Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Keraton Yogyakarta melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta atas kepemilikan lahan di kawasan Stasiun Tugu, yang tercatat sebagai aset PT Kereta Api Indonesia (KAI). Gugatan ini juga mencakup tuntutan ganti rugi simbolis sebesar Rp1.000 kepada PT KAI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa Hukum Kasultanan Yogyakarta, Markus Hadi Tanoto, menegaskan bahwa perkara ini bukan sengketa lahan biasa. “Ini bukan sengketa, melainkan dugaan pencaplokan lahan Sultan Ground oleh PT KAI,” kata Markus kepada Tempo saat dihubungi Sabtu, 16 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Markus menjelaskan, gugatan ini dilayangkan untuk memastikan tertib administrasi atas aset yang diklaim PT KAI. "Kami menuntut ganti rugi sebesar Rp1.000 karena fokusnya bukan pada materi, tetapi pada penegakan aturan dan kejelasan kepemilikan," ujarnya.
Dalam dokumen gugatan yang terdaftar di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Yogyakarta dengan nomor perkara 137/Pdt.G/2024/PN Yyk, pihak Keraton memohon agar pengadilan menyatakan tanah di emplasemen Stasiun Tugu seluas 297.192 meter persegi merupakan milik Kasultanan. Keraton juga meminta pengadilan menginstruksikan pencabutan aset lahan tersebut dari catatan PT KAI.
Langkah hukum ini, lanjut Markus, ditempuh setelah upaya diskusi selama bertahun-tahun dengan PT KAI tidak membuahkan hasil. “Klien kami meminta masalah ini tidak terlalu dibesarkan, mengingat kami juga harus menjaga perasaan masyarakat Yogyakarta,” ucap dia.
Selain PT KAI, gugatan ini turut menyertakan Kementerian BUMN RI, Kantor Pertanahan BPN Kota Yogyakarta, Kementerian Keuangan RI, dan Kementerian Perhubungan RI sebagai pihak tergugat.
Tempo telah berupaya menghubungi External Relations & Corporate Image Care KAI Commuter, Leza Arlan dan Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo, melalui aplikasi perpesanan singkat. Namun sampai berita ini ditulis, pihak PT KAI belum merespons maupun memberikan pernyataan resmi ihwal gugatan tersebut.
Pilihan Editor: Ibu di Sumsel Dipenjara karena Siram Air Keras ke Tetangga Suka Mengintip, FPL: Dia Korban Kekerasan Seksual