Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Bagaimana Hendra Sabarudin Mengendalikan Jaringan Narkoba dari Dalam Penjara

Jaringan narkoba Hendra Sabarudin mengedarkan sabu dari penjara Tarakan sejak 2017. Dibantu polisi dan sipir penjara.

29 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERICUHAN menyeruak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Tarakan, Kalimantan Utara, pada Oktober 2023. Gara-garanya tim gabungan Kepolisian RI, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia hendak menyelidiki peredaran narkotik dan obat-obatan terlarang atau narkoba di dalam penjara. Operasi itu menyasar Hendra Sabarudin alias Hendra, 32 tahun, terpidana kasus narkoba.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kala itu tim gabungan juga hendak memindahkan Hendra ke Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika, Cipinang, Jakarta Timur. Alih-alih mematuhi petugas, Hendra diduga mengajak narapidana lain memprotes pemindahan itu. Saat kericuhan terjadi, Hendra menjadi utusan napi dan bernegosiasi soal pemindahannya. Sebenarnya Hendra divonis mati. Belakangan, hukumannya diringankan menjadi 14 tahun penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kalimantan Timur Gun Gun Gunawan mengatakan tim gabungan menduga Hendra mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lembaga pemasyarakatan Tarakan. Ia juga dituduh mencuci uang hasil berdagang narkoba. Setelah beragam upaya dilakukan, Hendra akhirnya bersedia dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang pada Juni 2024. “Hendra sendiri yang mau dipindah,” ujar Gun Gun kepada Tempo pada Rabu, 25 September 2023.

Pemindahan itu didasari surat dari Badan Reserse Kriminal Polri yang disetujui Direktorat Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Timur terlibat karena menaungi Kalimantan Timur. Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jakarta R. Andika Dwi Prasetya membenarkan kabar bahwa Hendra sempat dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika Jakarta. “Tapi sudah kembali ke Bareskrim,” ucap Andika.

Pengungkapan jaringan narkoba Hendra berawal dari laporan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan ke polisi pada 13 Oktober 2023. Hendra dituduh sering berbuat onar dari balik terungku. Ia bahkan pernah menjadi otak kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Tarakan pada 2022. Kala itu Hendra rencananya dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Nusakambangan, Jawa Tengah. Ia menolak, lalu mengajak napi lain berbuat rusuh. “Dia juga punya senjata tajam di dalam sel,” ucap Gun Gun. Upaya Hendra berhasil, dia batal dipindahkan ke Nusakambangan.

Rupanya, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri juga tengah menyelidiki Hendra. Kepala Subdirektorat V Tindak Pidana Narkoba Komisaris Besar Cahyo Hutomo menjelaskan, pihaknya sedang menelusuri sumber peredaran narkoba jenis sabu yang berasal dari Kalimantan Utara. Setelah pihaknya menerima laporan dan informasi dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, tim gabungan langsung terjun ke lapangan untuk mencari bukti.

Awalnya polisi tidak menemukan jejak Hendra dalam peredaran narkoba di Kalimantan Utara. Mereka baru menemukan petunjuk setelah mendapat bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menelusuri transaksi keuangan dan aset Hendra. Ada juga transaksi lain yang mengarah ke Hendra. Ternyata dia menggunakan kaki tangan untuk mengendalikan bisnis narkoba dari dalam bui.

Mereka adalah Triomawan, M. Amin, Syahrul, Chandra Ariansyah, Abdul Aziz, Nur Yusuf, Rivky Oktana, dan Arie Yudha. Anak buah Hendra itu sudah ditangkap polisi dan menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang. Semuanya terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 20 miliar.

Komisaris Besar Cahyo Hutomo mengatakan Hendra kerap berkomunikasi dengan Triomawan dan sesekali dengan tersangka lain. Triomawan juga mantan narapidana kasus narkoba. Semua transaksi narkoba dilakukan kaki tangannya. “Hendra hanya beri perintah dari dalam penjara,” ucap Cahyo.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Timur Gun Gun Gunawan juga mengakui Hendra “bekerja” dari dalam penjara. Hendra memiliki jaringan kuat untuk mengakses informasi hingga ke luar penjara. Tapi ia membantah informasi bahwa Hendra menggunakan telepon seluler untuk berkomunikasi dengan anak buahnya dari dalam bui.

Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, Hendra memulai berdagang narkotik pada 2017 atau dua tahun setelah ia masuk penjara. Selama enam tahun menjalankan bisnisnya, ia diduga sudah menyelundupkan 7 ton sabu dari Malaysia. Hendra membeli sabu dari seorang laki-laki warga negara Malaysia berinisial M. Ia mengenal M saat sama-sama menghuni Lembaga Pemasyarakatan Tarakan. M ditengarai telah kembali ke Negeri Jiran. Polri mengklaim sudah mengabarkan Polis Diraja Malaysia untuk berkoordinasi memburu M.

Hendra Sabarudin/dok. Istimewa

Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Komisaris Besar Arie Ardian Rishadi mengatakan perdagangan sabu Hendra bergantung pada ketersediaan stok jaringannya. Sekali pesan, jumlahnya bisa mencapai 150-200 kilogram dari Malaysia. Semua dadah dikirim melalui perjalanan darat dan laut di wilayah Tawau, Kalimantan Utara. Sabu tersebut lalu diedarkan dan dipasarkan ke wilayah Indonesia bagian tengah, terutama Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali, hingga Jawa Timur.

Selama beroperasi, Arie mengimbuhkan, bisnis narkotik Hendra juga berhubungan dengan jaringan Fredy Pratama. Freddy disebut sebagai salah seorang bandar sabu terbesar di Asia Tenggara. Saat ini Freddy diduga bersembunyi di hutan Thailand. “Tidak terhubung langsung, tapi nyangkut di jaringan bawahnya,” tutur Arie. Namun, dalam pemeriksaan, Hendra mengaku tidak mengenal Fredy.

Laporan PPATK menyebutkan perputaran uang dari bisnis narkoba Hendra mencapai Rp 2,1 triliun. Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada menjelaskan, sebagian uang tersebut digunakan membeli aset guna menyamarkan hasil kejahatan narkotik. Untuk menyamarkan jejak, pencucian uang narkotik Hendra dilakukan dalam tiga tahap.

Tahap pertama, Hendra dan kaki tangannya menempatkan uang di rekening bank atas nama orang lain. Kedua, uang ditransfer ke berbagai rekening penampung lain dengan nama yang berbeda. Ketiga, uang disatukan ke rekening akhir yang kemudian dibelanjakan membeli berbagai aset. Aset yang telah disita penyidik di antaranya puluhan tanah dan bangunan, kendaraan bermotor, jam tangan mewah, deposito, hingga simpanan tunai Rp 1,2 miliar. “Total nilainya Rp 221 miliar,” ujar Wahyu Widada.

Operasi sindikat Hendra bisa berjalan mulus lantaran dibantu personel Polri, sipir Lembaga Pemasyarakatan Tarakan, dan pegawai BNN. Menurut Komisaris Besar Arie Ardian Rishadi, ada dua anggota Polri yang terlibat dalam bisnis narkoba Hendra. Dengan alasan masih pendalaman, ia tak menjelaskan detail peran anggota tersebut. 

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Timur Gun Gun Gunawan juga mengakui adanya keterlibatan petugas lembaga pemasyarakatan dalam kasus ini. Dia memaparkan, petugas tersebut sudah dijatuhi sanksi. Sama seperti Arie, Gun Gun tak menjelaskan detail siapa petugas yang terlibat, termasuk peran masing-masing.

Sementara itu, Kepala BNN Komisaris Jenderal Marthinus Hukom mengakui ada anggotanya yang terlibat dalam jaringan narkoba Hendra. “Kebetulan itu pegawai kontrak yang bekerja di BNN,” ujarnya. Ia mengklaim langsung menyerahkan pegawai BNN itu ke kepolisian untuk diproses.

Terbongkarnya bisnis narkoba Hendra yang dikendalikan dari dalam penjara, Marthinus menjelaskan, menunjukkan para bandar memahami cara membangun kerajaan bisnis melalui struktur sosial masyarakat. Dampaknya, semua orang yang berpotensi menggunakan narkotik akan ikut menjadi pengedar. “Mereka mencoba mendapatkan keuntungan yang besar,” tuturnya.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Tarakan Sutarno menjelaskan, pihaknya sudah mengevaluasi secara internal dan memperbaiki sejumlah hal setelah Hendra dipindahkan. Misalnya sipir kini rutin menggeledah dan menambah kegiatan positif bagi para narapidana. “Kami juga akan memperketat pemeriksaan baik pengunjung maupun barang yang keluar-masuk lapas,” ucapnya. Selain itu, pihaknya akan memberi sanksi hukum jika ada petugas dan narapidana yang terindikasi terlibat penyalahgunaan narkoba.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Utara Endang Lintang Hardiman enggan menanggapi pertanyaan tentang kasus Hendra di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Tarakan. Ia mengaku tidak mengetahui tindakan Hendra di lembaga pemasyarakatan. Ia menyarankan mewawancarai Polri. “Untuk informasi bisa ke Bareskrim supaya tidak terjadi kesalahan data,” ucap Endang.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Mohammad Khory Alfarizi, M. Faiz Zaki, dan Ayu Cipta berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi ceta, artikel ini terbit di bawah judul "Kendali Sabu dari Lapas Tarakan"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus