TUDUHAN tidak loyal kepada Orde Baru biasanya mendatangkan
kesusahan bagi pihak yang kena tuduh saja. Tapi kali ini tuduhan
semacam itu berbalik memukul pihak yang menuduh yaitu bupati
Kebumen, Jawa Tengah, Drs. Dadijono Tudo Drajitno. Bupati itu
dihukum pengadilan untuk membayar ganti rugi Rp 2 juta kepada
bekas ketua Pengadilan Agama Kebumen, H.M. Chamim.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kebumen, yang diketuai Hakim A.
Riyanto, dalam sidangnya dua pekan lalu menganggap bahwa
perbuatan Bupati Dadijono mengirimkan surat kepada Menteri
Agama, yang isinya berupa tuduhan-tuduhan ke alamat Chamim,
menyalahi wewenangnya. Sebab itu, selain harus membayar ganti
rugi, pengadilan menetapkan pula Dadijono membayar biaya perkara
Rp 2 ribu.
Surat Bupati yang kemudian menjadi perkara itu berupa nota dinas
kepada Menteri Agama bertanggal 25 Juni 1982. Selain tuduhan tak
loyal kepada pemerintah Orde Baru, Bupati juga menuduh Chamim
sebagai ketua pengadilan agama sering menjatuhkan keputusan
-keputusan yang tidak sesuai dengan hukum agama. Dadijono juga
memberikan penilaian, Chamim tidak layak sebagai ketua di
pengadilan agama karena tidak ahli di bidang itu dan juga
pangkat Chamim tidak memenuhi persyaratan. Sebab itu, Bupati
mengusulkan Chamim diganti dengan K.R. Akhmad Ridlowi yang tak
lain adalah keponakan sang bupati sendiri.
Nota dinas itu, menurut Chamim, telah membuat kesengsaraan pada
diri dan keluarganya. Juga menghambat kariernya sebagai pegawai
negeri. Sebab, setelah surat itu dikirimkan Bupati, Menteri
Agama menurunkan Chamim dari jabatan ketua menjadi wakil ketua
pengadilan agama.
Untuk penurunan jabatan itu, Chamim menuntut ganti rugi Rp 50
juta. Kerugian lain, berupa kesengsaraan keluarganya Rp 100
juta, pencemaran nama baik Rp 5 juta, dan kerugian moril Rp 50
juta. Keseluruhan tuntutan Chamim, yang juga ketua Majelis
Dakwah Islam Kebumen, Rp 200 juta lebih.
Majelis hakim berkesimpulan bahwa Bupati Dadijono telah
melakukan perbuatan di luar wewenangnya dan bahkan memfitnah
Chamim. Sebab, beberapa saksi yang diajukan ke sidang, yang
terdiri dari pimpinan Golkar dan tokoh ulama di daerah itu,
membantah semua tuduhan Bupati mengenai tidak loyalnya Chamim
kepada pemerintahan Orde Baru. Menurut para saksi, Chamim tidak
pernah menunjukkan sikap seperti itu.
Hakim juga mempersoalkan kewenangan bupati selaku penguasa
tunggal di daerah untuk menilai hasil kerja peradilan agama.
Berdasarkan pasal 80 Undang-undang Pokok Pemerintah Daerah (UU
no. 5/1974), menurut hakim, peradilan agama tidak termasuk
kewenangan bupati. Sebab itu, perbuatan Bupati melaporkan
masalah -masalah di peradilan agama yang merupakan tugas Chamim,
menurut hakim, merupakan penyimpangan dan tidak patut dilakukan
seorang bupati.
Majelis bahkan berpendapat bahwa perbuatan Bupati Dadijono itu
justru melanggar undang-undang. Sebab, pasal 20 peraturan itu
menentukan bahwa bupati seharusnya tidak melakukan perbuatan
yang merugikan kepentingan pemerintah, negara, dan masyarakat.
Menurut Hakim Riyanto, tindakan Bupati mengirimkan nota dinas
yang berisi fitnah itu jelas suatu kesengajaan yang merugikan
masyarakat. "Yang paling dirugikan secara moril adalah Chamim,"
ujar Riyanto.
Hakim tidak mengabulkan semua tuntutan Chamim - terutama ganti
rugi atas kerugian materiil, termasuk akibat penurunan jabatan.
Saksi Ridlowi membantah bahwa pemberhentian Chamim dari jabatan
ketua di pengadilan agama itu sebagai akibat surat Bupati.
Penyerahan jabatan ketua itu, menurut saksi ini, sudah diproses
Menteri Agama sebelum ada surat Bupati.
Walau tidak seluruh tuntutannya dikabulkan hakim, Chamim
menyatakan kepuasannya atas putusan itu. "Sekarang saya tinggal
menuntut Bupati dari segi pidana," ujarnya. Ia mengaku sudah 10
bulan menunggu proses pengaduannya ke polisi. Tapi, menurut
Chamim, polisi masih menunggu perintah tertulis dari Kadapol
Jawa Tengah. "Saya mendengar, Kapolri telah setuju pengaduan
saya diproses," katanya lagi.
Perkara gugatan sesama pejabat daerah itu, menurut Chamim, tidak
akan sampai di pengadilan bila Bupati memenuhi kesepakatan
perdamaian yang dibuat sebelumnya. Menurut Chamim, gubernur Jawa
Tengah Ismail pernah mendamaikannya dengan Bupati, 7 September
lalu. Waktu itu, katanya, Bupati berjanji akan memberi ganti
rugi dan perkara dianggap selesai. Di depan Gubernur pula,
menurut Chamim disepakati janji itu akan dilaksanakan 14
September. Tapi ternyata katanya, Bupati ingkar. Sebab itu,
perkara di pengadilan diteruskan.
Bupati tidak menerima putusan pengadilan itu dan berniat naik
banding. "Sampai di mana pun saya akan berupaya membuktikan
Bupati tidak salah," kata kuasa Bupati, Sudhana. Dasar putusan
hakim menghukum Bupati karena mencemarkan nama baik Chamim,
menurut Sudhana, sangat lemah. Salah satu unsur pencemaran nama
baik, katanya perbuatan itu harus dilakukan di depan umum. "Nota
dinas bupati itu, sifatnya 'kan rahasia dan tidak dibuat di
depan umum," ujar Sudhana.
Sudhana juga menganggap, hakim terlalu sempit menafsirkan
kewenangan bupati seperti diatur Undang-undang no. 5/1974.
Menurut Sudhana. dalam undang-undang disebutkan, bupati sebagai
penguasa tunggal berfungsi sebagai pembina ketertiban pemerintah
daerah dan berhak mengawasi peraturan perundang-undangan. "Bila
ada penyimpangan, bupati berak memberitahukan menteri yang
bersangkutan," kata Sudhana.
Bupati Dadijono pun belum menyerah kalah. Empat hari setelah
putusan hakim, 29 Oktober, ia mengadakan pertemuan dengan
seluruh pejabat dan sejumlah tokoh di daerah itu. "Saya kini
kalah, tapi belum tentu nanti Seperti juga PM India, Indira
Gandhi, yang pernah divonis pengadilan," ujar Dadijono, sepert
dikutip seorang sumber. Tapi Bupati meminta agar tidak ada yang
mempertaruhkan hasil akhir perkara itu. Sebab, selagi sidang
berjalan ternyata para penjudi pun bertaruh. Tebak Bupati menang
atau kalah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini