Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga Prada Josua Lumban Tobing meminta Presiden Jokowi, Komisi III DPR, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengambil tindakan atas kematian prajurit TNI itu yang dinilai janggal. Keluarga menilai ada unsur penganiayaan yang membuat Josua tewas meski dia ditemukan tewas tergantung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami akan jumpa memberikan surat kepada Komisi III DPR RI, kemudian kepada Presiden, juga kepada Komnas HAM supaya dibentuk tim pencari fakta," kata pengacara keluarga Josua, Freddy Simanjuntak, saat dihubungi Tempo pada Ahad, 11 Agustus 2024. "Kok bisa orang meninggal, terlepas dari dia bunuh diri atau tidak, di kompleks lingkungan batalyon?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Josua ditemukan tewas dalam kondisi tergantung di Batalyon Infanteri 132/Bima Sakti atau Yonif 132/BS Salo-Bangkinang pada 30 Juni 2024. Pihak tentara menyebut Josua menghembuskan napas terakhirnya pukul 23.30.
Freddy berharap tim pencari fakta itu bisa memberikan penjelasan transparan atas penyebab kematian Prada Josua. "Kami mohon kepada para instansi terkait itu nanti supaya membantu dan jujur di dalam menindaklanjuti ini," tuturnya.
Sebelumnya, Danyon 132/BS Letkol Bambang Budi Hartanto membantah Prada Josua tewas karena penganiayaan. "Hasil olah TKP (tempat kejadian perkara) dan visum, serta bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa yang bersangkutan murni bunuh diri," ujarnya kepada Tempo lewat aplikasi perpesanan pada Jumat, 9 Agustus 2024.
Dia menjelaskan olah TKP itu dilakukan oleh Detasemen Polisi Militer atau Denpom I/Pekanbaru bersama dengan Tim Inafis Polres Kampar. Sedangkan visum dilaksanakan oleh Rumah Sakit Tentara (RST) Pekanbaru dan Forensik Polda Riau. "Meninggalnya Prada Josua murni bunuh diri, bukan karena penganiayaan," kata Bambang.