa oleh kedudukan sebagai pemberi bantuan hukum yang telah diangkat. Sistim magang, dalam huhungan dengan tenaga agaknya, supaya terus dikembangkan. Bila perlu dikaitkan dengan pemberi bantuan hukum yang diangkat oleh Pemerintah -- sejalan dengan sistim BUTSI yang terkenal itu. Si magang bekerja di bawah bimbingan pemberi bantuan hukum yang sudah menjadi anggota Balai Pengacara. Setelah dua tahun, barulah si magang dapat diangkat menjadi pengacara penuh. Orang miskin tidak pula dilupakan. Seminar merasa perlu diaturnya hal ini secara khusus. Tapi tak diabaikan bahwa pemberian bantuan macam ini merupakan kewajiban pengacara. Tidak boleh diabaikan usaha yang sudah ada, baik dari pemerintah daerah, kotamadya maupun oleh Peradin/LBH Jakarta, lembaga pendidikan hukum atau usaha swasta lain yang telah membuktikan hak hidupnya. Tapi sementara soal itu dibahas panjang, Seminar minta ketegasan satu soal: istilah apa yang tepat untuk pemberi bantuan hukum? Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman hanya menggunakan istilah "penasehat hukum". Rupanya itu kurang seronok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus