Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ade Lativa Fitri, pendamping korban dugaan pelecehan seksual fisik oleh pria difabel di Nusa Tenggara Barat (NTB), menyebut pihaknya telah mengidentifikasi 3 orang yang diduga juga menjadi korban kekerasan seksual tersangka. Dari belasan korban tersebut, enam orang bersedia memberikan keterangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ade mengatakan bahwa keenam korban dugaan pelecehan seksual oleh pria difabel berinisial WAS alias Agus itu memiliki pengalaman awal yang serupa. “Rata-rata sama. Mungkin ending-nya beda ya, tapi memang awalnya itu modusnya sama,” tutur Ade ketika dihubungi Tempo pada Rabu, 4 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para korban tidak mengenal tersangka di awal pertemuan mereka. Menurut keterangan mereka, pelaku mendekati mereka ketika sedang duduk sendiri di tempat umum. “Entah itu di Taman Udayana, entah itu di Taman Sangkareang dan lain sebagainya,” kata Ade. “Mungkin nggak sampai di level dibawa ke homestay, tapi mereka dihampiri ketika duduk sendiri, jadi memang modusnya sama.”
Dalam kasus ini, korban berinisial MA telah melaporkan tindak pidana pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh pria difabel itu ke polisi. Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) telah menetapkan pria itu sebagai tersangka dan sudah menyerahkan berkas perkaranya kepada Kejaksaan Tinggi NTB.
Agus diduga mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi psikologi korban. Dia dianggap telah memanfaatkan kondisi korban yang rentan, sehingga korban dapat dikuasai dan mengikuti kemauannya.
Dalam kasus MA, Adel mengatakan bahwa pelaku sempat menawarkan korban untuk mandi suci supaya ‘dosa-dosa masa lalunya hilang’. Hal ini dilakukan usai Agus menggali dan mendapatkan informasi pribadi MA. “Korban enggak langsung mengiyakan, korban itu menolak, korban bilang, ‘bertaubat itu urusan pribadi, saya bisa sendiri’,” ujarnya.
Penolakan itu disebut memicu ancaman dari tersangka. Agus diduga mengancam akan membeberkan masa lalu atau aib korban ke orang tuanya. Menurut Ade, tersangka juga sempat memberikan ancaman dengan menyatakan ‘nanti hidupmu akan hancur’ kepada korban.
Korban merasa tidak ada pilihan lain. Di dalam kamar sebuah homestay di daerah Mataram, korban sempat menangis dengan suara setengah berteriak. Namun, pelaku diduga mengancam korban lagi. “Selain menggunakan ancaman yang sama soal orang tua, soal hidup hancur, pelaku juga bilang, ‘kalau kamu menangis, teriak, orang di luar itu bakal dengar. Kalau orang datang, mereka akan nikahin kita’,” ucap Ade.
Korban MA merasa terdesak dan terpaksa mengikuti kemauan Agus.
Adapun Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Provinsi Nusa Tenggara Barat juga mengatakan bahwa Agus diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap 13 orang.
Ketua KDD NTB Joko Jumadi menyebut tiga korban sudah diperiksa oleh polisi. "Ditambah yang baru sampaikan ke kami itu 10 orang, jadi totalnya 13," katanya di Mataram, Selasa, 3 Desember 2024.
Dari 10 orang yang baru masuk pelaporan ke KDD NTB tersebut, terdiri atas tujuh orang usia dewasa dan sisanya masih usia anak. Joko menuturkan dengan adanya korban anak ia belum tahu apakah penyidikan kasus ini akan digabung atau dibuat berkas perkara baru terhadap IWAS.
"Kalau yang berstatus anak-anak, kemungkinan akan ada laporan baru karena pasal yang diancamkan berbeda," ujarnya.
Untuk korban usia anak, Joko memastikan KDD telah menyerahkan penanganan laporan kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram. "Kalau memang nantinya sudah siap, kami akan bantu koordinasikan dengan Polda NTB," ucap dia.
Mengenai rentang waktu kejadian kekerasan seksual yang dilakukan pria difabel itu, Joko mengatakan paling lama itu terjadi pada 2022 dengan korban satu orang usia anak. Sisanya terjadi pada 2024. "Jadi, dari 13 korban ini, hanya satu orang yang kejadiannya tahun 2022, sisanya tahun 2024," kata Joko.
Pilihan Editor: Eks Plt Karutan KPK Menangis Minta Keringanan Hukuman dalam Kasus Pungli Rutan KPK