Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jika vonis lupa pledoi

Lbh medan memprotes hakim karena memvonis terdakwa sebelum pledoi pembela dibacakan. apoi alias genesen divonis 8 tahun penjara oleh pn medan yang majelis hakimnya diketuai alida pasaribu.

16 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK perkara berat. termasuk pembunuhan, persidangan terdakwa wajib _ didampingi pembela. Tapi, di Pengadilan Negeri Medan, Sabtu dua pekan lalu, majelis hakim yang diketuai Alida Pasaribu, di luar kebiasaan, memutus perkara pembunuhan tanpa menunggu lagi pledoi pembela, dari LBH Medan, yang hari itu tidak hadir di sidang. Kendati terdakwa Apoi alias Genesen menolak pembacaan vonis itu, toh hakim menghukumnya 8 tahun penjara. Akibat vonis tanpa pledoi inl, LBH Medan, Senin pekan lalu, melayangkan protes ke Pengadilan Tinggi Sum-Ut. "Acara semacam itu jelas merupakan kesewenang-wenangan yang tak menghindahkan KUHAP," ujar Hasanuddin, Direktur LBH Medan. Majelis hakim, kendati tidak mendengar pledoi, mengemukakan keyakinannya bahwa Apoi, 27 tahunj penjaga malam di Pulo Brayan, Medan, telah membunuh temannya, Abi alias Firman. Pada Juni tahun lalu, Abi konon mendatangi Apoi, karena ia dilaporkan terdakwa telah mencuri 20 ton kayu dari kilang Lie Seng Peng majikan Apoi. Mereka pun bakantarn, yang berakhir dengan matinya Abi. Pada 26 Maret, jaksa menuntut Apoi 8 tahun penjara. Pada hari itu pula diputuskan sidang diundur seminggu untuk mendengarkan pledoi tim pembela Ternyata, sampai 2 April itu, pledoi pembela belum rampung. "Karena kasus itu tergolong berat, kami masih mendiskusikannya," kata Darwan, salah seorang anggota tim itu. Meski Apoi mengakui perbuatannya, kata pembela, jaksa menuduh ia melakukan pembunuhan itu bersama-sama dengan Sugin. Di sidang kerja sarna itu tidak terbukti. Baik Sugin, yang diadili terpisah, maupun Apoi membantahnya. Repotnya, tak seorang saksi pun yang menyaksikan pembunuhan itu. Selain itu, Apoi mengaku diperlakukan tak manusiawi di pemeriksaan polisi. Ia, katanya, terpaksa mengakui perbuatan itu setelah kakinya ditembak 7 kali, dalam keadaan terbaring dan tangan digari. Sebab itu, kata seorang tim pembela Rasyidah Siregar, pihaknya mengontak Alida dan meminta sidang dlundur sebelum sidang dimulai. Tapi Alida menolak permintaan itu. "Ndak bisa" ujar Alida. Karena itu, Rasyidah pulang ke kantor LBH Medan merundingkan kasus itu dengan koleganya. Mereka kemudian membuat surat resmi agar sidang hari itu ditunda. Tapi ketika surat sampai ke Alida, vonis sudah jatuh sejam sebelumnya. Sebab itu, satu-satunya upaya yang bisa dilakukan LBH hanya membuat surat protes tadi. Dalam surat itu, misalnya, LBH menuduh hakim berpihakt karena sebelumnya jaksa diberi waktu tiga minggu untuk menyusun tuntutannya. Selain itu, LBH juga menuduh Alida telah melanggar KUHAP. Sesuai dengan hukum acara, kata pembela, seharusnya hakim memberitahukan kepada jaksa dan pembela tentang rencana permbacaan vonis. "Pada hari itu, semestinya persidangan baru sampai ke tahap pleidoi, kok berubah jadi pembacaan vonis," kata Uamsyah Hamdani, anggota tim pembela yang lain. Alida membantah mengabaikan hak pembela atau terdakwa. Ketika pembela datang meminta pengunduran sidang, katanya, ia menolaknya dan memberi waktu 15 menit agar tim pembela bisi berembuk. Tapi setelah menunggu 45 menit, pembela tak kunjung muncul, majelis sepakat meneruskan sidang. Di sidang itu, katanya, majelis masih menanyai terdakwa apakah akan menyampaikan pembelaan pribadinya Karena ia menggeleng, acara pun masuk ke pembacaan vonis. Karena itu, Alida menganggap LBH tak sungguh-sungguh membela kliennya. "Jika mereka hadir d sidang dan bertahan minta sidang diundurkan, mungkin sikap kami akan lain," kata Alida. "Ini, mereka malah tak muncul sama sekali," tambah H. Tambunan, salah seorang anggota majelis. Tambunan membantah dugaan bahwa majelis telah punya vonis sebelum pledoi dibacakan. Seandainya pembelaan dibacakan hari itu, katanya, sidang hanya akan diskors sebentar untuk memusyawarahkan vonis hakim. Belakangan Alida mengakui juga bahwa vonis buru-buru itu terpaksa dilakukan untuk mencegah terdakwa lepas dari tahanan demi hukum. Sebab, masa penahanan Apoi akan berakhir pada 12 April 1988. Jika vonis baru dibacakan seminggu setelah pledoi bisa-bisa Apoi harus dilepaskan dari tahanan sebelum vonis jatuh. "Saya bisa ditegur atasan dan masyarakat akan mencela pengadilan jika seorang pembunuh terpaksa dibebaskan demi hukum." Bachtiar Lubis (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus