Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kebyar-Kebyar SKB

Menyusul 6 pengacara, amir syamsuddin diperingatkan keras oleh pn jak-pus. beliau dianggap tak etis mengomentari putusan pengadilan di media massa. meski dk ikadin menilai amir tak melanggar kode etik.

22 Oktober 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KORBAN Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman, yang mengawasi sikap dan tindakan pengacara, jatuh lagi. Kali ini Amir Syamsuddin mendapat vonis peringatan keras dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan demikian, dalam setahun ini saja, telah lima pengacara Ibu Kota terkena "rambu-rambu" SKB, dan belasan lainnya dalam proses pemeriksaan. Empat pengacara terdahulu, yang terkena teguran tertulis sampai skorsing enam bulan, adalah O.C. Kaligis, Adi S. Moewardi, Benny Simanungkalit, dan Husein Junaidi. SKB itu sendiri hingga kini ditolak keabsahannya oleh organisasi pengacara Ikadin karena dianggap sebagai "keranjang sampah" -- menampung berbagai pengaduan untuk menghukum pengacara. Berbagai tindakan pengacara, dan pelanggaran hukum, tidak menghormati sidang, sampai sikap tidak menyenangkan lawan berperkara, bisa ditindak berdasarkan SKB itu. Pengacara Amir Syamsuddin, misalnya, terkena "kebyar-kebyar" SKB hanya garagara sebuah berita di media cetak. Ia dipersalahkan melakukan perbuatan tak terpuji karena mengomentari putusan pengadilan dalam sengketa kepemilikan saham antara kelompok Sukanto Tanoto dan Wibowo Ngaserin, masing-masing sebagai Komisaris Utama dan Direktur Utama Bank Tani Nasional -- di majalah Editor edisi 20 Februari 1988. Dalam berita itu dikisahkan majelis hakim, yang diketuai Gde Sudharta, memenangkan kelompok Sukanto -- belakangan putusan ini dibatalkan pengadilan banding. Di berita itu, Amir Syamsuddin, sebagai pengacara kelompok Wibowo, berkomentar, . . . Putusannya sangat deklarator, seakan-akan tidak perlu dieksekusi lagi. Di sinilah letak manipulasinya...." Ucapan Amir itu kemudian diadukan O.C. Kaligis -- salah seorang kuasa hukum pihak Sukanto -- bersama tiga orang lainnya dari pihak lawannya berperkara. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 12 September lalu, ternyata mengabulkan pengaduan itu dan menghukum Amir dengan peringatan keras. "Sebagai pengacara seharusnya dia tahu cara menuangkan keberatannya melalui memori banding. Bukan berkomentar di majalah, sehingga bisa menyesatkan opini masyarakat," kata Gde Sudharta. Tapi Amir tak menerima putusan itu. Ia menilai tindakan Gde Sudharta terlalu emosional dan subyektif. Sebab, putusan administratif SKB itu dibuat oleh Sudharta, yang sebelumnya menjadi ketua majelis perkara Bank Tani Nasional. Selain itu, menurut ketentuan SKB, seorang pengacara baru bisa dihukum peringatan keras apabila ia pernah terkena teguran pengadilan. Padahal, "Saya belum pernah mendapat teguran lisan atau tertulis," kata Amir Syamsuddin. Amir juga menganggap pengadilan salah dalam mempertimbangkan komentarnya di majalah tadi. "Saya tidak menilai putusan pengadilan, tapi menilai penyalahgunaan putusan itu oleh pihak yang dimenangkan pengadilan," kata Amir, yang menyatakan kutipan di majalah itu tak persis seperti ucapannya. Sebab itu, Amir mengadukan tindakan Gde Sudharta itu ke Menteri Kehakiman dan Mahkamah Agung. Tapi Gde Sudharta membantah tudingan bahwa ia bertindak subyektif. Amir itu, katanya, ditindak tim pengawas pengacara jadi bukan dia pribadi. Menurut Sudharta, seorang pengacara bisa saja langsung kena peringatan keras, tanpa didahului teguran. Contohnya, katanya, Adi Moewardi, yang terbukti memalsukan keputusan pengadilan, langsung terkena skorsing 6 bulan tanpa peringatan lebih dahulu. Ternyata, Dewan Kehormatan Ikadin Cabang Jakarta, Rabu pekan lalu, memutuskan Amir tak melanggar kode etik. Majelis etik Ikadin, yang diketuai Hasan Basyari, menganggap komentar Amir itu hanya sebuah analisa hukum yang bersifat umum. "Komentarnya sama sekali tak ditujukan pada putusan pengadilan, tapi kepada pihak yang menang perkara," kata Hasan Basyari. Menurut Amir, sanksi SKB terhadap dirinya itu, sebenarnya, tak lepas dari perkara Bank Tani Nasional sendiri. Sebab, seorang pengacara lawannya, Yan Apul, katanya, telah menyebarkan putusan SKB itu kepada beberapa wartawan dan pengacara. Di kesempatan itu, Yan Apul, konon, mengatakan bahwa Amir akan diskors pengadilan dalam waktu tiga bulan mendatang dan kemudian akan dipecat dari status pengacara. "Saya kaget, dari mana ia tahu rencana putusan pengadilan itu," kata Amir. Yan Apul sendiri, ketika dihubungi TEMPO, membantah keras bahwa ia pernah mengumpulkan wartawan ataupun membagi-bagikan putusan SKB terhadap Amir. Ia juga membantah meramalkan nasib Amir selanjutnya. Semua bantahan atas isu itu, katanya, telah disampaikannya secara tertulis ke pengadilan. "Buktinya, tak ada wartawan yang memuat berita itu," katanya. Happy S. dan Agung F. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus