SERUAS jari telunjuk kiri tergeletak di meja hijau. Pemiliknya,
Suparmi alias Mimi, memandang dengan sendu barang bukti yang
sudah kaku itu. Pekan lalu, Pengadilan Negeri Medan memeriksa
Haji Alimuddin Lubis dan istri tuanya, Hajjah Nurhaidah
Hasibuan, yang dituduh sebagai penyebab copotnya telunjuk itu
dari tempatnya.
Menurut tuntutan Mimi, melalui Pengacara Syafruddin Kalo, cacat
yang dideritanya itu adalah buntut dari keributan yang terjadi
di Pengadilan Agama Medan, 22 Desember lalu. Hari itu Mimi
memenangkan tuntutan pembayaran nafkah dari bekas suaminya,
Alimuddin, sebesar Rp 293 ribu karena perceraian. Tapi tidak
diduganya tiba-tiba Nurhaidah yang juga hadir di persidangan itu
menjambak rambutnya. Mimi tidak berdaya menghadapi bekas madunya
yang berbadan kekar. Ia hanya sempat menjerit ketika jarinya
putus digigit Nurhaidah.
Suami istri Alimuddin, 40 tahun, dan Nurhaidah, 38 tahun, di
persidangan yang dipimpin Hakim D.U. Sihombing itu dituntut
pidana dan sekaligus perdata. Jaksa Polin Sibero, yang membawa
perkara itu ke pangadilan, menuduh mereka melakukan penganiayaan
berat. Sekaligus pula mereka dituntut membayar ganti rugi kepada
Mimi sebanyak Rp 25 juta, untuk kerugian korban yang tidak
ternilai. "Saya jadi malu karena tidak punya telunjuk, dan sukar
cari kerja," kata Mimi. Ditambah lagi tuntutan Rp 369 ribu
sebagai pengganti biaya pengobatan.
Mimi, 27 tahun, menikah dengan Alimuddin, 1980, sebagai istri
ketiga pedagang panglong atau bahan bangunan itu. Menurut Mimi,
pernikahan itu bisa terjadi karena bujukan Nurhaidah yang memang
mencarikan istri ketiga buat suaminya. Mimi, yang ketika itu
berstatus janda, dijanjikan akan dibawa naik haji ke Mekah.
Tapi, sampai perceraian terjadi, kata Mimi lagi, janji itu tidak
pernah terwujud.
Namun bukan janji itu benar yang menyebabkan ia tidak betah jadi
istri Alimuddin. Ia merasa tidak diperlakukan sebagai manusia --
karena ditempatkan di satu rumah dengan Nurhaidah, di Jalan
Pancing, Medan. "Kami berdua sekaligus digauli Alimuddin di
kamar yang sama," tambah Mimi. Ketika Mimi nekat pindah rumah,
bekas suaminya itu marah-marah. "Carikan saya perempuan lain,"
teriak Alimuddin seperti ditirukan Mimi. Ketika wanita muda itu
menolak, langsung saja Alimuddin menjatuhkan talak satu.
Bekas istri kedua Alimuddin, Laila, 30 tahun, membenarkan
pernikahannya terjadi, 1979, karena janji akan naik haji pula.
Ia, yang juga berstatus janda, semula pegawai pedagang panglong
itu. Berbeda dengan Mimi, katanya kepada TEMPO, Laila tidak
keberatan digauli sekaligus bersama Nurhaidah di satu kamar. Ia
hanya kesal, karena Alimuddin tidak pernah diizinkan istri
tuanya, tidur di kamarnya. Sebab itu ia memilih berpisah saja.
Tentu saja Alimuddin membantah tuduhan bekas-bekas istrinya itu.
"Ayam saja tidak begitu, apalagi manusia," sanggahnya. Namun ia
mengakui juga, Mimi dan Laila bisa dikawininya karena jasa baik
Nurhaidah yang sudah memberinya enam anak. "Kebutuhan itu kami
rembukkan bersama, kebetulan ia memahami keadaan saya dan
mengusahakan wanita-wanita itu," ujar Alimuddin.
Tuduhan Mimi yang lain, tentang penganiayaan, juga tidak
seluruhnya dibenarkan Alimuddin. Katanya, Mimi justru yang
duluan menyerang Nurhaidah, begitu wanita itu mendengar
tuntutannya dikabulkan Pengadilan Agama. "Supaya istri pertama
saya itu malu di muka umum," ujar Alimuddin menduga maksud Mimi.
Hakim Sihombinglah nanti yang akan menentukan siapa yang benar
-- termasuk berapa harga jari Mimi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini