Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ada asap, muncul celurit

Munaji saat berwudhu ditebas rasmat. Kepalanya putus. Asap tembakau dari rumah munaji di banjarsari, Jember, dijadikan alasan bahwa korban sebagai tukang tenung yang menyebabkan ibu rasmat sakit.

30 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BETAPA gampang Rasmat menyimpulkan. "Asap daun tembakau adalah jalan. menuju kematian," katanya. Setiap ia melihat tetangganya, Munaji, membakar daun tembakau, maka Saniyah, ibu Rasmat yang 60 tahun itu, perutnya membengkak. Setelah itu, kondisinya makin parah saja. Maka, tak ada kesimpulan lain. Kecuali, kata Rasmat, semua itu ulah Munaji. Asap dan mantra adalah simbol tukang santet. Agar penyakit ibunya lenyap, Munaji harus disingkirkan. Ini kesimpulan yang tak bisa ditawar lagi. Siang itu, 8 Januari, menjelang salat Jumat, dengan tergopoh-gopoh ia datangi kamar mandi terbuka milik Munaji. Di situ Munaji memang sedang mandi sebelum "jumatan" ke masjid. Ia ditemani dua anaknya, Suparto, 8 tahun, dan Nurhalam, 4 tahun. Di situ kedua bocah ini malah asyik dengan gebyar-gebyurnya air. Mereka tak menyangka bahwa Rasmat dengan celurit di tangan sudah di samping Munaji yang sedang mengambil air wudu. Tanpa banyak cakap, celurit itu dibabatkan Rasmat ke paha kanan Munaji. Cres. Darah mengalir. Disusul babatan pada kaki kiri. Munaji mengaduh. Bruk, tubuhnya roboh. Munaji, 48 tahun, langsung mengerang. Tetapi Rasmat masih penasaran. Kepuasannya belum terpenuhi. Celurit diayunkan lagi, sekuatnya. Kali ini ke leher Munaji. Darah tersembur hebat, mengenai baju Suparto. Kepala Munaji putus, dan menggelinding tiga meter dari asalnya. Adegan sadistis yang mestinya cuma ada di film silat itu disaksikan kedua bocah tadi. Mereka terperangah. Dan tak ada yang bisa diperbuat kedua bocah itu, kecuali tangisan panjang. Darah yang amis belum sampai membuat mereka merinding. Malahan Suparto sempat memungut kepala ayahnya yang terpisah, lalu diletakkan di kedua kaki ayahnya. Istri Munaji, Suyani, 3 tahun, yang waktu itu menakar beras, menjerit. Warga Dukuh I Desa Banjarsari, Kecamatan Bangsalsari, Jember, Jawa Timur, gempar. Sedangkan Rahmat, 30 tahun, langsung lari ke Balai Desa Banjarsari. Dan di hadapan pamong desa, Rasmat mengakui perbuatannya. Mengapa harus membunuh dan jadi brutal begitu? "Saya tak tega. Ibu saya selalu sakit karena dia," begitu pengakuan Rasmat kepada Kepala Dusun Dukuh 1, Abdul Manan. Rumah Saniyah, sekitar 15 meter dari rumah Munaji, selalu kena asap tembakau, bila Munaji sedang membakarnya. Setelah itu, begitu alasan Rasmat yang disampaikan kepada Abdul Manan, perut Saniyah menjadi kembung dan dadanya sesak. Apa benar Munaji tukang tenung? "Itu fitnah," teriak Istri Munaji. Alasan asap tembakau itu terlalu dicari-cari. "Lha, wong beli tembakau saja masih sering ngutang, kok, dibilang membakar tembakau," kata Suyani lagi. Rasmat, yang kini di tahanan Polres Jember, memang belum mengungkap lebih jauh. Bisa saja, itu cuma alasan yang dibuat-buat. "Masih dalam proses penyidikan," kata Kapolres Jember, Letkol. Pol. Karyono. "Mungkin karena dendam," tuturnya. Hingga kini masih dikumpulkan data tentang Rasmat, yang menurut polisi, konon, bekas maling. Banyak tetangga yang membenarkan Rasmat pernah menggeluti pekerjaan hitam itu. Tapi, yang pasti, dalam dua tahun ini ia menjadi petugas keamanan di PTP XXIII Jember. Ia sudah punya seorang anak (3 tahun), tapi perangainya, kata penduduk situ, kurang baik. Suka bikin onar. Ekonomi keluarga Munaji memang tak bisa dikatakan berlebih. Untuk menghidupi istri dan lima anak boleh dibilang pas-pasan. Rumahnya berdinding tripleks. Ada sapi dua ekor, dan ia hidup bertani dari kebunnya yang tak luas. "Pak Munaji itu pendiam. Ia tak banyak ulah," kata Kasina, tetangganya. Mengenai kabar bahwa ia tukang santet - setelah peristiwa berdarah itu - menurut Kasina, selain mengagetkan dia, alasan itu juga seperti dicari-cari. Lain dengan Rasmat. Setelah menyerahkan diri, ia lebih banyak bungkam dan tak mau menjelaskan mengapa harus membunuh. Kepala Dusun, Abdul Manan, menganggap alasan asap daun tembakau dapat menggembungkan perut ibunya Rasmat itu aneh. "Daerah perbukitan ini banyak nyamuk. Untuk mengusirnya, biasanya dibakarlah daun tembakau," kata Abdul Manan. Itu dilakukan oleh mereka yang ekonominya lemah. Untuk beli obat nyamuk keluaran pabrik kurang mampu. Boleh jadi, karena berdendam? Mereka berdua - begitu keterangan keluarga korban - 4 tahun lalu memang pernah bersitegang lantaran batas halaman. Rasmat menuduh Munaji curang, karena telah menarik garis batas. Dan itu merugikan tanahnya. Tuduhan itu tentu tak dibenarkan keluarga korban. Sejak itulah perselisihan gampang tersulut. Tapi Abdul Manan, Kepala Dusun itu, mengaku tak pernah mendengar pertengkaran mereka. Maka, ketika ada berita Munaji dicelurit Rasmat, ia sangat kaget. Walau Rasmat tak mungkin berbuat, pengakuannya sulit dikorek. Kepada sanak keluarga yang menjenguknya, ia juga tutup mulut. "Biar saja. Pokoknya, aku titip anakku. Jaga dia dan jangan ditelantarkan," katanya." Widi Yarmanto & Wahyu Muryadi (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus