Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah satu bulan lebih Saddam Husein bersama empat temannya menghuni ruang tahanan Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat. Polisi menggulung mereka pada pertengahan Januari lalu karena mengelola delapan grup aplikasi Line bermuatan pornografi, yang beranggotakan lebih dari seribu akun. Para remaja berusia rata-rata 23 tahun itu berteman sejak mereka bersekolah di sekolah menengah atas yang sama di Tangerang, Banten. Dengan wajah lesu, Selasa pekan lalu, mereka menerima wawancara wartawan Tempo Mustafa Silalahi di Jakarta. Zainul dan Ryan Maulana ikut membantu Saddam menjelaskan kasusnya. Dua lainnya, Wanda Nugraha dan Hadi Agus, hanya terdiam sembari menundukkan kepala.
Apa saja layanan yang disediakan di grup Line yang kalian kelola?
Kami menyediakan VCS (video call sex), live streaming masturbasi yang kami sebut col***, dan tayangan hubungan intim.
Ryan Maulana: Di grup juga dipromosikan talent (pelakon adegan seks) yang menyediakan jasa BO (booking out) untuk bertemu lalu berhubungan intim.
Dari mana kalian memperoleh para talent itu?
Mereka yang datang sendiri dan menawarkan diri kepada kami. Salah satunya si NS (pelajar kelas II SMA di Jakarta).
Ryan: Banyak yang tak kami kenal secara langsung. Kami hanya berkomunikasi lewat chatting.
Bagaimana cara kalian menayangkannya?
Zainul: Pertama, kami membuat penawaran di grup, siapa saja yang mau menonton VCS. Setelah terkumpul para peminat, mereka diminta mentransfer pulsa ke nomor talent. Lalu adegan itu ditayangkan di grup sekitar 30 menit. Jadi kami hanya memfasilitasi para anggota grup dengan para talent.
Berapa pendapatan kalian?
Ryan: Kami mendapatkan dari iuran Rp 25-200 ribu per anggota dalam bentuk pulsa. Pulsa itu kami jual ke penadah lewat aplikasi khusus. Pulsa senilai Rp 100 ribu, misalnya, kami jual menjadi Rp 85 ribu.
Saya menyesal. Kapok ikut beginian.
Kenapa hanya menggunakan aplikasi Line?
Ryan: Line nyaman digunakan. Tak memakan memori di telepon seluler.
Zainul: Penyebaran promosi juga lebih mudah dengan menggunakan tanda pagar tertentu.
Kalian tidak menggunakan aplikasi media sosial lain?
Ryan: Enggak. Kami hanya pakai Line. Kami bahkan tak punya akun media sosial lain.
Ada berapa banyak grup serupa di aplikasi Line?
Wah, banyak. Ada seratus lebih. Setelah penangkapan kami, mereka kabarnya sudah tak aktif lagi.
Kenapa kalian mewajibkan mengirimkan kartu tanda penduduk kepada anggota baru?
Itu sebagai jaminan kami kalau ada anggota yang macam-macam. Misalnya merekam live streaming di grup lalu menyebarkannya ke grup lain. Selama ini banyak juga mereka yang menipu.
Apa yang Anda maksud menipu itu?
Misalnya berjanji mau bayar jasa VCS atau BO, tapi kemudian kabur.
Apakah kalian menjadi muncikari juga?
Tidak. Sumpah. Kami bukan muncikari, hanya memfasilitasi. Kalaupun ikut kopi darat untuk (bertemu secara langsung) BO, kami hanya mempertemukan talent dan member. Setelah itu urusan mereka.
Ryan: Kalau ada anggota yang ingin BO, biasanya mereka menghubungi langsung si talent.
Kalian tidak merasa bersalah karena mengajak anak-anak yang masih bersekolah?
Kami tidak bisa memastikan usia mereka.
Ryan: Saya menyesal. Kapok ikut beginian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo