Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kasus Bom Ikan, 17 Terdakwa Dituntut Masing-masing 2 Tahun Bui

Sebanyak 17 terdakwa perkara bom ikan dituntut 2 tahun bui dalam sidang pembacaan tuntutan yang berlangsung di PN Tangerang secara virtual hari ini.

19 Juni 2020 | 17.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tersangka Abdul Basith dihadirkan atas kepemilikan bom molotov saat rilis kasus di Polda Metro Jaya, Jakarta, 18 Oktober 2019. Abdul Basith merupakan dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Ekonomi dan Managemen telah mengundurkan diri sebagai Dosen. TEMPO/Genta Shadra Ayubi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Sebanyak 17 terdakwa perkara bom ikan dituntut 2 tahun bui. Sidang pembacaan tuntutan berlangsung di Pengadilan Negeri Tangerang secara virtual Jumat 19 Juni 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jaksa Penuntut Umum Masdalianto bersama dua JPU lain secara bergantian membacakan amar tuntutan untuk 17 terdakwa bom ikan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ke-17 terdakwa itu menyimak pembacaan tuntutan dari dalam Lapas Kelas II A Pemuda Kota Tangerang. Mereka didampingi belasan penasihat hukum yang hadir di Pengadilan Negeri Tangerang dan mendengarkan pembacaan tuntutan secara langsung oleh JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Hakim Sucipto.

"Terdakwa bersalah melanggar pasal 1 ayat (1) UU Darurat RI No. 12 Tahum 1951 jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP,"kata Masdalianto. Pasal ini menyebut tentang perbuatan enam terdakwa yang telah menyimpan bom rakitan.

Tuntutan ini diperuntukkan bagi bekas Dosen Institut Perrtanian Bogor (IPB) Abdul Basith dan lima terdakwa lain seperti; Sugiono alias La Ode, Lao Ode Nadi, La Ode Samiun, La Ode Aluani, Jaflan Raali.

Adapun 11 terdakwa lain diantaranya Soni Santoso disebut melanggar pasal 169 ayat (1) KUHP yakni terkait perkumpulan untuk melakukan kejahatan.

Atas tuntutan tersebut tim penasihat hukum Abdul Basith dan kawan-kawan menyampaikan keberatan di hadapan majelis hakim.

Menurut Gufron Basith dkk sudah menyabut berkas perkara pada sidang pemeriksaan saksi mahkota.

"Kami keberatan tuntutan JPU tidak sesuai fakta persidangan tapi hanya berdasar BAP para terdakwa,"kata Gufron kepada Tempo usai persidangan Jumat, 19 Juni 2020 hari ini.

Gufron menyebutkan pada sidang sebelumnya para terdakwa mencabut BAP dengan alasan proses pemeriksaan diawali dengan penyiksaan oleh penyidik. Tak hanya Basith Tempo mencatat terdakwa lain termasuk Mulyono dan Okto Warsono juga menyatakan mencabut berkas perkara.

Gufron mengatakan selain mencabut berkas Basith menyatakan dengan lugas di hadapan majelis hakim kalau dia mengalami penyiksaan selama dalam penyidikan di Polda Metro Jaya.

"Penyidik menurut Basith telah menganiaya memukul bahkan menutup kepala dengan kantong plastik hitam. Tapi itu sebelum didampingi penasihat hukum. Saya sendiri melihat bibirnya lebam. Tapi kami tidak bisa visum bahkan mendokumentasikan karena dalam penyidikan penasihat hukum tidak boleh membawa telepon genggam,"kata Gufron.

Gufron juga menyatakan banyak kejanggalan menyangkut kliennya Basith. Basith tidak pernah merakit bom ikan. "Barang bukti bom molotov (bom ikan) itu tidak ditemukan di rumah di Bogor.

"Jaksa penuntut tidak bisa menunjukkan barang bukti itu (bom ikan). Satpam yang menjadi saksi hanya melihat tujuh bekas botol kratingdaeng, dan itu bukan bom seperti yang didakwakan,"kata Gufron.

Gufron mengatakan akan menyampaikan dalam pembelaan. Dia dan tim penasihat hukum telah mengajukan protes untuk menghadirkan Mayjend Sunarko.

"Dalam dakwaan disebutkan pertemuan di rumah Sunarko tetapi yang bersangkutan tidak ditetapkan menjadi tersangka dan duduk sebagai terdakwa,"kata Gufron.

Sebelumnya polisi menangkap dan menetapkan seluruhnya 17 tersangka
dalam kasus plot serangan bom ini.

Mereka disebutkan polisi rencananya akan meledakkan sejumlah bom ikan itu mendompleng Aksi Mujahid 212 pada 28 September 2019. Namun dalam persidangan mereka membantah telah bersekongkol hendak meledakkan bom.

AYU CIPTA

Ayu Cipta

Ayu Cipta

Bergabung dengan Tempo sejak 2001, Ayu Cipta bertugas di wilayah Tangerang dan sekitarnya. Lulusan Sastra Indonesia dari Universitas Diponegoro ini juga menulis dan mementaskan pembacaan puisi. Sejumlah puisinya dibukukan dalam antologi bersama penyair Indonesia "Puisi Menolak Korupsi" dan "Peradaban Baru Corona 99 Puisi Wartawan Penyair Indonesia".

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus