Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Habis Debat Lalu Mufakat

Pembahasan perbaikan RUU-HAP dimulai oleh gabungan komisi III dan I DPR disingkat tim sigab. Diselingi debat dan lelucon, akhirnya RUU selesai. Dari 280 pasal kini HAP jadi 286 pasal.

26 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANI pemerintah dan DPR akan mempersembahkan Hukum Acara Pidana baru untuk bangsa Indonesia sudah beberapa kali tertunda. Pertama, rancangan (RUU) yang diajukan September 1979 itu, dijanjikan akan menjadi hadiah tahun baru 1980. Gagal. Lalu diJanjikan lagi akan menjadi hadiah HUT Proklamasl yang lalu. Namun di althir pembahasan terjadi perdebatan senit antara wakil pemerintah, Menreri Kehakiman Ali Said denan fraksi-fraksi partai politik. Pembahasan gagal lagi dirampungkan. Dua tahun masa pembahasan RUU HAP memang cukup panjang dan meletihkan. Meski Mudjono, waktu itu Menteri Kehakiman, sudah mempersiapkan segala sesuatunya agar berjalan lancar. Mudjono menemui dulu Jaksa Agung (ketika itu) Ali Said, Kapolri Awaluddin Djamin dan Sekab (waktu itu) Ismail Saleh. Ketiganya menyetujui RUU HAP yang akan diajukan pemerintah. "Itulah kunci kenapa HAP bisa dilahirkan--kalau salah satu saja dari kami tidak sepakat tidak mungkin bisa diajukan ke DPR," ujar Mudjono. Dua menteri kehakiman, semenjak 1972 (Menteri Kehakiman Oemar Seno Adji) sampai 1974 (Mochtar Kusumaatmadja) tidak berhasil mengajukan RUU HAP ke DPR. Untuk menghilangkan rintangan-rintangan dalam pembahasan, lebih dulu diadakan kesepakatan 13 pasal antar fraksi dan pemerintah. Isi yang terpenting, persetujuan: RUU HAP yang diajukan pemerintah terbuka untuk diperbaiki. Setelah itu, pemballasan dimulai dengan tim gabungan antara Komisi III dan I DPR, disingkat Tim Sigab. Pembahasan yang semula di gedung megah Senayan, diteruskan di bungalow Bank Bumi Daya di Megamendung. Di tempat yang sejuk, 75 km dari Jakarta itu, berbagai pasal digarap. Lancar. Sidang kadang-kadang diselingi lelucon. Ada saja cara pembahasan pasalpasal yang memancing ketawa. Misalnya ketika merumuskan pemeriksaan perkara susila dan rekonstruksinya. Atau ketika cara saksi bisu memberikan keterangan dipermasalahkan. "Setiap usul diselingi ketawa anggota," ujar Gde Djaksa. Tiga bulan lamanya anggota Tim Sigab setiap hari bekerja mulai pukul 09.00 sampai pukul 12.00 dan dilanjutkan lagi sore hingga malam hari. Wakil pemerintah, Mudjono, beserta anggota lainnya baru bisa pulang ke Jakarta pada hari Jumat malam setiap minggu. Senin pagi sekitar pukul 03.00 dan 04.00 mereka sudah berangkat lagi ke Megamendung. "Pak Mudjono itu bekerja setengah mati," kata Albert Hasibuan dari TKP. Pimpinan tim sebenarnya Andi Muchtar, yang juga Ketua Komisi III DPR. Namun Andi Muchtar sering menderita sakit kepala. Beberapa kali Andi Muchtar terpaksa menyerahkan palu sidang kepada Kamil Kamka (sekarang Irjen Departemen Kehakiman) yang ada di sampingnya. Dalam sidang-sidang itu pula Mudjito, dari Fraksi ABRI, tiba-tiba menderita serangan jantung. Ia tidak sadar lagi ketika dibawa ke Rumah Sakit RSPAD di Jakarta. Dan Mudjito meninggal sebelum RUU yang dibahasnya rampung. Pembahasan baru tersendat ketika memasuki pembicaraan mengenai penahanan, barang bukti, penyitaan dan peluntutan. Ada 60 pasal rumit mengenai masalah ini. "Satu hari hanya cukup untuk membahas satu pasal," ujar Gde Djaksa dari PDI. Tidak kurang dari 2 bulan dihabiskan untuk menggarap materi-materi penting itu. Hampir semua anggota Tim Sigab membenarkan bahwa perdebatan keras muncul ketika masalah beralih kepada pasal Ketentuan Peralihan. Perdebatan begitu memuncak, sehingga suatu kali "Mudjono dan Kamil Kamka hampir saja berkelahi dengan Da Costa," ujar seorang anggota FKP. Bahkan, katanya pula, Kamil Kamka pernah tidak mau memimpin sidang kalau Da Costa masih hadir. AKHIRNYA kesepakatan terwujud juga. "Semuanya itu berkat musyawarah -- tidak ada yang merasa dirinya dipaksa," ujar Ali Said. Da Costa membenarkan: "Kita menerimanya dengan kompromi." HAP yang semula 280 pasal menjadi 286 pasal itu, disahkan juga. Tak sedikit pihak yang puas --atau paling sedikit lega. Bahkan FKP mengadakan syukuran di Mina Sea Food, Hotel Sahid Jaya, 18 September lalu. Hadir pimpinan DPR, dan tokoh-tokoh yang banyak ikut terlibat seperti Mudjono, Ali Said, Ismail Saleh, Kamil Kamka, meskipun Kapolri Awaluddin Djamin dan pimpinan parpol tidak kelihatan. Ketua FKP Soegiharto dalarn malam syukuran itu berulangkali menunjuk HAP sebagai hasil karya "DPR Orde Baru". Tetapi hampir semua anggota Tim Sigab menunjuk Mudjono yang berjasa. Malah ada yang menyebut asas prapengadilan di HAP sebagai Muljono Corpus menggantikan istilah Haheas Corpus untuk lembaga serupa. Namun Mudjono menunjuk Direktur Utama Bank Bumi Daya Omar Abdalla yang paling berjasa: menyediakan bungalow dan makan minum bagi anggota Sigab.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus