Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md merespons Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengembalikan berkas perkara pagar laut ke Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian atau Dirtipidum Bareskrim Polri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kejaksaan Agung benar, mengembalikan berkas pagar laut dengan tersangka Arsin," kata Mahfud Md dalam akun X resminya pada Kamis, 27 Maret 2025. Arsin bin Asip merupakan Kepala Desa atau Kades Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. Ia juga tersangka kasus pemalsuan dokumen permohonan hak atas tanah di wilayah perairan laut Tangerang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahfud mengatakan, dengan ditemukannya ratusan sertifikat ilegal, tak mungkin kasus pagar laut ini hanya berupa pemalsuan dokumen yang dilakukan seorang kepala desa. Sejak awal, lanjut dia, kasus pagar laut lebih merupakan sangkaan kejahatan korupsi daripada sekadar pemalsuan dokumen.
"Dugaan kuatnya pasti ada korupsi-gratifikasi yang melibatkan oligarki dan pejabat yang lebih tinggi, sepert dalam petunjuk Kejakasaan Agung," ujar Mahfud.
Sementara itu, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada belum merespons ketika dikonfirmasi. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro juga belum menanggapi pertanyaan Tempo.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyatakan, pengembalian berkas perkara pagar laut dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 110 ayat (2), (3) dan Pasal 138 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Ini untuk bisa dilengkapi dalam jangka waktu 14 hari.
Analisis Jaksa Penuntut Umum mengungkap, ada indikasi kuat bahwa penerbitan sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB), serta izin program kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau PKK-PR dilakukan secara melawan hukum.
"Dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod," kata Harli dalam siaran tertulis diterima Tempo, Senin 25 Maret 2025.
Berkas perkara yang dikembalikan ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan/atau penggunaannya dalam proses penerbitan SHM di atas wilayah perairan laut di Desa Kohod. Dugaan ini mencuat lantaran sertifikat tersebut diduga digunakan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah dalam proyek pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk atau PIK 2 Tropical Coastland.
Selain itu, ditemukan potensi kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal. Hal ini termasuk penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKK-PR Laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan hasil analisis hukum, Jaksa Penuntut Umum memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor. Untuk itu, kata Harli, koordinasi lebih lanjut dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus diperlukan guna memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan.
Ayu Cipta berkontribusi dalam penulisan artikel ini.