NARAPIDANA merampok? Itulah yang terjadi di Jakarta. Seorang narapidana, Sudarmadji Santoso alias Gondes, 26 tahun -- terhukum 8 tahun penjara karena merampok dan menodong -- yang berstatus tengah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, ditangkap massa karena mencuri sepeda motor. Berkerja sama dengan seorang oknum ABRI, sebut saja Usup, Gondes Rabu dua pekan lalu mengincar sebuah sepeda motor yang lagi diparkir di halaman sebuah rumah di Jalan Pesantren, Kebayoran Lama. Berbekal sebuah kunci palsu model T, Gondes membuka kunci setang motor itu. Tak sampai semenit ia sudah mendorong motor itu ke jalanan. Tapi sial baginya, si pemilik motor, Jumenah, keburu melihatnya dan berteriak. Warga pun membekuk Gondes dan menyerahkannya ke polisi. Di pemeriksaan Polres Jakarta Selatan terungkap bahwa Gondes bukan maling biasa. Ia berstatus napi L.P Cipinang, yang lagi dikaryakan di luar tembok penjara setelah menjalani hukuman selama 3 tahun (dalam proses asimilasi). Tersangka maling motor itu mengantungi surat keterangan dari L.P Cipinang. Pada surat tertanggal 12 Desember 1988 itu, disebutkan Gondes diizinkan bekerja di PT Abadi Genteng Jatiwangi, Jalan Ciputat Raya, Jakarta Selatan. "Dalam surat itu tercantum ia bekerja sejak pukul 08.00 sampai pukul 5 sore," kata Kapolres Jakarta Selatan, Letkol. F. Arwien, didampingi Kadispen Polda Metro, Letkol. Latief Rabar. Rupanya, surat izin itulah yang disalahgunakan Gondes. Sejak dapat izin bekerja di luar penjara itu, begitu pengakuan Gondes. ia sudah menyikat empat buah sepeda motor. Menurut Arwien pula, Gondes adalah residivis -- artinya tak gampang mendapat fasilitas asimilasi. "Kami sedang menyidik komplotannya yang lain dan penadahnya," ujar Arwlen. Sehari setelah Gondes ditangkap, cerita Arwlen! ia menerima telepon dan seseorang yang mengaku petugas LP Cipinang. Telepon itu mengabarkan Gondes melarikan diri ketika sedang kerja bakti di LP Cipinang. "Mereka minta tolong agar kami menangkapnya," cerita Arwien. Perwira menengah itu pun mengiyakan saja permintaan itu. Pihak LP Cipinang yang dihubungi TEMPO membantah bahwa Gondes residivis. "Dia baru sekali masuk LP," kata pejabat sementara (Pjs) Kepala LP Cipinang, Anwar Bachtiar. Selama di LP, katanya, Gondes dinilai berperilaku baik. Ia sudah bisa baca tulis dan bahkan rajin sembahyang. Berkat kelakuan baik itu Gondes dapat remisi tiga kali, atau total pengurangan hukuman setahun. Itu pula sebabnya ia mendapat asimilasi dengan klasifikasi minimum seeurity. Menurut Anwar, menjelang masa asimilasi itu, istri Gondes mencarikan kerja di luar bagi suaminya. Ternyata ada yang mau menampung, yaitu PT Abadi tadi. "Perusahaan itu mengirim surat kepada kami dan meminta Gondes bekerja di situ," cerita Anwar. Surat asimilasi pun dibuat. Di perusahaan genting itu, Gondes digaji Rp 100 ribu sebulan. "Gaji pertama kami izinkan untuk diberikan kepada orangtuanya yang lumpuh," kata Anwar. Tapi gaji bulan kedua akan dibagi: separuh diserahkan kepada negara, sisanya untuk Gondes. Konon, kelumpuhan ayah Gondes terjadi karena mendengar Gondes ditangkap sewaktu merampok bank. Nah, ketika sedang "bekerja" di luar penjara itulah pihak LP Cipinang kecolongan. Gondes, yang diberi batas waktu sampai pukul 17.00, pada hari ia ditangkap massa itu tak pulang ke L.P sampai malam. Dicari di rumahnya juga tak ada. Keesokan harinya, pukul 11.00, menurut Anwar, lewat telepon, pihaknya melapor ke polisi bahwa Gondes melarikan diri. "Yang kami katakan, Gondes sedang dalam masa asimilasi," ucap Anwar. Padahal, seperti disebutkan Anwar Bachtiar, proses asimilasi merupakan esensi dari sistem pemasyarakatan. Proses itu bertujuan untuk mempersiapkan napi membaur dengan masyarakat, sebelum ia dilepaskan. "Kami ini sudah berbuat baik, malah disalahgunakan. Nanti kalau Gondes masuk LP lagi, dia bakalan tidak dapat kelonggaran dan remisi. Pintu sudah tertutup. Dia sudah disebut residivis," kata Anwar. Gara-gara Gondes, bukan hanya Anwar yang ketiban sial. Sejak Gondes tertangkap, semua proses asimilasi di LP Cipinang dihentikan untuk cementara waktu. Termasuk napi-napi yang dipekerjakan di pekarangan luar LP. Salah seorang napi yang mendapat "getah" Gondes adalah bekas anggota DPR dari FPP, Drs. Ruslan Kasmiri, yang dihukum 2 tahun 6 bulan karena korupsi reboisasi. Ternyata, tak hanya napi LP Cipinang yang terkena getah akibat ulah Gondes. Menteri Kehakiman Ismail Saleh pada rapat kerjanya dengan Komisi III DPR, Rabu pekan lalu, mengumumkan pencabutan izin asimilasi di selulruh Indonesia akibat penyalahgunaan tersebut. Bahkan wewenang pemberian asimilasi, yang sebelumnya dipegang Kakanwil Depkeh di daerah-daerah, kini berada langsung di tangan Menkeh. "Saya perlu memikirkan kembali pemberian izin itu, walau daftar napi yang menunggu banyak," kata Tsmail Saleh. Gondes memang bukan satu-satunya napi atau tahanan yang membuat aparat LP kehilangan muka. Sebelum ini, polisi Cirebon menangkap pula empat tahanan dan seorang napi ketika mereka lagi bersantai di sebuah diskotek di kota itu bersama dua orang petugas Rumah Tahanan Cirebon. Sementara itu, di Surabaya, dua tahanan LP Kalisosok ditangkap petugas Kodam karena leluasa berada di luar penjara hanya dengan surat izin dokter. Ternyata, menurut Pangdam V Brawijaya, Sugeng Subroto, surat izin itu cuma "kedok" kedua tahanan untuk berada di luar penjara. Modus serupa juga dilakukan oleh tahanan atau napi kelas "kakap" di Jakarta. Masih di Surabaya, ada pula seorang napi yang bisa setiap hari hidup seperti orang biasa: bekerja sebagai pedagang mobil, pulang ke rumah, bahkan bersantai di diskotek. Caranya: sebelum apel pagi, napi itu melompat pagar penjara dan sekitar pukul 10 malam ia kembali ke LP (TEMPO, 28 Januari 1989).Widi Yarmanto dan Muchsin Lubis (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini