Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bobol Di Pacific

Dua direktur PT MSII, Sukaria Wangsa & Chandra Lummy, meminjam uang Rp 1,5 milyar kepada PT Bank Pacific dengan jaminan fiktif berupa tagihan kepada Bechtel dan sejumlah tanah. Mereka sementara diadili.(krim)

1 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAAT memutuskan untuk memberikan kredit Rp 1,5 milyar, PT Bank Pacific sebenarnya sudah berhitung bahwa tak bakal rugi. Yang dijaminkan oleh PT Metro Sakti International Incorporation (PT MSII) berupa tagihan kepada Bechtel -- kompanyon Pertamina -- dan sertifikat tanah yang dinilai lebih dari cukup. Tagihannya saja US$ 1,255 juta, sedang tanah di Bekasi yang dijaminkan seluas 14 hektar lebih. Kalau keduanya diuangkan, jelas lebih dari cukup untuk mengembalikan pinjaman berikut bunganya. Tapi, bank yang sahamnya dimiliki keluarga Ibnu Sutowo dan Bank Indonesia itu kali ini salah hitung. Yang dijadikan jaminan oleh PT MSII ternyata fiktif. Bank Pacific tentu saja merasa kebobolan. Dua orang direktur PT MSII, Sukaria Wangsa dan Chandra Lummy, dan seorang komisarisnya, Ng Hangga Oetama, hari-hari ini diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Ketiganya didakwa melakukan korupsi dan pemalsuan. Drs. A.Firman, bekas Direktur Kredit dan Pemasaran, yang ketika itu meluluskan permohonan kredit untuk PT MSII, akan diadili pula. Kredit dari Bank Pacific, kata Jaksa Syarif Nasution, diterimakan di tahun 1983 lalu. Waktu itu, PT MSII memang mempunyai tagihan kepada Bechtel. Hanya saja, setelah dicek, besarnya bukan US$ 1,255 juta melainkan hanya sekitar US$ 136,5 ribu. "Tagihan yang lain ternyata sudah diambil oleh para terdakwa," kata Syarif. Soal sertifikat tanah, ceritanya juga sama. Memang benar Hangga Oetama memiliki tanah seluas 14 hektar lebih di Jaka Sampurna, Bekasi. Namun, pada saat sertifikatnya disodorkan ke Bank Pacific, areal tanah tersebut sebenarnya sudah dikuasai orang lain. Malah sudah berganti pemilik beberapa kali. Mula-mula, Hangga melimpahkannya kepada Hananuddin, yang lalu menjualnya kepada Hidayat Achyar. Yang terakhir ini kemudian menjualnya kembali kepada Hafan Thaher. Dengan kata lain, tanah tersebut bukan lagi milik PT MSII. Kalau saja pihak Bank Pacific cukup hati-hati, permohonan kredit PT tersebut tentu tak begitu saja dikabulkan. Entah mengapa, Firman tampaknya mudah saja meluluskan permohonan Sukaria Wangsa dan kawan-kawan. "Kami tidak tahu, apa dia ada main. Yang jelas, dia tidak teliti dan ceroboh," kata sebuah sumber. Kecerobohannya, antara lain, ia tidak meneliti secara cermat sertifikat dan tagihan yang dijadikan jaminan. "Manajemen kami waktu itu boleh dibilang memang agak lemah," kata H.P. Toar, Direktur Bank Pacific, kepada TEMPO. Ia membantah Firman diberhentikan gara-gara perkara ini. "Masa tugasnya memang sudah habis," tutur Hatta Abdullah, Direktur Pelaksana Bank Pacific. Mudahnya kredit dikeluarkan, agaknya, karena Firman sudah kenal dengan para terdakwa. Kebetulan PT MSII waktu itu sedang mengalami kesulitan keuangan. Kontraktor dan penyedia material, antara lain berupa batu dan pipa bagi Bechtel yang berpusat di Jakarta dan mempunyai perwakilan di Singapura dan Balikpapan, itu punya pinjaman ke European Asian Bank. Besarnya Rp 1,3 milyar. Kredit dari Bank Pacific memang langsung ditransfer ke sana sebesar itu, sedangkan yang Rp 200 juta dijadikan modal kerja. Setelah sadar bahwa jaminan yang diberikan fiktif semua, dan PT MSII tak mungkin mengembalikan kredit serta membayar bunga, Bank Pacific lalu melapor ke pihak berwajib. Selain dituntut secara pidana, ketiga terdakwa juga digugat secara perdata. Dan kedua kasusnya, pidana dan perdata, kini berjalan. Sayang, Komar Rahardja, yang ikut menandatangani permohonan kredit, tak bisa ikut diadili. Dia tak diketahui berada di mana. "Kami berharap masih ada yang bisa disita, yang bisa diperhitungkan sebagai pengembalian kredit. Kalau tak ada, apa boleh buat. Itu risiko bisnis," kata T.A. Sutanto dari Bank Pacific kepada TEMPO. Para terdakwa, yang kini berada dalam tahanan, baru di pengadilan nanti akan bicara mengenai duduk persoalannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus