Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung resmi menahan 5 tersangka di kasus korupsi pembangunan pabrik blast furnace complex di PT Krakatau Steel. Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama sejak 18 Juli hingga 6 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Untuk mempercepat penyidikan, lima orang telah ditahan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, Senin, 18 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketut mengatakan sebelum dilakukan penahanan para tersangka telah diperiksa kesehatannya. Swab antigen menyatakan mereka negatif Covid-19.
Adapun kelima orang tersangka adalah, 3 eks Direktur Utama Krakatau Steel periode 2007-2015 berinisial FB, ASS dan BP. Tersangka lainnya adalah Ketua Tim Persiapan dan Implementasi pabrik blast furnace sekaligus General Manager Proyek PT Krakatau berinisial HW alias RH; serta Project Manager PT Krakatau Engineering berinisial MR.
Ketut mengatakan kasus bermula saat Krakatau Steel melakukan pengadaan proyek pabrik itu pada 2011-2019. Pabrik itu akan memproduksi besi cair menggunakan bahan bakar batu bara. Direksi PT Krakatau Steel tahun 2007 menyetujui pengadaan pembangunan pabrik dengan bahan bakar batu bara berkapasitas 1,2 juta ton per tahun.
Menurut dia, nilai kontrak pembangunan pabrik dengan mekanisme terima jadi itu awalnya Rp 4,7 triliun. Namun, proyek itu membengkak hingga Rp 6,9 triliun. “Kontraktor pemenang dan pelaksana yaitu MCC CERI konsorsium dengan PT Krakatau Engineering,” kata dia.
Kejaksaan menduga dalam pelaksanaan perencanaan, lelang, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan, telah terjadi penyimpangan. Hasil pekerjaan BFC saat ini mangkrak karena tidak layak dan tidak dapat dimanfaatkan dan terdapat pekerjaan yang belum selesai dikerjakan. “Akibatnya, diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar nilai kontrak Rp. 6,9 Triliun,” kata Ketut.
Sebelum menetapkan tersangka, kejaksaan sudah memeriksa 119 saksi, dan berbagai dokumen terkait proyek. Tim penyidik juga telah meminta keterangan dari ahli keuangan negara, ahli Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), ahli metalurgi dan sebagainya.