Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penetapan Jonru tersangka kasus ujaran kebencian membuat pengacara mengkritik polisi. Djudju Purwanto, pengacara Jon Riah Ukur Ginting alias Jonru, menyebut penetapan tersangka berikut penahanan kliennya terjadi secara tiba-tiba.
Djudju menilai, penahanan Jonru juga berlebihan."Penahanan Jonru terlalu dipaksakan," katanya ketika dihubungi pada Jumat, 29 September 2017.
Bukan itu saja. Djudju menuturkan, status tersangka muncul karena polisi menilai sudah memiliki bukti yang cukup. Lantas, Jonru dijerat dengan Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara. Ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara itulah yang membuat Jonru bisa ditahan.
"Alasannya (polisi menetapkan status tersangka dan menahan Jonru) normatif saja," ucap Djudju.
Jonru diperiksa di Polda Metro Jaya sejak Kamis lalu, 28 September 2017, sekitar pukul 15.40 WIB setelah sebelumnya mangkir dari pemeriksaan. Jonru diadukan oleh pengacara Muannas Alaidid dengan tuduhan melakukan ujaran kebencian berdasarkan SARA di media sosial. Salah satunya unggahan Jonru menyebut Indonesia dijajah Belanda dan Jepang pada 1945, tapi pada 2017 dijajah etnis Cina.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono bahwa Jonru sudah ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian. Penyidik memutuskan itu setelah menggelar gelar perkara di tengah masa penangkapan Jonru selama 1x24 jam sejak Kamis sore lalu, 28 September 2017.
"Hari ini dia diperiksa sebagai tersangka," ujarnya pada Jumat, 29 September 2017. Menurut dia, polisi juga sudah menyita barang bukti dari hasil penggeledahan di tempat tinggal Jonru. Jonru tersangka lalu kemungkinan ditahan secara resmi sebagai tersangka kasus ujaran kebencian sejak sore nanti.
FRISKI RIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini