Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Kejaksaan Agung Terbitkan Sprindik Tom Lembong Oktober 2023, Tapi SPDP Baru Diberikan Oktober 2024

Bertentangan dengan Putusan MK yang menyatakan SPDP harus sudah diterima tersangka paling lambat 7 hari setelah sprindik diterbitkan.

25 November 2024 | 21.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengungkapkan Tom baru menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) setelah satu tahun lebih Surat Perintah Penyidikan (sprindik) diterbitkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam agenda pembacaan kesimpulan di sidang praperadilan Tom Lembong, Ari masih menyinggung celah pelanggaran aturan yang dilakukan Kejagung saat menetapkan kliennya sebagai tersangka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pemohon baru tahu adanya sprindik 3 Oktober 2023 melalui Surat Pemberitahuan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi No. R-3163/F.2/Fd.2/10/2024 tertanggal 29 Oktober 2024, sama sekali tidak terbantahkan,” ucap Ari saat membacakan kesimpulan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 25 November 2024.

Hal tersebut, kata dia, secara nyata bertentangan dengan Putusan MKRI Nomor 130/PUU-XIII/2015, yang mengamanatkan bahwa Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) harus sudah diterima terlapor/tersangka, paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan (sprindik).

Kejagung, lanjut Ari, hanya bisa berdalih bahwa hal tersebut dilakukan karena penyidikan tersebut merupakan Surat Perintah Penyidikan Umum yang belum menyebutkan nama tersangkanya. Kemudian pihak Kejagung juga menyampaikan bahwa pihaknya telah menyampaikan SPDP ke penuntut umum dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Dalih ini terbantahkan oleh kesaksian ahli pidana Chairul Huda yang menyatakan bahwa tidak ada pembedaan Surat Perintah Penyidikan umum atau khusus. Surat Perintah Penyidikan umum sekalipun, tetap saja sudah jelas siapa yang akan dijadikan sebagai calon tersangkanya. Dengan demikian, maka termohon (Kejagung) berkewajiban untuk menyampaikan kepada calon tersangka,” kata Ari.

Kuasa hukum Tom yang lain, Dodi S Abdulkadir juga menuturkan dalam pengalaman pengadilan praperadilan sebelumnya pernah membatalkan status tersangka seseorang karena tidak menerima SPDP.

“Jadi, dengan dia menerima SPDP, yang bersangkutan diberikan penjelasan bahwa dia bisa ditetapkan sebagai tersangka. Untuk apa? Untuk mempersiapkan diri, memberikan penjelasan atas tindakannya. Dengan tidak diserahkannya SPDP Pak Tom, maka Pak Tom di dalam pemeriksaannya dia tidak memahami,” kata Dodi.

Sementara itu, dalam kesimpulan yang dibacakan oleh pihak Kejaksaan Agung, mereka tetap meyakini proses penetapan tersangka terhadap Tom Lembong telah sesuai dengan aturan yang berlaku. “Penetapan tersangka terhadap pemohon sudah dilakukan secara sah menurut hukum, yaitu surat perintah penyidikan yang belum menyebutkan nama tersangkanya,” ucap Jaksa pada Kejaksaan Agung Zulkipli.

Dia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mencari dan menemukan empat alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk, sehingga dalam proses tersebut Kejagung dapat menetapkan tersangka dalam kasus korupsi impor gula. “Salah satunya adalah pemohon, Thomas Trikasih Lembong sehingga diterbitkan surat penetapan tersangka,” kata dia.

Senin, 25 November 2024, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menggelar sidang praperadilan Tom Lembong dengan agenda pembacaan kesimpulan. Selasa, 26 November 2024, PN Jakarta Selatan akan kembali menggelar sidang praperadilan tersebut dengan agenda pembacaan putusan oleh hakim tunggal Tumpanuli Marbun.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus