Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Medan - Kejaksaan Negeri Medan menjemput paksa Risma Siahaan (RS), 64, tersangka kasus korupsi aset PT KAI senilai Rp 21 miliar, di rumahnya, Jalan Sutomo Nomor 11, Kota Medan.. Kejari Medan sudah tiga kali memanggil Risma untuk menjalani pemeriksaan, namun dia tidak pernah memenuhi panggilan dan memberi alasan yang sah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kejaksaan telah menetapkan Risma sebagai tersangka pada Kamis, 17 April 2025. Berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor: TAP-03/L.2.10/Fd.2/04/2025, tim Pidsus Kejari Medan lalu menjemput paksa dan menangkapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kami menerima informasi bahwa tersangka sedang berada di kediamannya di Jalan Sutomo, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan. Berdasarkan surat penetapan tersangka, diterbitkan surat perintah penangkapannya,” kata Kepala Kejari Medan Fajar Syah Putra dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 20 April 2025.
Pada saat tiba di rumah RS, Tim Pidsus dan Intelijen Kejari Medan bertemu tersangka dan anaknya. Tim kejaksaan pun membacakan surat penetapan tersangka dan perintah penangkapan. Akan tetapi tersangka menolak dan melakukan perlawanan sehingga dibawa paksa ke Rumah Tahanan Perempuan Kelas IIA Medan.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Medan Dapot Dariarma mengatakan, dalam perjalanan ke rumah tahanan, tersangka berkomunikasi secara intensif dengan penasihat hukumnya melalui telpon seluler. Tiba di Rutan, tersangka berpura-pura tidak sadarkan diri. Tim segera menghubungi dokter RSUD Pirngadi Medan. Hasil pemeriksaan medis menyebut tersangka dalam kondisi sehat dan tidak ada hal yang menghambat proses penahanan.
"Ketika dilakukan serah terima tahanan, tersangka kembali berpura-pura tidak sadarkan diri. Pihak Rutan menolak menerima dengan alasan belum bisa dilakukan wawancara. Tersangka kemudian dibawa ke RS Bandung menggunakan ambulans Rutan untuk mendapat tindakan medis dan rawat inap," kata Dapot.
Selama proses penyidikan kasus aset PT KAI ini, kata Dapot, tersangka terang-terangan menghambat jalannya penyidikan dengan menolak memberi keterangan. Risma juga mengusir petugas pengukuran saat akan melaksanakan pengukuran aset yang dikuasainya secara melawan hukum.
Proses hukum yang dilakukan Kejari Medan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi secara tegas dan profesional. “Kami menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM, memberi ruang yang memadai bagi tersangka untuk memperoleh pendampingan hukum,” ucap Dapot.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), nilai kerugian keuangan negara akibat perbuatan tersangka mencapai Rp 21 miliar lebih. Atas perbuatannya, Risma Siahaan disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) Subs Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP.
“Tersangka juga dijerat Pasal 15 Jo Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP,” tutur Dapot.