Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ini Tuduhan KPK kepada Mbak Ita: Atur Tender Proyek Kecamatan sampai Pungli Pegawai Bapenda

Wali Kota Semarang Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri, yang juga Ketua Komisi D DPRD Jateng, ditahan KPK karena kasus dugaan korupsi Rp6,1 miliar

20 Februari 2025 | 14.45 WIB

Pelaksana Tugas Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau biasa disapa Mbak Ita.
Perbesar
Pelaksana Tugas Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau biasa disapa Mbak Ita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Walikota Semarang 2023-2024 Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri, yang juga Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah, ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi mulai Rabu, 19 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kader PDI Perjuangan tersebut dituduh melakukan korupsi proyek dan pungutan liar di Dinas Pendapatan Daerah sejak KPK mulai mengusut kasusnya pada Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Setelah dua kali mangkir dari pemeriksaan, KPK akhirnya menahan mereka.

"Terhadap HGR dan AB dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK selama 20 hari terhitung mulai 19 Februari 2025 sampai dengan 10 Maret 2025," kata Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.

Ibnu mengatakan bahwa keduanya diduga telah menerima sejumlah uang dari tiga perkara, yakni pengadaan meja kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang pada 2023, pengaturan proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan 2023, dan permintaan uang ke Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang.

Pada proyek pengadaan meja kursi, keduanya diduga menerima uang sebesar Rp1,7 miliar. Dalam pengaturan proyek penunjukan langsung, Alwin diduga menerima uang sebesar Rp2 miliar. Dari Bapenda Kota Semarang, keduanya diduga meminta uang sebesar Rp2,4 miliar, sehingga total korupsi pasangan ini mencapai Rp6,1 miliar.

Mbak Ita menjadi kepala daerah ke sekian yang terjerat kasus korupsi. Sejumlah pemimpin daerah sebelumnya divonis bersalah termasuk Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari yang dihukum 10 tahun karena terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 110 miliar.

Sudah Ratusan Kepala Daerah Ditangkap KPK

Dikutip dari Koran Tempo, sejak 2004 hingga Januari 2022 saja, tak kurang 22 gubernur dan 148 bupati/wali kota telah diciduk KPK atas dugaan korupsi, penyalahgunaan jabatan, penerimaan gratifikasi, dan lain sebagainya.

Meski sudah banyak yang dicokok aparat penegak hukum karena kecurangan, namun tampaknya tak membuat jera para pejabat. Tahun lalu, tak kurang 5 kepala daerah yang terjaring OTT KPK, termasuk Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga  ditangkap KPK dalam OTT pada Januari 2024  karena kasus dugaan pengaturan proyek.

Bupati Sidoarjo (Jawa Timur) Ahmad Muhdlor Ali ditahan KPK pada Januari 2024 karena memotong dan menerima uang di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, lalu Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah terjaring OTT pada November 2024 dalam kasus pemerasan dan gratifikasi dari sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.

Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor terjaring OTT KPK pada November 2024 karena diduga terlibat kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Namun ia menang dalam pra-peradilan yang menggugat statusnya sebagai tersangka.

Pada Desember 2024, KPK menangkap Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa  dalam OTT dengan dugaan menggunakan uang kas pemda untuk kepentingan pribadi.

Modus Dugaan Korupsi Mbak Ita: Atur Tender

KPK menuding Mbak Ita dan Alwin Basri terlibat pengaturan proyek penunjukkan langsung pada tingkat kecamatan tahun anggaran 2023.

Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo mengatakan pada akhir November 2022, Alwin memanggil Camat Pedurungan Eko Yuniarto dan Camat Genuk Suroto untuk menghadap ke ruangannya di Kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah.

Pada pertemuan tersebut, Alwin meminta Eko memberikan proyek penunjukan langsung senilai Rp 20 miliar dikoordinir oleh Martono, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang. Alwin pun meminta commitment fee kepada Martono Rp 2 miliar.

Pada Desember 2022, Eko menyampaikan permintaan dari Alwin kepada seluruh camat di Kota Semarang dan mereka menyanggupi permintaan pemberian commitment fee. Sekitar Desember 2022, Martono menyerahkan uang Rp 2 miliar kepada Alwin.

Martono memerintahkan Sekretaris Gapensi Kota Semarang, Suwarno, dan Wakil Sekretaris Gapensi Kota Semarang, Siswoyo, untuk menunjuk koordinator lapangan yang akan berkomunikasi dengan para Camat perihal pelaksanaan proyek penunjukan langsung tersebut.

Pada Maret 2023, saat pelaksanaan Rapat Pleno Gapensi Kota Semarang, Martono menyampaikan kepada seluruh anggota bahwa organisasi mereka mendapatkan jatah proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan di Kota Semarang.

Bagi yang berminat untuk mendapatkan proyek ini, harus menyetorkan uang kepada Martono sebesar 13 persen dari nilai proyek sebelum pekerjaan dimulai. Commitment fee  yang diterima mencapai Martono Rp 1,4 miliar. Uang tersebut digunakan sesuai perintah Alwin, di antaranya pengadaan mobil hias pada festival bunga yang diadakan Pemerintahan Kota Semarang.

Mbak Ita mengetahui adanya pungli tersebut dan meminta Martono menggunakannya untuk kepentingan Pemkot Semarang yang tidak dianggarkan pada APBD.

Perbuatan Hevearita bersama Alwin Basri yang meminta commitment fee atas pengaturan proyek penunjukan langsung bertentangan dengan tugas dan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67 dan Pasal 76 UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dua kali dan terakhir dengan UU Nomor 9 tahun 2015.

Minta Tambahan Uang Hasil Pungutan Pajak

Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo mengatakan pada pertengahan Desember 2022, Hevearita, minta agar Kepala Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang Indriyasari memperbesar insentif pemungutan pajak dari yang seharusnya ia terima.

Menurut KPK, Mbak Ita menolak besaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) lebih kecil dari jatah seretaris daerah. Atas permintaan itu, pada periode April-Desember 2023, Indriyasari memberikan uang sekurang-kurangnya Rp2,4 miliar kepada Hevearita dan Alwin Basri yang dipotong dari jatah pegawai Bapenda sebesar Rp 300 ribu per triwulan.

Ibnu menyebut perbuatan Hevearita yang meminta tambahan uang atas Tambahan Penghasilan Pegawai dari insentif pungutan pajak telah melanggar Pasal 7 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dalam kasus pengadaan meja dan kursi, Alwin minta Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Bambang Pramusinto membuat anggaran yang kemudian masuk dalam APBD-Perubahan 2023 yang diajukan Wali Kota Hevearita dan disetujui DPRD.

Kepala Dinas Pendidikan juga diminta memenangkan PT PT Deka Sari Perkasa yang dipimpin Rachmat Utama Djangkar dalam tender penyediaan meja dan kursi fabrikasi untuk sekolah di Semarang.

Menurut KPK, Rachmat dalam proyek tersebut memberikan Rp1,7 miliar kepada Mbak Ita dan Alwin. Rachman juga menjadi tersangka dan ditahan KPK.

Pengacara Hevearita dalam sidang pra-peradilan, Erna Ratna Ningsih, menyoroti mekanisme penetapan tersangka terhadap Mbak Ita dilakukan sebelum pemeriksaan oleh KPK.

Selain penetapan tersangka, Erna juga menyinggung soal dua surat perintah penyidikan atau sprindik yang dikeluarkan lembaga antirasuah itu karena disebut memiliki perbedaan.  Namun gugatan pra-peradilan itu ditolak hakim.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus