Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tersebab paspor yang belum siap, Rizky Amelia nyaris dilempar gelas oleh atasannya di Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Hari itu, pada akhir November lalu, Syafri Adnan Baharuddin, sang atasan, mendadak harus pergi ke Singapura.
Syafri tetap gelap mata kendati bawahannya itu sudah menjelaskan paspor miliknya masih berada di kedutaan negara lain untuk pengurusan visa. Menurut tiket elektronik yang diterbitkan maskapai penerbangan Garuda Indonesia, sepekan berikutnya, Syafri memang berencana pergi ke Jepang.
Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan itu meluapkan kemarahan dengan menggebrak meja serta memukul komputer dan printer. Padahal, menurut Rizky Amelia atau kerap disapa Amel, beberapa hari sebelumnya ia sudah memberi tahu Syafri bahwa paspornya masih diperlukan untuk pengurusan visa. Perempuan 27 tahun itu mengatakan Syafri kesal kepadanya karena ia selalu menolak diajak berhubungan seksual.
Tak menerima perlakuan tersebut, tenaga kontrak Asisten Ahli Komite Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan itu memutuskan tak mau lagi bekerja untuk Syafri. Kendati di surat tugasnya Amel tertulis sebagai asisten ahli, pada praktiknya sehari-hari ia bertugas sebagai sekretaris. “Saya sekarang bukan sekretaris Bapak lagi,” ujar Amel menirukan ucapannya kepada Syafri ketika itu, Rabu pekan lalu.
Tidak lama setelah peristiwa tersebut, pada hari itu juga Amel langsung menghadap Ketua Dewan Pengawas BPJS Guntur Witjaksono untuk menjelaskan kenapa dia bertengkar hebat dengan Syafri. Kepada Guntur, Amel blakblakan mengungkapkan rahasia yang selama ini ia simpan tentang kekerasan seksual yang diduga dilakukan Syafri. “Saya jelaskan pertengkaran karena urusan paspor itu mengada-ada,” kata Amel. ”Sebenarnya ini buntut penolakan ajakan berhubungan badan.”
Kepada Guntur, Amel juga menuding Syafri telah empat kali memerkosanya sejak 2016 sampai 2018. Bukan hanya tindakan itu, menurut Amel kepada Guntur, Syafri juga diduga melakukan tindakan perundungan seksual yang lain. Sekitar satu jam menceritakan kejadian tersebut, Amel tak kuasa menahan air matanya. “Saya muak dan stres kalau mengingat peristiwa buruk itu,” ujarnya. “Bahkan saya sempat berencana bunuh diri.”
Untuk menguatkan ceritanya itu, Amel menunjukkan percakapan WhatsApp dia dengan Syafri kepada Guntur sejak 30 April 2017 hingga 23 September 2018. Alih-alih bersimpati terhadap dirinya, menurut Amel, Guntur justru menyarankan agar ia mundur sebagai tenaga kontrak di BPJS. “Dia bilang, kalau tidak nyaman kerja di sini, ya mundur saja,” kata Amel menirukan ucapan Guntur.
Dimintai konfirmasi soal pertemuannya dengan Amel, Guntur tidak menyangkalnya. Tapi ia membantah kabar bahwa Amel ketika itu menceritakan kekerasan seksual yang diduga dilakukan Syafri kepada perempuan yang tengah menempuh studi master di sebuah universitas swasta di Jakarta tersebut. “Dia hanya menceritakan terus-menerus dimarahi SAB (Syafri),” ujarnya. “Saya bilang, kalau dimarahi terus-menerus, ya silakan mengundurkan diri saja.”
Dua hari setelah melaporkan peristiwa itu kepada Guntur, Amel justru mendapat sanksi skors selama 30 hari sampai akhir Desember lalu. Menurut surat dari BPJS Ketenagakerjaan yang diteken dua orang dari Dewan Pengawas, sanksi itu diberikan karena Amel melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma di masyarakat dan berpotensi mencemarkan nama salah satu organ di BPJS. Bahkan Amel juga akan diberhentikan dari BPJS. “Saya tidak mau meneken perjanjian bersama pemberhentian itu,” ucap Amel. Guntur tak membantah soal rencana pemberhentian Amel ini.
Karena pengaduannya tak digubris Dewan Pengawas BPJS, Amel membawa kasus itu ke ranah hukum. Pada 2 Januari lalu, ia didampingi kuasa hukumnya, Heribertus S. Hartojo, dan pakar komunikasi sekaligus dosen di kampusnya, Ade Armando, mendatangi kantor Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI untuk konsultasi. Lima hari sebelumnya, ia mengundang sejumlah media untuk menjelaskan kekerasan yang dialaminya. “Saya ingin mengajak korban kekerasan seksual lain berani bersuara,” katanya. Amel bersedia namanya ditulis lengkap dan foto wajahnya dimuat secara jelas.
Keesokan harinya, Amel kembali menyambangi Bareskrim sembari membawa sejumlah bukti untuk melaporkan Syafri dengan tuduhan melakukan dugaan tindakan pencabulan. “Saya sudah lelah,” ujarnya.
RIZKY Amelia pertama kali berjumpa dengan Syafri Adnan Baharuddin saat menjalani tes wawancara untuk lamarannya di BPJS Ketenagakerjaan, pertengahan April 2016. Syafri langsung yang mewawancarai Amel. Ia mengatakan Amel diterima bekerja di BPJS Ketenagakerjaan dan akan mengisi posisi sebagai sekretarisnya.
Kepada Amel, Syafri menjanjikan gaji sebesar Rp 9 juta, kesempatan mendapatkan beasiswa pascasarjana, dan pengangkatan karyawan tetap setelah satu tahun bekerja. Tergiur iming-iming dari Syafri itu, Amel menerima tawaran tersebut. Belakangan, janji Syafri soal gaji itu tak terbukti. Amel hanya mendapatkan gaji sebesar Rp 7,5 juta. “Saat gajian pertama, Syafri memberi tambahan Rp 2,5 juta,” katanya. Tambahan gaji itu ia terima hingga November 2016.
Saat mengikuti kunjungan kerja Syafri ke Pontianak pada 23 September 2016, Amel mengaku mulai mendapat tindakan kekerasan seksual dari atasannya itu. Anggota staf BPJS Ketenagakerjaan, Budi Rahayu, juga ikut dalam kunjungan kerja tersebut. Dari boarding pass Garuda Indonesia yang mereka tumpangi ketika itu, ketiganya berangkat pada 23 September 2016 pukul 08.30 WIB melalui Terminal 3 Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
Dari bukti voucher hotel yang sudah diserahkan Amel kepada polisi, ketiganya menyewa dua kamar di Aston Pontianak Hotel & Convention Center pada 23-24 September. Syafri menginap di kamar executive bed dan kamar superior bed ditem-pati Amel dan Budi Rahayu. Dimintai konfirmasi soal ini, Budi Rahayu enggan berkomentar soal kunjungan itu.
Menurut Amel, pada malam pertama kedatangan di Pontianak, Syafri memanggil dia ke kamarnya melalui pesan telepon seluler. Amel mengaku diminta Syafri membantu pekerjaannya. Setelah tiba di kamar, menurut pengakuan Amel, Syafri justru melakukan tindakan kekerasan dengan memerkosanya. “Saya sempat memberontak, tapi Syafri ngotot memaksa saya meladeninya,” ujar Amel.
Karena peristiwa itu, batin Amel tertekan. Sepulang dari Pontianak, ia melaporkan tindakan Syafri kepada salah satu anggota Dewan Pengawas, M. Aditya Warman. Amel mengadu kepada Aditya karena melihat sosok Aditya sebagai orang yang bijak. Saat dimintai konfirmasi perihal laporan Amel ini, Aditya menyatakan tak pernah menerima aduan seputar kekerasan seksual. “Seingat saya, ia ketika itu hanya mengeluhkan tugasnya yang sampai larut malam,” ucap Aditya.
Dua bulan berselang, Amel kembali melakukan perjalanan dinas bersama Syafri. Kali ini mereka pergi ke Makassar. Amel mengatakan mereka menginap di sebuah hotel di kota itu. Di sana, ia mengaku kembali diperkosa oleh Syafri. Dugaan kekerasan seksual kembali terulang ketika Syafri mengajak Amel melakukan perjalanan dinas ke Bandung pada 11 Desember 2017. Ketika itu, menurut Amel, Syafri membujuknya untuk melihat rumah barunya di Kota Kembang. “Ternyata saya dijebak,” katanya.
Dugaan kekerasan seksual Syafri kepada Amel kembali terjadi pada pertengahan Juli 2018 di apartemen Thamrin Residence, Jakarta Selatan. Ketika itu, pria 59 tahun tersebut beralasan hendak memberikan oleh-oleh dari kunjungan dinasnya ke luar negeri kepada Amel. Karena dipaksa Syafri, Amel akhirnya mengikuti permintaan itu. Sesampai di sana, Amel menunggu di ruang tamu di lantai 11. Syafri kemudian memanggil Amel ke kamarnya dan memaksanya berhubungan badan. Kendati memberontak, Amel tak bisa mencegah tindakan kekerasan seksual itu.
Setelah itu, Amel mengatakan bosnya tersebut berkali-kali mengajaknya berhubungan badan. Tapi Amel selalu menolak permintaan itu karena merasa sudah muak. Karena penolakan itu, Amel meyakini Syafri akhirnya marah besar kepadanya pada akhir November lalu.
Syafri membantah tuduhan bekas bawahannya itu dengan menggelar konferensi pers di Hotel Hermitage, Cikini, Jakarta Pusat, 30 Desember lalu. Menurut bekas Duta Besar RI untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa, Swiss, ini, tuduhan Amel kepadanya sangat keji. “Saya langsung istigfar,” ujarnya.
Ketika dimintai konfirmasi tentang pertengkaran hebat dia dengan Amel pada akhir November lalu, melalui pengacaranya, Memed Adiwinata, Syafri mengatakan anak buahnya ketika itu berkata tidak sopan. “Dia juga berkali-kali membangkang kepada atasan,” ucap Syafri seperti diungkapkan Memed.
Syafri tengah menyiapkan laporan terhadap Amel dengan tuduhan pencemaran nama serta dianggap melanggar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Karena tuduhan ini, Syafri mengundurkan diri dari Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. “Saya mau berfokus menempuh jalur hukum,” katanya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA, LANI DIANA WIJAYA
Rizky Amelia:
Saya Lelah dan Muak
Ia secara terbuka mengungkap kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpanya kepada media pada Ahad pekan lalu. Tiga hari berselang, Rizky Amelia melaporkan terduga pelaku, bekas atasannya di Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Syafri Adnan Baharuddin, ke Kepolisian RI dengan tuduhan perbuatan cabul.
Kepada Francisca Christy Rosana dan Lani Diana Wijaya dari Tempo, perempuan 27 tahun itu meminta namanya tak usah disamarkan dan foto wajahnya dimuat jelas. ”Saya ingin mengajak korban kekerasan seksual lain berani bersuara,” katanya.
Tindakan kekerasan yang Anda alami sudah terjadi sejak dua tahun lalu. Kenapa baru melaporkannya ke polisi sekarang?
Saya sudah mencoba melaporkannya secara lisan ke Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan saat kekerasan seksual pertama terjadi pada 2016. Saya sudah lama ingin melaporkan dia ke polisi, tapi saya waktu itu takut kehilangan pekerjaan.
Hanya karena alasan itu Anda tetap bertahan dan bekerja dengan Syafri?
Dia berjanji mengangkat saya sebagai karyawan tetap, dia juga yang membiayai sebagian ongkos kuliah S-2 saya, dan dia berjanji tidak mengulangi kekerasan seksual itu. Tapi ternyata janjinya tak terbukti. Saya tersudut.
Sekarang Anda berani karena mendapat skors atau terancam dihentikan?
Karena laporan saya di lingkungan internal tak direspons. Kekerasan seksualnya juga dilakukan berulang-ulang. Bahkan empat kali bekas atasan saya itu menyetubuhi- saya secara paksa. Saya tidak mau diam saja.
Tapi benar Anda memang bakal diberhentikan sebagai tenaga kontrak di BPJS Ketenagakerjaan?
Baru ada surat perjanjian bersamanya. Saya menolak menandatanganinya. Surat itu terbit setelah saya mengadukan perbuatan kekerasan Syafri ke Ketua Dewan Pengawas.
Apa saja kekerasan seksual Syafri yang Anda laporkan kepada polisi?
Empat kali menyetubuhi saya secara paksa. Ada juga perundungan seksual lain, baik secara verbal maupun tindakan. Saya muak dan sempat berencana bunuh diri.
Bukti apa yang Anda sodorkan?
Percakapan WhatsApp antara saya dan dia mulai 30 April 2017 hingga 23 September 2018, tiket pesawat saat kami pergi dinas bersama ke luar kota, tanda bukti kami menginap di hotel, dan yang lainnya.
Kami mendengar Anda sempat bertengkar hebat dengan Syafri sebelum kasus ini terbuka ke publik....
Pada 28 November lalu, dia marah karena mendadak mau ke Singapura tapi paspornya tidak ada. Saya bilang ke dia, paspor itu masih di Kedutaan Jepang karena dalam waktu dekat dia akan ke sana. Tapi dia tetap marah sampai menggebrak meja dan memukul komputer.
Anda saat itu melawan?
Iya. Saya tidak terima dan menduga itu karena saya beberapa kali tidak menggubris ajakan dia bertemu. Saya takut dia kembali menyetubuhi saya secara paksa. Saat itu saya bilang tidak mau bekerja sama dia lagi.
Apa yang akan Anda lakukan setelah kasus ini selesai?
Saya akan kembali bekerja di BPJS Ketenagakerjaan sembari mengikuti konseling menguatkan mental. Saya juga punya keinginan membantu korban kekerasan seksual berani bersuara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo