Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kalapnya menantu

Nana Sutisna membunuh mertuanya, Madna, dan melukai istrinya, Engkar, di Cinaraga, Garut. Ia kalap karena mertuanya sering mencampuri urusan rumah tangganya dan meminta ia menceraikan istrinya.

30 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARENA mertuanya selalu campur dalam urusan rumah tangga anaknya, Danu alias Nana Sutisna kalap. Penduuk Desa Cinaraga, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, itu membabat mertuanya hingga tewas dan melukai istrinya di tengah malam, awal Januari lalu. "Sambil memejamkan mata, saya tebaskan golok ke kepala mertua," kata Danu, 23 tahun. Madna, mertuanya itu, meninggal di RSU Tasikmalaya sedang Engkar, 17 tahun, istrinya, yang juga kena babat golok Danu, mengalami luka parah. Danu malam itu juga lari ke Bandung. Tapi sehari kemudian ia kembali ke Malangbong, menyerah ke Polsek. "Saya kesal. Mertua selalu merongrong dan memaksa saya menceraikan istri yang saya cintai," ujar Danu yang baru setahun berumah tangga itu. Ketika menikahi gadis manis berkulit sawo matang dan berambut ikal itu, Danu masih penganggur dan tinggal di rumah mertuanya. Tiga pekan sebelum peristiwa itu, Danu memutuskan pindah ke Bandung. Cari kerja. "Saya tak tahan mendengar omelan mertua. Maklum, saya belum mampu menafkahi istri," tutur pemuda bertubuh kekar itu kepada Riza Sofyat dari TEMPO. Di Bandung suami-istri itu menetap di rumah saudaranya. Ia diterima sebagai pegawai perusahaan konfeksi dengan upah seminggu Rp 8.000,00. Istrinya menjadi pembantu rumah tangga di suatu keluarga, dengan upah Rp 20.000,00 sebulan. Tapi mertua Danu tak setuju istrinya bekerja sebagai pembantu. Sebelas hari Engkar bekerja di situ, ia terpaksa berhenti. Suatu hari, ketika Danu pulang dari tempat bekerja, istrinya tak ada di rumah. Perempuan itu dibawa pulang oleh kakaknya ke Malangbong. Aceng, kakak Engkar yang menjemputnya, memberitahu lewat surat bahwa ibu mereka sakit dan Engkar terpaksa dibawa pulang. Danu menyusul malamnya. "Ternyata, ibu mertua saya sehat walafiat," kata Danu. Tetapi seperti biasa, Madna, 57 tahun, menasihati menantunya panjang lebar. Tak hanya itu. Mertuanya langsung minta menceraikan istrinya. "Ceraikan saja Nyi Engkar itu. Bapak malu punya anak disuruh jadi babu," kata ayah sebelas anak itu seperti diceritakan Danu. Tentu Danu keberatan dan merasa tidak diberi kesempatan menjelaskan persoalannya. Bahkan, istri yang dicintainya dilarang pula diajak bicara. Danu akhirnya mata gelap. Ia sambar golok yang ada di dapur rumah panggung berbilik bambu 5 x 7 meter itu. Ketika Madna berusaha menolong anaknya, sebuah tebasan telak mengenai belakang kepalanya. Petani malang itu tersungkur di lantai. Tetangga yang berdatangan kemudian menemukan Madna dan Engkar bermandi darah. Mereka pingsan. Enah, 50 tahun, istri Madna, cuma meraung-raung menangisi suami dan anaknya. Sedangkan Danu sudah lenyap dalam kegelapan malam. Madna dan Engkar malam itu juga dibawa ke RSU Tasikmalaya. Apa betul Danu dipaksa Madna menceraikan Engkar? Menurut Enah, itu bohong. "Malam itu Bapak cuma menasihati, kalau sulit mencari pekerjaan, sebaiknya mencangkul sawah saja di sini," kata Enah. Engkar sendiri, tambah Enah, masih mencintai suaminya. "Mana mungkin ayahnya tega menyuruh ia bercerai," ujar orangtua itu. Tapi menurut Kuri, 26 tahun, kakak Engkar, istri Danu itu dibawa pulang atas perintah ayahnya. "Bapak tak setuju Engkar bekerja jadi babu dan ibu memang sakit memikirkan rumah tangga Engkar yang hidupnya susah," katanya. "Itu sebabnya Aceng disuruh membawa Engkar," tuturnya lagi. Polisi menganggap, peristiwa itu bukan pembunuhan. "Ini cuma penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian," kata Kapolres Garut, Letkol. (Pol.) A. Somantri Emay. Motifnya karena si menantu kesal kepada mertua yang campur tangan urusan rumah tangga mereka. "Saya juga mungkin akan marah kalau mertua tanpa minta izin tiba-tiba mengambil istri tanpa alasan yang masuk akal," tambah Kapolres tersebut. Hasan Syukur & Riza Sofyat (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus