Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Batam - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menangkap tiga kapal ikan asing (KIA) yang menangkap ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia. Dua kapal berbendera Vitenam ditangkap di Laut Natuna dan satu kapal berbendera Malaysia ditangkap di Selat Malaka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hari ini kami berhasil menangkap tiga kapal sekaligus, dua di Laut Natuna berbendera Vietnam dan satu di Selat Malaka berbendera Malaysia. Kami tidak kendor dan tanpa kompromi untuk tetap mengamankan setiap jengkal wilayah laut Indonesia,” kata Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Dr. Pung Nugroho Saksono, A.Pi, MM saat konferensi pers operasi penangkapan kapal ikan asing di Pangkalan PSDKP Batam, Kepulauan Riau, Sabtu, 4 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria yang kerap disapa Ipunk itu mengatakan ikut mengawal langsung operasi penangkapan di Laut Natuna. Menggunakan Kapal Pengawas (KP) Orca 02, menurut dia, dua kapal berbendera Vietnam ditangkap pada hari Sabtu, 4 Mei 2024, pukul 09.03 WIB.
Dua kapal Vietnam berupaya kabur
Ia menceritakan, kedua kapal Vietnam tersebut sempat hendak kabur saat mengetahui mereka diintai oleh petugas. Petugas PSDKP yang melakukan pengejaran, menurut Ipunk, terpaksa mengeluarkan dua kali tembakan peringatan.
"Peringatan pertama kita keluarkan tembakan ke atas, setelah itu kapal tak juga mengurangi kecepatan, setelah itu baru kita lakukan tembakan kedua ke laut pada bagian kiri dan kanan kapal," kata Ipunk.
Setelah itu petugas PSDKP berhasil naik ke atas kapal asing dan melakukan pemeriksaan lanjutan.
Selanjutnya, aduan masyarakat dan kapal asing gunakan trawl
Berawal dari aduan masyarakat
Dia menyatakan operasi itu dilakukan setelah pihaknya menerima laporan dari masyarakat soal banyaknya kapal asing yang melakukan penangkapan ikan di wilayah Laut Natuna.
“Kami merespon cepat atas aduan dari nelayan dan masyarakat. Laut Natuna ini seksi dan belum dimaksimalkan pengelolaan dengan potensi yang melimpah. Tapi saat ini, di zaman Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, kita memiliki kebijakan, Laut Natuna ini harus diisi dengan kapal-kapal Indonesia. Untuk itu negara hadir, KKP hadir di Laut Natuna Utara untuk memberantas illegal fishing yang semakin hari semakin marak dan tidak ada habisnya,” ujarnya.
Laut Natuna, lanjut Ipunk, menjadi salah satu Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) yang paling banyak ditemui praktik penangkapan ikan ilegal atau illegal fishing. Hal itu, menurut dia, karena negara tetangga mengklaim batas wilayah perairannya menggunakan Landas Kontinen dimana batas wilayahnya ditentukan sampai palung atau area di bawah permukaan laut.
Sedangkan Indonesia, menurut Ipunk, menggunakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). ZEE adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai. Untuk itu, secara tegas pihaknya secara tegas memberantas illegal fishing di Indonesia.
“Kondisi ini yang harus kita jaga. Untuk menjaga Laut Natuna ini tidak bisa sendiri, butuh kolaborasi baik dengan aparat penegak hukum lain seperti TNI/Polri, Bakamla hingga Bea Cukai. Kita saling bahu membahu, saya yakin kekompakan aparat kita luar biasa, ini bagian dari strategi kami para aparat penegak hukum agar laut tidak kosong dengan aparat kita,” ujarnya.
Sita 13 Ton Ikan Hasil Tangkapan
Dua kapal asing Vietnam tersebut memiliki nomor lambung BV 4417 TS (100 GT) dengan jumlah 15 ABK dan kapal BV 1182 TS (66 GT) dengan jumlah ABK sebanyak 5 orang yang merupakan WNA berkebangasaan Vietnam dengan muatan sebanyak 10 Ton (ikan campur).
Satu unit kapal berbendera Malaysia KM. SLFA 5178 (64.77 GT) dengan 3 ton muatan ikan campur. Saat ini kapal dibawa Stasiun PSDKP Belawan. Ketiga kapal asing tersebut tidak memiliki Dokumen Perizinan berusaha Penangkapan Ikan yang sah dan menggunakan alat tangkap terlarang trawl.
“Perlu diketahui, bukan seberapa besar jumlah ikan yang sudah diangkut KIA tersebut, namun jumlah kerugian negara. Dan KIA tersebut menggunakan trawl yang mampu merusak ekologi di perairan Indonesia, seperti arah kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono ekologi adalah panglima untuk menjaga keberlanjutan ekosistem serta membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat dan negara,” ujarnya.
Untuk diketahui, trawl merupakan salah satu alat penangkapan ikan yang dilarang untuk dioperasikan di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2015 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Tak hanya oleh kapal ikan asing, kapal ikan Indonesia juga dilarang menggunakan trawl.