Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Universitas Islam Riau, inisial W (26), yang menjadi korban kekerasan seksual diduga oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Riau (UIR), SAL, datangi Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). Kedatangannya ke Mabes Polri untuk mempertanyakan soal kejelasan laporan kasus dugaan kekerasan seksual yang dia alami. W datang seorang diri ke Mabes Polri tanpa didampingi siapa pun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, W mengatakan ia telah melaporkan kasus yang dialaminya itu ke Polresta Pekan Baru. Namun, W mengaku laporannya itu tidak ditindaklanjuti. Selang beberapa minggu, W, mendadak mendapat kabar bahwa laporannya itu tiba-tiba ditangani oleh Polda Riau. W merasa ada yang janggal dengan penanganan kasus tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Gelar perkara pertama, saya diberitahu ada gelar perkara, tetapi tidak diberitahu detil jamnya dan seterusnya. Di gelar perkara pertama itu, pelaku dihadirkan. Gelar kedua juga mendadak, setelah pra-rekonstruksi. Saya diundang, tapi tidak lewat surat, hanya lewat telepon,” kata W kepada Tempo di Mabes Polri, Selasa, 19 November 2024.
Setelah melewati gelar perkara yang kedua kalinya, tiba-tiba W dikabarikan bahwa laporannya tidak lagi dilanjutkan oleh Polda Riau tanpa ada alasan yang jelas. “Saya tetap berupaya memperjuangkan hak saya dalam kasus ini. ‘Di mana saja kurangnya?’ saya sampaikan di gelar itu. Ternyata satu minggu kemudian, hasilnya malah henti lidik,” kata W.
Dia berencana akan meminta Bareskrim Polri untuk menangani langsung kasus kekerasan seksual yang dialaminya tersebut. W mengatakan ia sudah tidak ada harapan lagi selain meminta Bareskrim untuk memproses kasusnya.
“Ini harapan terakhir saya. Mau ke mana lagi saya mengadu? Tadinya saya pikir saya bisa dapat perlindungan dari kepolisian di Polresta Pekan Baru atau Polda Riau. Tapi apa yang saya dapat?” ucap W.
Diketahui sebelumnya, W mengaku dilecehkan dan dipaksa melakukan oral seks oleh dekan FISIP Universitas Islam Riau inisial SAL. W sempat membuat laporan ke Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Riau. Dia menceritakan peristiwa yang dialaminya itu terjadi pada Maret 2024 lalu. Dia juga sempat meminta bantuan kepada Satgas PPKS Universitas Islam Riau, namun hingga kini tak ada hasil apa pun.
“Saya sudah tidak berharap dengan kampus. Terakhir saya tahu satgas PPKS melakukan investigasi, tetapi hasilnya tidak diberitahu kepada saya. Lalu pelaku sudah dinonaktifkan sebagai dekan FISIP. Tetapi statusnya sebagai dosen masih tidak berubah. Terakhir saya dapat kabar pelaku masih bisa jalan-jalan ke luar negeri,” ujar W.
Kejadian bermula saat W baru lulus kuliah S2 dan hendak melamar jadi dosen kriminologi di kampus tersebut. Ia disarankan untuk menemui dekan berinisial SAL. W pun berkomunikasi dengan SAL dengan menemui pelaku secara langsung. Keduanya bertemu di ruang dekan.
Dalam pertemuan itu, W bertanya soal syarat-syarat menjadi dosen kriminologi di Universitas Islam Riau. Namun, bukan penjelasan soal syarat-syarat yang W dapat. W malah diajak untuk menginap di hotel bersama SAL.
Bukan hanya ajakan itu yang ia terima, SAL juga memaksa W untuk melakukan oral seks. Meski ia telah menolak berulang kali, SAL tetap memaksa dengan mendorong kepala W ke arah kelamin SAL.
Kini W tengah mencari keadilan untuk dirinya setelah mengadu ke Satgas PPKS UIR tak ada hasil. Begitu pula dengan nasib laporannya di Polresta Pekan Baru.
Pilihan Editor : Petugas Rutan KPK Diancam Tak Diperpanjang Status Kepegawaiannya Jika Tak Ikut Pungli