Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Karakas-jenewa-new york ?

Konperensi hukum laut dilanjutkan ke new york. sebelumnya bersidang di karakas dan jenewa. keberatan indonesia atas syarat as dan soviet masih dibicarakan. (hk)

3 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKAN hanya karena ramai-rama~i penyelundupan, laut jadi amat penti~ng bagi Indonesia. Peta buminya yang terdiri dari lingkaran lautan, dengan pulau-pulau yang ada di antaranya, mengharuskan negara nusantara itu berusaha keras agar kesatuan wilayah tersebut tidak hanya tinggal dalam kata-kata lagu perjuangan saja. Maka adalah gagasan yuridis, yang bernama konsepsi nusantara. Secara populer orang mengenalnya sebagai Wawasan Nusantara berkat diangkatnya faham kewilayahan tersebut kedalam Tap MPR 1973 tentang ~GBHN. Sementara itu Konperensi Hukum Laut III, yang bagian pertama dan kedua masing-masing sudah dimulai di Karakas dan Jenewa, masih harus meneruskan masa sidang bagian ketiga di New York mulai 15 Maret. Ketua Delegasi Indonesia ke konperensi tersebut -- siapa lagi kalau bukan Prof. Mochtar Kusumaatmadja sehari sebelum keberangkatannya ke New York, menyempatkan diri mengajak wartawan berbicara tentang topik tersebut. Dalam sebuah ruangan sejuk di gedung baru Departemen Kehakiman, Mochtar menyerahkan kepada para tamunya untuk memulai persoalan. Belum Me~ngempis Atas pertanyaan TEMPO, Mochtar kembali mengulangi pentingnya Konperensi Hukum Laut ini disukseskan. Sebab bila tidak, maka "pengaturan hukum laut akan tergantung pada siapa yang kuat". Berhasilnya konperensi akan menolong negara-negara berkembang. Karena "sistim yang ada, yaitu sistim Jenewa, yang didasarkan atas Konvensi-Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 masih terlalu menguntungkan negara yang telah maju". Misalnya tentang pengertian landas kontinen. Yaitu suatu daerah di dasar laut, dan tanah di bawahnya, di luar laut teritorial. Batas kedalaman diukur dengan dua cara. Pertama sampai kedalaman 200 meter. Kedua, lebih dalam dari itu, asalkan kedalaman tersebut masih memungkinkan diusahakannya kekayaan alam yang terdapat di tempat tersebut. Ukuran kedua, yang banyak mengundang debat itu, jelas makanan empuk bagi negara berteknologi maju. Situasi demikian antara lain jadi motif utama diadakannya Konperensi Hukum Laut sekarang ini. Belum lagi berkenaan kedudukan selat-selat internasional, yang amat vital bagi kapal (perang) negara-negara besar. Lain dengan situasi Jenewa 1958 dan 1960, sekarang hampir tak ada yang keberatan terhadap lebar laut teritorial 12 mil. Tetapi AS dan Uni Soviet misalnya menambahkan syarat: pada selat yang biasa dilalui kapal-kapal asing, yang sebagai akibat ditrapkannya ukuran lebar laut teritorial 12 mil lalu menjadi bagian perairan nasional suatu negara, tetap dijamin hak lalu lintas bebas ~free-(passage) bagi kapal-kapal asing itu seperti semula. Pada waktu menjelang pertemuan Karakas dan Jenewa pun Menteri Mochtar sudah menggambarkan pandangan-pandangan yan~g "cukup berat" untuk diterima Indonesia itu. Pada pertemuan New York i~nipun isyu tersebut belum juga mengempis. Tidak Te~rga~ntung ~~ Bagi Indonesia sendiri, konsepsi nusantara tidak tergantung pada berhasil tidaknya konperensi menyetujui gagasan tersebut. Sebab, kata Mochtar, "kita sudah memperjuangkan konsepsi itu dengan cara-cara lain yang sudah jauh berjalan -- dan boleh dikatakan berhasil". Yaitu melalui penyelesaian secara bilateral dan regional. Misalnya Indonesia dengan negara-negara te~tangga: masalah perikanan dengan Muangthai, hak lintas antara Malaysia Barat dan Timur dengan Malaysia, dan beberapa urusan "teknis lainnya" dengan Singapura. Kemudian secara tidak langsung perjanjian garis batas landas kontinen dan dasar laut (sudah ada dengan Malaysia, Muangthai, India dan Australia) ikut membantu pengakuan konsepsi nusantara. Belum T~ahu Tak kalah penting adalah pengisian secara nyata dalam perundang-undangan nasional. Mochtar menyebut tentang Peraturan Pemerintah yang mengawasi pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi minyak di lepas pantai. Bahkan sudah ada peraturan imigrasi, yang mengatur dipenuhinya ketentuan imigrasi oleh pekerja-pekerja instalasi yang diangkut oleh kapal yang men~hubungi alat penambangan lepas pantai itu. Tidak disebutkan apakah fihak bea cukai, sudah pula menyiapkan orang-orangnya untuk memeriksa barang-barang pekerja asing di instalasi-instalasi tersebut. Termasuk mereka yang berada di luar laut teritorial, tapi yang tetap tunduk pada hukum Indonesia itu. Namun begitu, jalannya konperensi -- setelah Karakas dan Jenewa -- hingga sekarang cukup menggembirakan buat konsepsi nusantara. Sebab dalam bagian ke~a dari single negotiati~on text mengenai pengertian laut teritorial, sudah disisipkan istilah "perairan nusantara". Kemudian di dalam rancangan pasal konsepsi nusantara ~ (archipelago principles), dari pasal 117 s/d 131 dimuat mengenai archipelago. Berhasil tidaknya, belum tahu. Indonesia mungkin gagal dalam soal lain, misalnya berkenaan negara-negara tak berpantai, zone ekonomi atau pun di Sub Komite yang mengurus masalah pengelolaan pengusahaan ~sum~ber ~kakayaan alam di dasar laut dan~ tanah di bawahn~ya. ~ Indonesia, menurut ~Mochtar menginginkan terciptanya suatu konvensi secara keseluruhan. Jadi tidak terpecah~-pecah dalam berbagai konvensi seperti pada Konperensi Jenewa 1958 dan 1960. Apakah pertemuan New York ini akan berhasil menciptakan kemenangan bagi negara-negara baru berkembang? ~Tunggu sampai Mei.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus