MENGAPA Lucy mati? Tak mudah dijawab. Menurut Yangyang, pacarnya, wanita muda itu mengakhiri hidup dengan menggantung diri. "Saya mencintainya. Tak mungkin dia saya bunuh. Tapi saya memang lalai," kata pemilik toko kelontong Niaga Jaya di Tasikmalaya, Jawa Barat. Ketika itu Yangyang, 26, dan Lucy, 21, sudah dua tahun pacaran, dan merencanakan menikah. Suatu hari di bulan Juli tahun lalu, Lucy mati di toko Niaga itu. Gantung diri? Dokter Liszarwan Baheran dari Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, tak yakin. Dokter inilah yang melakukan otopsi. Dia menemukan bukti yang bisa menggugurkan teori bunuh diri. "Lucy mati akibat dijerat," kata saksi ahli itu dalam sidang di Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Kamis pekan lalu. Menurut Liszarwan, pada korban yang tewas menggantung diri, ada bekas berbentuk huruf "V" di lehernya. Tapi bekas pada leher Lucy datar saja. Artinya, ada orang lain yang sengaja melingkarkan tali di leher korban. Dan, ternyata, bekas luka yang melingkari leher, lebarnya hanya 0,5 cm. Sementara itu, tali plastik biru, yang dikatakan untuk menggantung diri, lebarnya 1,5 cm. Petugas Polres Tasikmalaya yang memeriksa menemukan kejanggalan lain. Lemari yang disebut-sebut tempat Lucy menggantung diri, tingginya hanya 1,40 meter. Tak lazim bunuh diri di tempat sependek itu, lebih pendek daripada tubuh si korban. Kamis pekan lalu, tiga orang wartawan Jawa Barat didengar kesaksiannya. Bisa dibilang merekalah -- Santoso (surat kabar Mandala), John Tanjung (majalah Misteri), dan L.M. Sinaga (Suara Kaya) yang mula-mula berpikir, kematian Lucy tidak wajar. Lucy, di hari nahasnya itu -- seperti biasa -- menemui Yangyang di tokonya. Siangnya, orangtua Lucy kaget, Yangyang muncul naik becak sembari membopong Lucy, yang sudah terkulai. "Lucy gantung diri," kata Yangyang. Lucy dibawa ke dokter dan dinyatakan meninggal. Pihak keluarga menganggap kejadian itu sudah takdir. Tapi Santoso dari Mandala dan rekannya berpendapat lain. Mereka, yang mendengar kematian itu esok harinya, mengontak polisi dan meyakinkan keluarga bahwa Lucy mati secara tidak wajar. Akhirnya, pada 20 April -- 2 hari setelah kejadian -- korban diotopsi di RS Hasan Sadikin. Dan Dokter Liszarwan, seperti sudah disinggung, menemukan sesuatu yang tidak beres. Cerita Santoso, ia sempat dihubungi keluarga Yangyang agar tak mengungkit-ungkit soal kematian Lucy. Dia toh sudah meninggal, mau diapakan lagi? Tapi, adanya upaya keluarga Yangyang menutup perkara itu justru membuat Santoso curiga. Yangyang dan Lucy, tampaknya, memang sudah saling mencinta. Yang menjadi ganjalan, dua kakak Yangyang -- satu pria dan satu wanita -- belum menikah. Keduanya, kabarnya, pantang dilangkahi. Ibu Yangyang tampaknya ingin menenggang perasaan kedua anaknya yang lam. Itu sebabnya, ia minta agar pernikahan Yangyang dengan Lucy diundurkan. Miming, salah seorang kakak Yangyang, membantah ia enggan dilangkahi. "Jodoh orang 'kan masing-masing," ujarnya kepada Agung Firmansyah dari TEMPO. Ia juga membantah pernah minta agar wartawan tidak membesar-besarkan kematian Lucy. "Tidak masuk akal Yangyang membunuh Lucy," ujarnya tandas. Di matanya, pasangan itu tak mungkin terpisahkan. Adalah Yangyang, kata kakaknya, yang mengurusi jenazah Lucy. Yangyang juga yang mengantar ke RS Hasan Sadikin sewaktu jenazah Lucy hendak diotopsi, dan malah ikut mengantar ke pemakaman. "Jenazah Lucy terus dipeluk, dan fotonya tak pernah lepas dari dekapannya." Tapi apa sebenarnya yang dimaksud Yangyang bahwa dirinya telah "lalai"? Dia tak mau menjelaskan. Hanya Bob P. Nainggolan, pembela, tak yakin Yangyang bersalah. "Kalau dia harus membunuh, mengapa dilakukan di tokonya sendiri?" ia bertanya. Maka, Bob berniat menghadapkan dua saksi ahli lain, seorang kriminolog dan ahli patologi forensik, pada sidang mendatang. Kesaksian mereka, tentu, diharap bisa meringankan kliennya. Surasono, Laporan Agung Firmansyah (Biro Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini