Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Janda Aspal

Empat tersangka pemalsuan SK pensiun untuk janda & yatim piatu di beberapa kota Ja-Tim ditangkap. Mereka memanfaatkan diberlakukannya UU perkawinan 1974. (krim)

17 Agustus 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MBOK Milah, 50, yang sehari-hari menjadi pedagang kecil di pasar Pare, Jawa Timur, tiba-tiba naik gengsi. Ia bercerita kepada tetangga dan sesama pedagang bahwa ia kini mendapat uang pensiun, sebagai janda karyawan PJKA. Padahal, para tetangga tahu persis suami si mbok yang telah meninggal bukan pegawai negeri, melainkan seorang petani biasa. Seseorang yang melihat kejanggalan tersebut lalu melapor ke polisi. Dari laporan itu, baru-baru ini, polisi Kediri bisa mengungkapkan adanya permainan dalam pengeluaran SK pensiun. Dari beberapa kota di Jawa Timur, untuk sementara ini, telah dijumpai 18 janda dan seorang anak yatim piatu menerima uang pensiun - padahal mereka jelas tak berhak. "Kami telah menangkap empat orang tersangka," tutur Kolonel Sri Martono, kepala Polwil Kediri, dua pekan lalu. Seorang tersangka, Elsius, 54, adalah kepala seksi SAP (Sentral Administrasi Pensiun) di kantor BAKN, Bandung. Yang satu lagi penduduk Sidoarjo, sedang dua lainnya - pensiunan ABRI - adalah penduduk Surabaya dan Kediri. Mereka merupakan mata rantai dalam kasus janda dan anak yatim piatu pensiunan palsu itu. PERMAINAN, agaknya, bermula dari Elsius. Sebagai pejabat yang biasa menguruskan pensiun seseorang, ia tahu persis bahwa sebelum lahirnya UU Perkawinan tahun 1974, janda pertama dan janda kedua seorang pegawai negeri berhak mendapat uang pensiun. Setelah UU tadi keluar, banyak janda - khususnya janda kedua atau istri muda - yang ragu untuk mengurus pensiun karena merasa tak berhak menerimanya. Padahal, bila ia dinikahi sebelum UU Perkawinan - diberlakukan, sebenarnya ia berhak mendapat warisan berupa uang pensiun. Nah, keragu-raguan para janda itulah yang dimanfaatkan tersangka. Sigap sekali kawanan pemalsu itu mengurus dan mengumpulkan surat-surat yang diperlukan, seperti KTP, surat pengangkatan, surat nikah, dan akta kelahiran, yang diperlukan agar SK pensiun bisa dikeluarkan. Dengan janji akan diberi sekadar uang pensiun, orang seperti Mbok Milah dipotret, dan disuruh tanda tangan atau cap jempol - seolah dialah janda yang berhak mendapat penslun itu. Setelah semua beres dan SK pensiun keluar, yang memakan waktu cukup lama, uang rapel bisa diambil di KPN (Kantor Perbendaharaan Negara) setempat. Sebuah SK pensiun "aspal" bisa "menghasilkan" uang rapel sampai Rp 2 juta. Dari uang sebegitu, Mbok Milah mengaku kebagian Rp 100 ribu. Saya kira itu uang halal. Dikasih tahu dapat pensiun saya, ya, mau saja," ujarnya kepada TEMPO. Elsius mengaku bahwa semula ia mengharap bisa mendapat Rp 200 ribu dari sebuah SK pensiun. Tetapi, katanya, sejauh ini dia hanya pernah menerima Rp 450 ribu. Bagian terbanyak dimakan ketiga tersangka lainnya. "Kalau mereka tidak mengirimkan permohonan SK pensiun susulan, saya mungkin tak akan begini," tutur ayah enam anak itu dengan nada memelas. Sur Laporan Choirul Anam (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus