Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMANYA masuk daftar pengusaha Indonesia yang tercatat dalam bocoran dokumen finansial firma hukum Mossack Fonseca, yang dikenal dengan Panama Papers. Pengusaha tersebut tidak lain adalah Johan Lensa.
Dokumen itu menyebutkan Johan pernah menggunakan jasa Mossack Fonseca cabang Singapura untuk mendirikan perusahaan di negara surga pajak, British Virgin Islands. Perusahaan tersebut bernama Opulence Investment Ltd, yang didaftarkan pada 28 September 2007.
Bersama sang istri, Lenny Hermawaty Tjioe, Johan tercatat sebagai shareholder atau pemilik saham perusahaan yang bergerak di bidang investasi ini. Dalam dokumen Panama Papers itu tercatat alamat Johan di Pantai Mutiara Blok H Nomor 26, RT/RW 004/016, Pluit, Jakarta Utara.
Alamat ini klop dengan pengakuan Johan saat diperiksa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dalam kasus dugaan penipuan oleh mitra bisnisnya, Darwin Ng. Pada 9 Juni 2017 itu, Johan diperiksa dua penyidik dengan 32 pertanyaan.
Kamis pekan lalu, Tempo mendatangi alamat tersebut. Di sana, tampak rumah dua lantai dengan pintu pagar besi berwarna silver menjulang tinggi. Berkelir putih, rumah itu memiliki luas kira-kira mencapai 500 meter persegi. Dari pintu yang setengah terbuka itu, tampak tumpukan lantai marmer seukuran 2,5 x 1,5 meter bersandar di tembok sampingnya. Melalui pembantunya, Johan yang baru saja pulang kantor menolak ditemui. "Bapak tidak mau menerima," ujar sang pembantu, Nelly, menyampaikan pesan majikannya itu.
Di kalangan pengusaha Tionghoa, Johan termasuk yang disegani. Ia pernah menjabat Koordinator Komunitas Pengusaha Keturunan Tionghoa-Jakarta. Menurut catatan Globe Asia, Johan alias Jiauw Chau Lian memiliki kekayaan sebesar US$ 950 juta per Juni 2017. Angka ini naik US$ 50 juta dibanding tahun sebelumnya. Peringkat kekayaan Johan versi Globe Asia ini berada di urutan ke-44, mengalahkan taipan Tomy Winata yang hanya di peringkat ke-47. Kekayaan Tomy tercatat US$ 920 juta. Posisi Johan juga lima peringkat di atas Wakil Presiden Jusuf Kalla dan keluarga dengan harta senilai US$ 880 juta.
Naiknya kekayaan Johan ini lantaran perusahaannya, J Resources, disebut menguat setelah mendapat persetujuan untuk rights issue atau hak memesan efek terlebih dahulu. Perusahaan di bidang tambang itu menargetkan dana sekitar US$ 300 juta. Penerbitan saham itu akan didistribusikan ke anak perusahaan, PT J Resources Nusantara, untuk mendanai pengembangan dua tambang di Sulawesi. Perusahaan ini juga mengeksploitasi emas di Malaysia. Selain itu, Johan memiliki perusahaan tambang batu bara di bawah bendera PT Bukit Makmur Mandiri Utama sejak 1998.
Selain sebagai pengusaha tambang, yang kini tengah lesu, Johan membangun kerajaan bisnisnya di bidang properti. Melalui PT J Resources Asia Pasifik dan PT Bukit Makmur Widya, mereka mempunyai saham di perusahaan yang dikuasai keluarga Hendro Gondokusumo, yakni Intiland Development, seperti halnya Luntungan Honoris Modernland. Johan juga memiliki saham penting di pasar properti Australia melalui Golden Group. Perusahaan tersebut mempunyai proyek properti senilai US$ 4 miliar pada 2011.
Pria asal Pematangsiantar, Sumatera Utara, itu tak sendiri dalam mengurus bisnisnya. Ia dibantu sang istri, Lenny Hermawaty Tjioe, dan putra semata wayangnya, Jimmy Budiarto.
Sepak terjangnya di dunia properti inilah yang membuat Johan mengenal Darwin Ng, pengembang asal Medan. Melalui pengacaranya, Sururudin, Darwin mengatakan mengenal Johan sejak 2004. Kala itu, Darwin sedang membangun perumahan elite Lotus Palace di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Mereka lantas menjadi sahabat baik. Darwin dan Johan sering berpelesir bersama ke Cina, Amerika Serikat, Australia, dan negara lain untuk berbagai urusan bisnis. "Pak Johan baik. Selama ini tidak neko-neko," ucap Darwin seperti yang ditirukan Sururudin.
Dari kedekatan dan kepercayaan tersebut, empat tahun kemudian Darwin dan Johan bekerja sama mendirikan perusahaan properti PT Graha Makmur Cemerlang. Lantaran perusahaan ini juga keduanya belakangan saling melapor ke polisi. Linda Trianita, Syailendra Persada
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo